31 • Bulan dan Bintang Itu Berpasangan di Langit
Basah sudah payung yang ia bawa. Hujan mengguyurnya di malam seperti ini. Perempuan berparas ayu itu kali ini sudah lelah, mencari adiknya yang bilang ingin ke minimarket sebentar saja, namun nyatanya sang adik belum pulang ke rumah selama satu jam.
Bulan khawatir, ia berkeliling di jalanan yang ia tahu. Ingin menangis, karena Bintang adalah satu-sutunya keluarga yang dia punya. Bulan enggak mau kehilang anggota keluarganya lagi--orang yang ia cintainya lagi.
Namun saat ia memutuskan kembali ke rumahnya, karena siapa yang tahu kalau-kalau di tengah-tengah mencari Bintang--sang adik malah ada di rumah--rebahan di kasurnya yang hangat. Itukan tidak lucu. Bulan harus selalu berpikir positif.
Dan mungkin tebakannya benar. Karena rumah itu kini terdengar suara tawa yang ia kenal di antara bunyi gerimis yang membasahi rambutnya. Dan juga motor hitam besar yang terparkir di halaman rumahnya. Bulan tahu dengan jelas siapa pemiliknya.
Saat ia melangkah memasuki rumahnya, ia melihat adiknya dan laki-laki itu bermain pedang-pedangan--seperti anak kecil--sudah sekian lama Bulan tidak melihat adik kecilnya itu bermain layaknya anak laki-laki lain. Tertawa sampai tali yang ada di tenggorokan mereka putus. Bulan lega. Bintang tidak pergi meninggalkannya.
Namun cowok yang kini tergeletak di lantai karena Bintang yang mengalahkannya dalam adu pedang membuat perasaan Bulan tiba-tiba kesal. Laki-laki itu memang mirip pangerannya--Samudra--fisiknya sih mirip sekali. Tapi tidak dengan sifatnya. Aduh, Bulan ingat sekali kala dia mengejek Bulan setiap hari selama mereka di duduk bersebalahan hingga sekarang, Bulan ingat saat Gemintang pergi mengerjainya dengan bola basket atau air di danau atau apapun itu, hingga membuatnya kesakitan tubuh dan hatinya, dan Bulan ingat karena Gemintang lah yang membuat ia mendapatkan masalah setiap harinya. Itu melelahkan. Serius.
Bulan benci setengah mampus dengan sampah masyarakat ini. Bahkan sampah masyarakat mungkin adalah nama sematan yang terlalu baik baginya.
Hingga Bintang akhirnya sadar. Ia melihat Bulan berdiri memperhatikannya sedari tadi di depan pintu utama.
Bintang berlari. Menggunakan bahasa isyaratnya. "Darimana saja?"
"Dari luar, cari kamu. Kamu ke mana lama sekali perginya? Aku khawatir tahu." Bulan berkata. "katanya cuman sebentar, kamu satu-satunya yang aku punya, kamu tahu? Kalau terjadi apa-apa sama kamu bagaimana? Aku pasti nangis terus."
Bintang mengangguk. "Maaf," katanya. "Tadi aku ketemu abang itu."
"Itu kakak kamu, Bintang?" Gemintang belum sadar. "Loh, Kuda Nil?"
Malas sekali Bulan menanggapinya.
"Kok lu di sini?"
"Ini rumah aku sama Bintang."
"Lu kakaknya?"
"Menurut kamu?"
...
"Gue mau tanya sekali lagi."
"Apa?"
"Lu beneran kakaknya Bintang?" tanyanya masih sama. Berulang-ulang.
Bulan kesal sendiri jadinya menjawab pertanyaan itu. Aduh, kalau bukan karena Bintang yang senang sekali sedari tadi karena punya "teman" baru, sudah Bulan cakar wajah Gemintang yang halus itu.
"Maksud gue, adik lu 'kan ganteng masa kakaknya kayak...." Gemintang tidak melanjutkan karena mata Bulan ingin keluar dari tempatnya.
"Kalau cuman mau ngatain aku mending kamu pergi. Ini kandang aku ya, Tang. Jangan macem-macem!" awasnya.
"Loh, emang bener 'kan?" Gemintang merangkul pundak Bintang yang ada di sebelahnya. "Kamu ganteng 'kan, Bintang? Masak kakak kamu enggak terima."
Bintang mengangguk setuju. Dia melotot pada kakaknya sendiri. "Aku ganteng tahu," katanya menggunakan bahasa isyarat.
Bulan hanya tersenyum. Kecut sekali. Sialan memang.
"Abang juga," bujuknya pada Bintang agar bocah itu membuat Bulan setuju kalau Gemintang itu tampan.
"Abang Tatang juga, 'kan?"
Air liur Bulan mau keluar mendengarnya. Abang Tatang? Aduh, memang benar nama itu cocok sekali baginya. Bulan tidak bisa menahan tawa. "Iya. Abang Tatang ganteng, kok." Tidak apa bilang Gemintang itu cakep asal namanya diganti jadi Tatang.
"Kalau kamu udah gede, nanti abang ajarin caranya dapet pacar yang banyak. Dapet cewek yang banyak, Bintang!"
"Maksudnya?" Bintang belum mengerti, jelas.
Bulan menendang kaki Gemintang yang berselonjor di atas mejanya. Gemintang bukan cuma kurang ajar, tapi juga membawa dampak buruk bagi Bintang. Aduh, Bulan enggak pernah berpikir bagaimana jadinya kalau adiknya yang kecil itu bakal jadi Bajingan sama kayak Gemintang. Amit-amit!
Bulan menggerakan tangan dan jari-jarinya. Berkomunikasi dengan Bintang. "Maksudnya abang kita yang sok ganteng ini, kamu diajarin supaya punya banyak teman. Kayak angel. Asik, 'kan?"
Bintang antusias. "Beneran, Bang?"
"Iya. Nanti kamu bisa asik-asik sama mereka."
Lagi-lagi Bulan menendang kaki Gemintang. Dan melemparkan gelas plastik yang ada di atas meja ke mukanya. Tidak ada rasa takut sekarang. Bulan yang sekarang bukan Bulan yang dahulu. Lagipula ini di kandangnya.
Gemintang kesakitan. Bintang tidak mengerti. Dan Bulan menyuruh Bintang untuk membuatkan teh untuk Gemintang. Ayolah, Bulan tidak akan menyuruh Bintang menyeduh teh untuk Keparat yang satu ini kalau bukan agar bisa menyuruh si Kampret ini pulang. Karena Bintang enggak mau laki-laki bermulut lemes ini pulang. Haduh, bocah yang satu itu.
"Sampai kapan di sini?"
"Sampai Bintang tidur."
"Kenapa?"
"Apa pentingnya buat lu?"
"Enggak baik cowok malem-malem di rumah cewek, kamu tahu, 'kan?"
"Tau."
"Terus?"
"Ya gue bilang sampai Bintang tidur, Kuda Nil. Lu budeg apa gimana, sih?"
Bulan mendelik. "Jangan pernah bilang begitu."
"Bilang apa? Kuda nil? Emang kenapa? Karena lu sekarang jadi cantik?"
Benar-benar menyebalkan sekali sih orang yang satu ini. Bulan yakin, mamahnya pasti enggak tahan sama semua sikapnya. "Budeg! Kamu tahu, Bintang itu tuna rungu."
"Gue tau, Kuda Nil," katanya.
"Enggak mau minta maaf?"
"Tapi kenapa dia masih bisa dengar? Kenapa dia masih bisa ngomong sama gue?"
"Bukannya dijawab, malah nanya balik." Bulan memutarkan bola matanya. "Bintang itu tuna rungu ringan, dia masih bisa dengar meski tanpa alat bantu, dia masih bisa bicara seperti orang normal. Tapi kalau sama aku, kita berkomunikasi pakai bahasa ibu. Supaya aku tahu rasanya jadi Bintang juga. Karena aku enggak mau Bintang merasakan itu sendirian."
"Gue jadi pengen belajar bahasa isyarat."
"Untuk?"
"Bisa ngomong sama Bintang lah."
"Emang kamu siapanya?"
"Abangnya." Satu matanya mengedip. "Yang sayang sama dia bukan lu doang."
...
"Aku ngantuk."
"Kamu mau tidur, Bintang?" tanya Bulan.
Bintang mengangguk. Ia mengucek-ngucek matanya layaknya cucian basah. Kasar sekali. Kepalanya sudah tidak bisa di tahan di sofa yang ia duduki.
"Mau abang kelonin?"
Bintang tersenyum lebar. Mengangguk dengan cepat. "MAU!"
Gemintang dan Bintang beranjak dari sofa ruang tamu. Meninggalkan Bulan dengan televisi menyala sendirian. Tidak bisa dipercaya, memangnya dia pikir dia ibunya Bintang? Abang-abang, taik kucing!
Mengapa rasanya malam ini terasa panas ya? Aish, Bulan mau kipasan. Ia mematikan televisi yang menyala. Berjalan ke kamar Bintang. Memastikan bahwa Gemintang tidak melakukan apa-apa, siapa yang tahu ternyata Gemintang itu seorang pedofil? Kalau benar, Bulan tidak akan segan-segan membuat hidungnya berdarah.
Namun saat suara mulai hilang, sepi mulai datang, hujan di luar masih bisa terdengar, Bulan memeriksa kamar Bintang. Yang ia lihat adalah bocah kecil itu berpelukan hangat dengan anak laki-laki biadab di sebelahnya.
Manis sekali. Bulan tersenyum. Mendengarkan pembicaraan mereka sebelum tidur.
"Abang punya adik?"
"Punya."
"Umurnya?"
"Enam tahun."
"Seumuran sama aku?"
"Iya."
"Namanya?" Bocah itu penasaran.
"Bintang," jawabnya. Gemintang masih memeluk Bintang dengan menutup matanya.
"Aku dong?"
Kemudian Gemintang mengorok.
Satu yang ada di pikiran Bulan. Dan satu yang Bulan lakukan. Yaitu berdoa agar warga sekitar tidak menggerebek rumah Bulan karena Gemintang yang mengorok di kamar adiknya.
...
a.n
Saya mau tanya, tolong dijawab ya, saya mohon :(
Apa sifat yang kalian tahu tentang tiga karakter utama di sini sampai sejauh ini, sebutkan di masing-masing namanya ya.(contohnya baik, munafik, jahat, bajingan atau apapun itu, ya)
Bulan:
Gemintang:
Samudra:
Terimakasih.
Salam,
Anak Laki-Laki Yang Selalu Bermimpi
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro