34 • Bulan Yang Mau Mengelilingi Planetnya
Gadis itu gemetar, badannya dingin meski sekolah adalah tempat terpanas di dunia. Bagaimana tidak? Pak Galang menyentuh-nyentuh lehernya--berbisik di sela-sela telinga. Namun Bulan seperti tidak memiliki kekuatan untuk menghalau, yang ada ia hanya mengikuti perintah laki-laki dewasa itu yang menyuruhnya membawa tugas-tugas ke ruangan seni--kantornya--kandangnya.
Seperti jampi-jampi, Pak Galang itu baik, tampan, lembut, namun dibalik itu semua Bulan tahu satu hal meski guru itu baru satu tahun mengajar. Dia memacari banyak anak perempuan. Bagaimana Bulan bisa tahu? Ayolah, Salma dan Audrey tidak bisa tidak sehari saja berhenti membicarakan orang lain, Bulan hanya mendengarkan--Cahaya si perempuan idaman seluruh sekolah pun wataknya sama berkelasnya. Meski begitu Salma dan Audrey tetap mencintai Pak Galang. Tanpa terkecuali. Masalahnya, satu sekolah tahu kalau dia sudah menikah.
Namun sebelum ia memasuki sarang ular, pangeran berkudanya datang menolong. Membantunya dari kobaran api yang ular itu semburkan ke arahnya. Bagaimana Bulan tidak jatuh semakin dalam kala melihat sang pangeran pujaannya dengan gagah berani mengeluarkan kata-kata barusan demi melindungi perempuan rendahan ini?
"Terimakasih."
"Buat?"
Bulan terdiam sebentar. Langkahnya tertinggal dari Samudra. "Aku enggak tahu gimana keadaan aku kalau kamu enggak datang."
Samudra menghentikan langkah kaki begitu tahu Bulan berhenti di belakangnya. "Kamu harus bisa jaga diri, oke? Jadi kuat!"
Bulan mengangguk.
"Janji?" kelingking Samudra terulur--wajahnya dekat dengan mata Bulan--tampan sekali kala memperhatikan dirinya dari dekat.
Jantungnya meledak. Kupu-kupu berterbangan. Suara angin terdengar melewati hatinya.
"Enggak ada pilihan lain, 'kan?"
"Maksudnya?"
"Aku harus bisa jaga diri, jadi kuat seperti yang kamu bilang karena aku cuman bisa ini," katanya. "Jadi kuat."
"Bener, Jadi kuat demi diri kamu sendiri." Samudra mengepalkan kedua tangannya. Menatap Bulan sambil menyunggingkan senyum hangatnya lagi. Bulan bisa saja mati di awang-awang sekarang juga dengan harum melon dari pujaannya.
Bulan ikut mengepalkan tangannya. Tersenyum ke arah sang Pangeran.
"Demi Bintang juga--adik kamu--keluarga kamu," ucapnya.
"Kamu tahu Bintang? " Bagaimana bisa? Temannya yang tahu tentang Bintang hanya Cahaya dan Gemintang saja. Ah, tentu saja, dia tahu dari Gemintang.
"Saya peramal. Saya bisa tahu apapun."
"Seperti?"
"Apa hal yang paling kamu suka."
"Memangnya apa?" Tentu saja kamu.
"Mandi dua kali sehari," tawanya kemudian jahil sekali. Namun Bulan enggak bisa enggak senang kala Samudra bercanda.
Bulan memukul lengan Samudra terus-menerus. "Ih, itu 'kan hobi refleks." Bulan masih memukuli Samudra. Samudra cengengesan saja. "Kok kamu bisa tahu, sih? Kita kan beda kelas waktu itu."
Mereka berjalan lagi di koridor--sembari tertawa dan mengobrol hal-hal enggak penting--kembali menuju kelas yang mungkin sudah dimulai pelajaran berikutnya.
"Omong-omong." Samudra menepuk pundak Bulan. Sentuhan itu rasanya dingin. "Kamu berangkat bareng Gemintang? Ada apa? Apa dia macam-macam sama kamu?"
Kalau Bulan sedang meminum sesuatu, pasti ia sudah muntahkan sedari tadi--namun tunggu, jika dia bersama Samudra, hal itu tidak mungkin terjadi--Bulan tidak mau calon kekasihnya itu jijik dengannya. Cukup sekali saja. "Kamu tahu? Dia selalu macam-macam sama aku."
"Maaf."
"Kenapa kamu minta maaf, bukan kamu yang salah."
"Tapi Gemintang kembaran saya, adik saya." Nadanya pelan. "Saya minta maaf karena jadi kakak yang enggak bisa jagain adiknya untuk enggak ganggu kamu terus."
Samudra itu terbuat dari apa, sih? ASI seorang ibu dari surga dan bukannya tanah atau apa, ya? Bulan memang tidak pernah salah. Ia tidak pernah menyesal menyukai Samudra--menyatakan perasaannya--dan Bulan akan sesegera mungkin menyatakan perasaannya pada Samudra untuk kedua kalinya. Serius. Dia sudah cantik, seharusnya Samudra bisa menerimanya. Tidak ada pandangan matanya yang seperti berbicara pada waktu itu; Maaf-Bulan, kamu-hanyalah-pembantu-bagi-pangeran-seperti-saya. Tidak seperti Gemintang--yang dengan tegas mengejek dirinya terus-menerus dari dia masih kecil sampai sekarang. Aduh, si Berengsek itu!
"Kamu enggak perlu minta maaf, Dra. Aku udah bisa ngadepin Gemintang sekarang, aku mau berubah. Mau kayak Cahaya yang kuat, yang dewasa, mandiri, yang disukai semua orang." Bulan bilang. "Kamu dan Aya adalah orang yang udah bikin aku berubah jadi lebih baik, itu kenapa aku banyak terimakasih sama kalian berdua. Kamu dengan semua kebaikan kamu sama aku yang bikin aku sadar bahwa dunia itu enggak cuman diisi orang-orang jahat aja. Dan Aya yang selalu dukung aku disaat aku jatuh dan satu yang bikin aku mau nangis saat dia bilang aku temannya--sahabatnya.
"Jadi enggak perlu minta maaf atas apa yang enggak kamu lakuin, Samudra."
Kepala Samudra menempel di bahu Bulan tiba-tiba. Rasanya hangat. Hidung sang pangeran bergerak mengelusnya. Mengapa?
"Jangan begitu, Dra. Ini bisa jadi gosip kalau ada yang lihat."
"Samudra, Bulan, kalian ngapain?"
Sontak Samudra dan Bulan berhenti. Mati. Itu Cahaya dan Salma. Bisa habis diejek seharian jika mereka tahu yang Bulan suka adalah Samudra. Mau ditaruh di mana mukanya? Apalagi Cahaya pasti mengamuk karena tahu orang yang menolak Bulan itu adalah Samudra. Bulan enggak mau wajah pangerannya itu biru karena tangan kekar Aya.
"Hidung gue gatel, Sal," jawab Samudra.
"Kamu mau pilek, Dra?" tanya Aya terlihat khawatir.
"Enggak kok, Ya. Tenang aja."
"Kalau kamu mau pilek, aku bawa obat, kok."
"Enggak, Ya. Ya udah aku cabut ke kelas dulu. Udah ada Ibu Dini, 'kan di kelas?"
Salma dan Cahaya serentak mengangguk.
Bulan menghela napasnya. Mereka bertanya. "Kamu mau ikut ke kamar mandi, nggak, Lan?" tanya Aya. "Aku kebelet pipis, nih."
Bulan menangguk.
"Oke, gue duluan ya ke kelas. Enggak mungkin 'kan gue ngikut? Bisa gosong ini muka nanti."
"Iya, Dra. Mending kamu ke kelas, sebelum Salma nonjok kamu karena mesum," kata Cahaya.
Samudra tertawa kemudian pergi. Salma menginjak kaki Cahaya. Cahaya kesakitan sambil tertawa. Dan Bulan diam saja.
Mengikuti Cahaya--sahabatnya.
...
a.n
Rekomendasiin cerita komedi tapi sedih dong huhuhu :(
Omong-omong, Pas adegan Samudra-Salma-Cahaya-Bulan, saya bingung mau bikin dialognya kayak gimana. Karena Samudra sama temen itu pake kata ganti aku jadi "gue", sama pacarnya jadi "aku", sama orang yang ia deketin tapi belum jadi pacar itu jadi "saya" hahaha XD aneh banget nggak sih?
salam,
Figuran Yang Berharap Terlalu Banyak
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro