Desa Ame
Tiga tim yang disatukan dalam kelompok ini berhasil lari dari kejaran Urashiki, tanpa pikir panjang mereka langsung menaiki perahu menuju Desa Ame, tak lupa memakai straw hat berlonceng untuk menutup menutup wajah mereka dari penduduk desa.
Markas desa Ame ada di salah satu menara tinggi.
Mereka suka bertanya-tanya kenapa desa ini hujan terus menerus tanpa henti, seperti seseorang yang selalu sedih.
"Hei hei hei hei, kenapa desa ini selalu ujan?"
Pertanyaan Hidan tidak digubris sama sekali oleh yang lain, sampai pemuda perak itu mencak-mencak dan ingin mereka menjawab pertanyaannya sambil marah-marah. Kemarahan Hidan membuat kesabaran Deidara memuncak dan membentak Hidan untuk berhenti berbicara. Di desa kecil seperti ini lebih baik jangan terlalu membuat ribut atau teriak-teriak, pokoknya jangan sampai menjadi diliatin penduduk desa. Lagipula baru pertama kalinya mereka datang ke desa ini, yang menuntun mereka ke markas adalah Zetsu.
Kisame menggendong Itachi ala bridal, di sampingnya Kakuzu, Hidan di belakang Kakuzu dan terakhir Sasori dan Deidara jalan beriringan di belakang Hidan.
Deidara bertingkah seperti itu karena dirinya terus diselimuti rasa khawatir, matanya tak bisa lepas dari Sasori, tepatnya luka di pinggang Sasori, saat di perahu Deidara sempat menutup luka itu dengan perban, sesampainya di markas Desa Ame dia berniat untuk merawat luka Sasori dengan benar.
"Tidak usah dipikirkan."
"Un ...." Deidara menarik pandangannya.
"Bagaimana dengan keadaan itachi?" tanya Sasori pada Kisame.
"Masih belum bangun."
"Ayo percepat jalannya! BASAH NIH!"
Kepala Hidan langsung menjadi sasaran pukul Kakuzu. "Diam, bodoh."
"Kah~ abis lama banget, ga nyampe-nyampe."
"Sebentar lagi sampai kok, lewat sini." Zetsu berjalan menuju menara paling tinggi ketiga di Desa Ame, di menara itu ada tangga yang melingkar mengikuti bentuk menara. "Disana ada tempat untuk berkumpul dan kamar untuk beristirahat."
"Yahooo!" Hidan berteriak riang dan lari menaiki tangga.
Kakuzu memegangi kepalanya, seketika pening, mungkin ini rasanya menjadi Yahiko saat melihat mereka bikin berisik di markas, mengurus orang bodoh memang melelahkan.Di tengah-tengah menara ada balkon yang cukup luas, balkon itu terhubung dengan ruangan untuk berkumpul, dalam ruangan itu juga ada koridor di kiri kanannya melingkar, pada koridor itu terdapat beberapa kamar kecil yang bisa digunakan untuk istirahat.
Kisame langsung membawa Itachi ke kamar, Deidara memaksa Sasori untuk duduk di kursi di ruang berkumpul itu dan membuka jubahnya paksa, terjadilah keributan di ruangan itu, sementara Kakuzu mengurusi anak bodoh berambut klimis yang tidak mau diam dan menutup mulut rapat.
"Duh duh duh ... sakit Deidara, jauhkan tanganmu dariku!"
"Danna banyak gerak, un."
"Aku saja."
"Engga, un."
Sasori mendorong kepala Deidara dengan kuat, berusaha untuk mendorong Deidara menjauh dari dirinya. Perlakuan Deidara pada lukanya malah menambah rasa sakitnya. Berhasil menjauhkan Deidara, Sasori duduk di pojok ruangan, dia membuka perban yang sudah Deidara balut ke tubuhnya.
Sasori mendumal sendiri, walaupun sudah membuat Sasori kesal Deidara tetap bersikukuh untuk merawat luka Sasori, kalau dia tidak melakukannya rasa sesal dalam hatinya tidak hilang.
"Jangan ganggu aku."
Kedua tangan Deidara terkepal erat, giginya bergemeletuk, mata birunya mulai berkaca-kaca. Deidara memukul lantai, melampiaskan perasaannya yang kini tak bisa dia ucapkan. Tangis Deidara pecah, wajahnya memerah.
Sasori terkejut melihat Deidara menangis, dia tidak pernah melihat Deidara sampai seperti ini sebelumnya, dia tak menyangka Deidara sampai seperti ini. Seharusnya Deidara tidak perlu khawatir, luka kecil ini bukan apa-apa. Dia juga terluka untuk melindungi Deidara.
Sasori tidak ingin melihat Deidara sakit, namun justru karena ketidakinginan itu dia menjadi menyakiti perasaan Deidara.
"Danna ... danna terluka karena Dei ... Dei cuman ingin merawat lukanya ...." Deidara mengusap kedua matanya menggunakan lengan jubahnya.
Tatapan Sasori melunak, lalu dia meraih tangan Deidara, Sasori menarik Deidara ke dekatnya, memeluk Deidara.
"Maaf."
💰🐼
Suara besi yang beradu dengan pukulan tangan dan juga bilah sabit mata tiga menambah keseruan pertarungan keduanya, mungkin bisa dibilang latihan, mereka tidak serius saat beradu pukul, tenaga yang dipakainya pun berbeda seperti lebih lembut namun tetap mematikan ketika terkena serangan. Keduanya nampak tidak memperlihatkan lelah sedikit, sayangnya pertarungan harus terhenti saat Hidan hampir membelah dua Konan, untungnya sabit mata tiga itu tidak sama sekali mengenai Konan dan malah tertancap ke anak tangga.
Hidan meloncat dari tangga untuk melakukan serangan terakhir pada Kakuzu, Kakuzu berhasil menghindar, pada saat itu Konan tidak jauh dari Kakuzu, sedang menaiki tangga sembari mengingat kenangan masa lalu.
Konan dan Nagato sudah sampai di Desa Ame.
"HIDAN! KAMU INGIN MEMBUNUHKU?!"
"Ahaha ... maaf,maaf."
Konan menaruh kedua tangannya di pinggang, walaupun Konan memasang ekspresi marah, cantiknya tidak pudar. Konan pun mulai memarahi Hidan, sementara Nagato lanjut menaiki tangga mendahului Konan. Di atas Nagato bertemu dengan Kakuzu.
"Ada yang ingin aku dan Zetsu bicarakan denganmu."
"Oh iya, aku belum melihat Zetsu, dimana dia?"
"Zetsu ada di balkon atas," jawabnya sembari menunjuk balkon dengan atap yang ada di belakangnya.
"Yasudah, kita akan bicara disana, aku tidak mau mengganggu teman-teman yang sedang beristirahat."
🦈🍡
Puas memarahi Hidan, Konan menaiki tangga sambil menghentak-hentakkan kaki, masih kesal dengan kelakuan Hidan, kalau menara ini runtuk karena ulahnya Konan tidak akan memaafkan pemuda berumur 22 tahun itu, kalau bisa Konan jadikan dia bungkus nasi agar lebih bermanfaat untuk sekitarnya. Kemarahan Konan langsung menyurut setelah menemukan Sasori dan Deidara yang tidur di ruang kumpul, di lantai sambil menyender ke tembok.
TIba-tiba Konan merasa fuwa-fuwa, melihat Sasori dan Deidara akrab menghangatkan hati Konan, Konan menangkup pipinya dan badannya bergerak ke kiri dan kanan saking tak kuatnya dengan kemanisan Sasori dan Deidara, Konan juga tidak percaya wajah tidur mereka berdua sangat imut, ingin sekali Konan mencubit pipi keduanya.
"Mereka seperti anak kembar ya." Setelah Konan bergumam seperti itu, dia diam beberapa detik dan berpikir sebentar, Konan pun menarik perkataannya. "Umur mereka terlalu jauh untuk dikatakan kembar," gumamnya sembari menggoyangkan tangannya.
Konan pelan-pelan menghampiri mereka berdua, lalu berjongkok di depannya. Konan menepuk paha Sasori dua kali.
"Sasori."
"Sasori."
"Apa ...?" tanya Sasori masih setengah mengantuk.
"Lukamu bagaimana?"
"Sudah sembuh berkat Dei ...." Setelah menjawab itu Sasori menunjuk ke tembok di belakangnya. "Kisame ... Itachi ... ada di kamar sana ...." Sasori pun kembali tertidur.
"Begitu ya ... terima kasih." Konan tersenyum dan menepuk pundak Sasori sekali sebagai ucapan terima kasih.
Konan berpikir sebentar, Deidara tidak bisa menggunakan jutsu penyembuhan, gimana caranya dia menyembuhkan luka Sasori? Tiba-tiba tubuh Konan menggigil, tidak mungkin Deidara mengunakan lidah di tangannya itu untuk menyembuhkan luka, bukan? batinnnya.
Sebelum mengecek keadaan Kisame dan Itachi, Konan mengelus kepala dua seniman itu dengan lembut, Konan sudah menganggap mereka sebagai anaknya. Di organisasi ini hanya Konan seorang yang perempuan, tidak ada salahnya juga menjadi sosok ibu bagi mereka semua, terlebih lagi ada satu anggota organisasi ini yang sangat susah untuk diatur, anak itu menjadi tantangan tersendiri untuk Konan.
Tok, tok, Konan mengetuk pintu kamar.
"Kisame, Itachi, aku Konan, bolehkah aku masuk? Aku ingin memastikan kondisi kalian berdua."
Konan memutar knop pintu, melangkah masuk ke dalam kamar. Konan memperhatikan Kisame dan Itachi bergantian, kedua tangan Konan ditaruh di depan dada, wajah Konan terlihat sangat sedih bercampur rasa bersalah, sepertinya menerima misi ini terlalu bahaya untuk mereka.
"Konan-san, jangan membuat wajah seperti itu, ini bukan salahmu."
"Tapi ... musuh kita ini benar-benar kuat, apakah kita bisa mengalahkannya?"
"Bagaimana ya dengan itu ... jangan khawatirkan Itachi-san, tubuhnya memang sudah lemah karena terlalu banyak menggunakan sharingan."
Ekspresi wajah Konan masih belum berubah malahan keliatan merasakan sakit yang mendalam di dadanya. Konan berjalan menghampiri ranjang, lalu dia meletakkan kedua tangannya di atas dada Itachi, kemudian Konan menggunakan ninjutsu medisnya, dia berharap dengan melakukan ini bisa membantu kondisi Itachi yang masih belum sadar.
Sudah dua menit Konan berusaha tetapi Itachi masih belum juga sadar. Konan menarik ekdua tangannya, di dalam hatinya dia berdoa agar Itachi cepat pulih. Konan merogoh dua roti kemasan dari dalam kantong yang ada di belakang punggungnya, dia memberikan roti itu pada Kisame. Konan tersenyum pilu.
"Ini untuk kalian berdua, aku akan kembali dengan membawakan air minum untuk kalian."
"Tidak usah repot-repot Konan-san."
Kali ini senyum Konan lebih lembut, kedua matanya sampai tertutup. "Tidak apa, hanya ini yang aku bisa lakukan." Konan membalikkan badan, sebelum dia keluar dia berkata, "Jaga Itachi baik-baik, kalau bisa ... cegah Itachi menggunakan Sharingan."
"Kadang Itachi-san suka memaksakan dirinya, akan aku usahakan."
Konan tersenyum, lalu keluar dari kamar. Saat berjalan menuju ruang kumpul Konan dikejutkan dengan Sasori dan Deidara yang sudah bangun dan duduk di kursi bersama dengan Hidan. Mereka bertiga yang sedang bincang-bincang juga berhenti saat melihat Konan.
"Ah ... kalian kayaknya asik mengobrol, teruskan saja."
Mereka bertiga saling lihat, lalu tertawa renyah. Konan menaikkan sebelah alisnya, ada sedikit rasa penasaran apa yang sudah mereka bicarakan tadi, tetapi melihat wajah Deidara yang memerah sampai kedua matanya berkaca-kaca, sepertinya Hidan dan Sasori menjahili si bungsu.
"Aku ingin beristirahat ya."
"Ya," balas Hidan sambil mengangkat tangan kanannya.
Konan berjalan lurus menuju koridor sebelah kanan, langkahnya terhenti saat ingat dia mau menyediakan air minum. Konan mundur beberapa langkah lalu membalikkan badannya, dia berjalan kembali menuju koridor sebelah kiri, menuju gudang.
Kelakuan Konan tadi sempat jadi tontonan, anggota organisasi ini memang tidak ada yang normal, pikir mereka bertiga.
Konan keluar dari dalam gudang sembari membawa nampan, ada lima gelas dan satu teko kaca berukuran besar di atas nampan. Pertama Konan memberikan tiga gelas ke meja di ruang kumpul dan mengisi tiga gelas itu dengan air, dan Konan pun membawakan dua gelas lainnya ke kamar peristirahatan.
"Makasih Konan~," koor mereka bertiga bak anak-anak.
☁️☁️☁️
Nagato, Kakuzu dan Zetsu masih berbincang-bincang, pertama Kakuzu mengangkat topik masalah uang terlebih dahulu, merespon topik ini Nagato hanya bisa garuk-garuk kepala, tidak tahu kenapa kepalanya langsung berdenyut, masalah ekonomi Akatsuki memang nomer satu untuk Kakuzu. Dilanjut dengan memberikan informasi tentang musuh mereka, ciri-ciri yang disebutkan Kakuzu membuat Nagato semakin yakin, yang mereka lawan ini adalah Klan Otsutsuki, dan musuh mereka bisa menggunakan jutsu yang berhubungan dengan dimensi dan waktu?
"Kalau begitu kita tunggu Yahiko dan Obito sampai di sini, selanjutnya kita pikirkan strategi untuk melawannya."
Zetsu mengangkat tangan kanannya setara dengan kepala. "Mungkin dengan ritual Hidan kita bisa membunuhnya?"
Nagato ragu. "Masalahnya itu mengambil darahnya."
"Nagato."
"Apa Kakuzu? Kamu sudah memiliki ide?"
"Gunakan kami sebagai pion, jangan khawatir dengan kita bisa menang atau tidak melawannya."
Nagato terbelalak. "Aku tidak berpikir seperti itu, sebisa mungkin ... aku tidak mau mengorbankan kalian ...."
"Lebih baik salah satu dari kita pergi daripada dia berhasil membunuh kita semua."
"Aku setuju dengan Kakuzu."
Nagato memandang tak percaya, perkataan Kakuzu memang ada benarnya tetapi hati kecilnya tidak ingin ada yang mati hanya untuk mendapatkan kemenangan. Nagato membalikkan badan, lalu bilang pada Kakuzu jika mereka akan membicarakan ini lagi setelah Yahiko dan Obito datang. Nagato pergi menuruni tangga.
Kakuzu hanya bisa menghela nafas panjang melihat reaksi Nagato soal tadi. "Mereka bertiga masih naif."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro