Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 20 { Your Happiness is My Priority }

Senandung bahagia yang di gumamkam sang gadis musim semi terdengar mengalun merdu diantara hangatnya mentari pagi itu. Ia nampak begitu bahagia karena bisa pulang lebih awal dan sudah tak sabar ingin mengejutkan Itachi.

Saat tangannya akan menyentuh gagang pintu, Sakura seketika di buat terkejut dengan tangisan bayi di dalam rumah itu, "Putraku sepertinya bisa merasakan kehadiranku," Gumamnya sembari membuka pintu itu dengan senyum bahagianya.

"Waah anak kaasan sepertinya bisa ..." Ucapannya seketika terhenti begitu melihat sosok Izumi tengah berdiri di tengah ruang tamu. Manik emeraldnya kini melihat pada putranya yang tengah ia gendong dan tenangkan.

Dengan tatapan begitu kesal Sakura pun menghampirinya dan mengambil anak itu, "Apa yang kau lakukan di sini shannaro!"

Izumi nampak begitu panik terlihat langsung menggeleng sembari menuliskan sesuatu dan menunjukannya pada Sakura.

Shikamaru-san tadi di panggil pulang karena Shikadai rewel. Jadi aku di suruh menggantikannya.

Sakura pun nampak mengernyit, karena tidak percaya sepenuhnya dengan apa yang di katakan oleh Izumi. Saat ia akan naik ke kamarnya, sang sulung Uchiha tiba-tiba keluar dari kamar mandi dengan ekspresi bingungnya, "Sakura? Kenapa kau pulang sekarang?"

Ia yang masih kesal dengan keadaan ganjil itu nampak berpaling, mengabaikannya sembari mendengus kesal dan naik ke atas. Itachi yang tak ingin menambah masalah yang bisa memantik amarah sang gadis musim semi pun segera menyuruh Izumi pulang lalu menyusulnya.

"Sakura," Panggilnya sekali lagi begitu tiba di kamar itu. Namun, gadis itu tak menoleh sedikitpun dan malah sibuk menimang sang bayi. Perlahan ia pun memberanika diri untuk mendekat dan memeluknya dari belakang, "Gomen-nee," Bisiknya.

Sakura yang merasa tak nyaman dengan apa yang di lakukannya, nampak berulangkali mencoba melepas pelukannya namun sulung Uchiha itu tak membiarkannya, "Aku bersumpah aku tidak tahu kalau Izumi di sini Sakura,"

"Jangan pernah berani membohongiku shannaro. Kalau kau tidak tahu dia ada di sini kenapa kau mandi sepagi ini hah? Pasti kau sudah melakukan hal yang tidak-tidak dengannya," Ucap sang gadis musim semi dengan nada gemetar, menahan lonjakan rasa sakit pada hatinya.

Itachi pun menghela pelan lalu beranjak mengambil secarik surat di meja rias, "Daimyo memanggilku pagi ini untuk menandatangi surat pengunduran diri jadi aku bersiap lebih awal,"

"Pengunduran diri?" Ulangnya sembari mengambil kertas itu lalu duduk di sisi ranjang, "Kau mengundurkan diri menjadi hokage? Tapi kenapa?"

"Ada banyak alasan dan aku tidak bisa mengatakannya satu persatu,"

Sang gadis musim semi nampak termenung, memikirkan alasan apa saja yang bisa membuatnya mengambil keputusan besar ini dalam waktu singkat. Dan tiba-tiba lamunannya buyar saat anak dalam gendongannya menangis dengan keras seperti ada yang membuatnya merasa tak nyaman, "Waaaa!"

"Ya ampun, kau membuat kaasan kaget shannaro," Ucapnya sembari berdiri menimang lagi anak itu, "Kau sudah memberinya susu?"

"Seingatku sudah,"

Mendengar jawaban acuhnya Sakura semakin merasa ada sesuatu yang ganjal. Namun, ia terus berfikir positif mungkin Itachi masih terkejut dan masih beradaptasi dengan keberadaan putranya yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya. Perlahan ia membaringkan bayi itu lalu memberikannya dot, "Anata tolong jaga dia sebentar. Sepertinya ia haus, aku akan membuat susu dulu,"

"Hmm,"

Setelah mengecup kening anak itu, ia nampak segera bergegas turun ke dapur. Helaan napas kesal seketika menyentak udara dingin di dapur yang cukup berantakan seperti kapal pecah itu, "Haah mattaku, kenapa dia jadi pemalas seperti ini," Gumamnya sembari menyingsingkan lengan pakaiannya.

Sembari menunggu botol susu itu di panaskan, Sakura terlihat membereskan dapur itu dengan cepat. Ia benar-benar tak menyangka Itachi akan berubah drastis ketika ia tidak ada di sisinya. Saat ia tengah menyiapkan sarapan, pintu halaman belakang tiba-tiba terbuka dan menampakan sosok Shikamaru yang terlihat menguap lebar dengan wajah kelelahan.

"Hoaaa ... Ehh? Sakura? Kenapa kau ada di sini?" Tanyanya sembari berjalan mendekat dan meletakan barang belanjaan di meja pantry.

"Nee, Tsunade-sama memperbolehkanku pulang lebih awal. Lalu kenapa kau ada di sini?"

"Semenjak kau pergi, Itachi memintaku menggantikan posisimu di rumah ini. Temari bahkan sampai malas mengomeliku dan hampir mengusirku, mendokusaina,"

"Ya, ampun. Aku minta maaf atas namanya nee,"

"Hmm, ya aku sudah kebal dengan omelan Temari jadi kau jangan merasa tak enak. Oh ya, dimana Izumi? Aku tadi memintanya untuk berjaga sebentar,"

"Dia sudah pulang," Jawabnya dengan acuh sembari mengibaskan kain yang baru di cucinya, "Shikamaru, jika aku tidak ada di sini tolong jangan bawa dia ke rumah,"

"Kenapa? Toh dia tidak berniat macam-macam di sini,"

"Tidak apa, aku hanya ingin menjaga apa yang harus ku jaga,"

Pria Nara itu nampak mengangguk mengerti sembari menguap lebar. Saat ia tengah menyiapkan susu, Itachi terlihat turun sembari menggendong bayi itu dan langsung memberikannya pada Shikamaru, "Aku sudah terlambat. Aku pergi dulu," Ucapnya sembari mengecup pipi Sakura.

"Kau tidak ingin mencium anakmu?" Celetuk Shikamaru.

Itachi seketika melayangkan tatapan kesalnya pada sang pria Nara yang malah menyunggingkan senyum menyebalkannya dengan tatapan meledek, "Aku sudah melakukannya di atas. Sudah aku pergi dulu,"

Mendengar itu entah kenapa hati sang gadis musim semi tiba-tiba terasa sakit. Walau ia terus mencoba berfikiran baik dengan sikapnya. Hatinya terus saja merasa kalau Itachi seperti tidak menyukai bayi itu. Tanpa banyak berbicara ia pun segera mengambilnya dari gendongan Shikamaru lalu membawanya ke halaman belakang untuk menyusuinya.

Walau manik emeraldnya terlihat menatap lekat bayi itu. Fikirannya ternyata tengah melanglang jauh, hingga ia tak menyadari sosok Neji yang tiba-tiba sudah ada di sisinya, "Ekhem!"

Dengan begitu terkejut ia menoleh pada sang pria Hyuga, "Aku mencarimu di seluruh sisi rumah sakit. Kenapa kau tidak bilang akan pulang lebih awal?"

"Aku ingin membuat kejutan," Ucapnya sembari tersenyum tipis, lalu bergeser. Mempersilahkannya untuk duduk di sisinya.

"Seharusnya kau bahagia saat memberi kejutan, tapi kenapa kau malah murung seperti ini?"

"Hmm mana ada, aku sangat bahagia sekarang. Aku benar-benar bahagia sampai air mataku sulit untuk di tahan,"

Helaan napas pelan yang di hembuskan pria Hyuga itu cukup menggambarkan bagaimana rasa kesal pada hatinya, karena Sakura tak pernah mengatakan masalah atau rasa sakitnya pada siapapun. Ia yang tak ingin menambah suasana canggung itu pun nampak bergeser lebih dekat dengannya dan untungnya Sakura tak menyadari kenekatannya,  "Aku benar-benar masih tidak percaya kalau Itachi bisa membuat anak,"

Celetukan pria Hyuga itu seketika membuat Sakura menoleh dengan sorot bingungnya, lalu tiba-tiba ia terkekeh kecil dan membuat hati pria Hyuga itu berdesir juga menghangat seperti di masa lalu,  "Pfft setelah melihat bagaimana ganasnya dia kau masih tidak percaya dia bisa membuat anak shannaro?"

"Hmm memang sangat sulit ku cerna dengan akal sehat. Mungkin aku harus membenturkan kepalaku dulu,"

"Hihi kau ada-ada saja,"

Neji nampak menyunggingkan senyum langkanya saat sang gadis musim semi terkekeh kecil. Kenangan indah saat mereka bersama dulu tiba-tiba kembali terngiang dan membuat senyumnya semakin lebar, karena ia merasa seperti ada kupu-kupu yang menggelitik di dalam perutnya. Saat ia tengah menatap lekat sang gadis musim semi untuk memastikan tidak ada luka lain pada dirinya, Neji seketika di buat kecewa saat melihat memar memanjang di sekitar lehernya.

Tanpa di sadari tangannya tiba-tiba terulur, menyentuh bekas luka itu hingga Sakura menjengit kaget, "Neji?"

"Maaf, aku hanya penasaran dengan bekas luka itu. Apakah Junichi yang melakukannya?"

"Hmm, dia hampir melemparku dari langit saat mendengarku menyebut nama Itachi,"

"Kurang ajar, dia harusnya di beri pelajaran yang setimpal Sakura,"

"Itachi sudah memberikannya pelajaran berharga dan aku yakin dia tidak akan mendekatiku lagi," Jawabnya dengan begitu cepat, membuat jengitan rasa sakit pada hatinya terasa.

Kekecewaan dalam hatinya sontak membuat Neji memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia benar-benar tak menyangka, gadis yang selama ini selalu meminta bantuan juga mengandalkannya kini telah menemukan sosok lain yang bisa menggantikan perannya. Setelah hatinya tenang pria Hyuga itu kembali menatapnya dengan hangat.

"Syukurlah. Oh ya, apa aku boleh menggendongnya?"

Sakura seketika mengernyit tak percaya mendengar permintaannya. Seingatnya Neji adalah pria yang tak pernah suka di dekati anak kecil. Namun, kini ia malah meminta bahkan mengulurkan tangannya secara langsung untuk menggendong putranya. Ia benar-benar tak mengerti, apakah ini sebuah keajaiban atau sebuah perubahan yang tak pernah ia sadari dari pria Hyuga itu.

Dengan begitu hati-hati ia pun menyerahkan bayi itu padanya dan diam-diam memperhatikan bagaimana ekspresi Neji yang terlihat begitu senang bermain dengannya. Pemandangan ini begitu berbeda dengan apa yang ia lihat pada Itachi tadi pagi, yang terlihat begitu dingin dan kaku pada putranya sendiri.

"Dia sedikit ringan, berapa usianya sekarang?"

"Itachi bilang dia berusia 6 bulan,"

"6 bulan?" Ulangnya sembari mengernyit penuh curiga. Seingatnya Sakura kehilangan bayinya saat usia kandungannya memasuki bulan ke-6, jika ia melahirkan prematur mungkin putranya hari ini akan berusia 10 atau 11 bulan. Namun, entah kenapa Itachi malah mengatakannya umurnya semuda itu.

"Nee kenapa?"

"Tidak apa. Oh ya Sakura, siapa namanya? Apa kau sudah memikirkannya? Aku tidak enak jika harus memanggilnya bocah atau anak dari Itachi kan?" Alihnya agar Sakura tidak curiga kalau ia tengah mengamati kejanggalan pada bayi itu.

"Uhmm aku sudah memikirkannya tapi Itachi belum mengizinkanku menggunakannya," Jelanya membuat Neji melayangkan tatapan bingungnya, "Kenapa?"

"Katanya tetua kuil yang akan memberinya nama, kalau tidak ia akan terus di rundung kesialan,"

"Pffft dia masih percaya mitos seperti itu? Sakura kita berada di zaman yang sudah maju, hal yang seperti itu sudah banyak di tinggalkan. Lebih baik kau gunakan namanya sekarang, anak ini juga sudah mulai besar,"

"Tapi ..."

"Coba kau sebutkan ingin menamainya siapa? Jika Itachi marah akan hal ini aku akan mencekiknya," Ucapnya membuat gadis itu terbeliak kaget dan meninju bahunya, "Memangnya kau berani mencekiknya shannaro? Yang ada kau yang akan di kremasi duluan kalau bertindak kurang ajar padanya,"

"Hmm dia sahabatku, tentu saja aku berani. Ayo cepat katakan siapa namanya,"

Sakura nampak terdiam beberapa saat karena ragu sekaligus bimbang. ia tidak berani melawan perintah Itachi namun hatinya juga tidak sabar menanti lebih lama lagi, untuk menggumamkan nama yang akan mengikat mereka dengan kasih sayang seumur hidup. Netra emeraldnya kini menatap lekat pada manik mata sang bayi yang begitu mirip dengannya.

Seolah berbicara dengan isyarat mata, Sakura merasa jika bayi itu juga ingin segera mendengar namanya. Dengan penuh kelembutan ia mengelus rambut sehitam malamnya dengan tatapan berkaca-kaca, "Namanya ..."

"Sakura," Panggilan itu seketika membuyarkan suasana hangat nan mengharukan itu.

Manik emeraldnya seketika terbelalak begitu melihat Itachi dan dua orang anbu di ambang pintu halaman belakang itu. Ia pun segera berdiri dengan sorot penuh tanya saat sang sulung Uchiha mendekat, "Ibiki-sama menunggumu di ruang tamu untuk meminta keterangan tentang Junichi,"

"Nee aku akan segera ke sana,"

Saat Sakura akan mengambil bayi itu, Itachi tiba-tiba merentangkan sebelah tangannya, "Neji dan aku akan mengurusnya. Kau fokus saja membuat keterangan,"

"Aku bisa mengurusnya sembari membuat keterangan Itachi. Kau tidak perlu khawatir kalau aku akan membuat kesalahan," Ucapnya sembari mengambil dan menggendong bayi itu dengan erat.

"Dia pasti rewel Sakura. Biar aku saja yang mengurusnya," Bujuknya sembari mencoba mengambil bayi itu, namun Sakura buru-buru berbalik memunggunginya, "Tidak apa. Aku sudah biasa menenangkan bayi yang rewel,"

Itachi seketika menghela napas pelan, mengulur kembali kesabarannya saat melihat sifat Sakura yang lebih keras kepala dari sebelumnya. Saat ia akan membujuknya lagi Neji tiba-tiba menahan pundaknya dengan tatapan yang begitu datar, hingga membuat kekesalannya semakin bertambah besar.

"Sakura sudah terpisahkan cukup lama dari putranya. Biarkan dia mencurahkan semua kerinduan juga kasih sayangnya sekarang," Ucapnya dengan nada penuh penekanan membuat sang gadis musim semi menoleh.

"Anak-anak hanya bisa mengacau saja Neji. Kau tidak akan mengerti karena kau tidak pernah melihatnya sendiri,"

Pria Hyuga itu terlihat begitu kesal saat Itachi menghempaskan tangannya dengan kasar. Saat ia akan mencoba mengambil bayi itu lagi, Neji tiba-tiba menarik bahunya dan mencengkram kerah kimononya hingga membuat para anbu bersiaga dengan senjatanya, "Siapa sebenarnya dirimu hah!"

"Beraninya kau bersikap kurang ajar padaku Hyuga!" Teriak baliknya sembari melepaskan tangan pria itu dan merapikan lagi pakaiannya, "Bawa dia pergi sekarang!"

Saat para anbu itu akan memeganginya, Neji buru-buru mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan mereka, "Aku akan pergi sendiri. Tapi sebelum itu katakan siapa dirimu?"

"Apa maksudmu? Aku masih Itachi yang sama,"

"Itachi yang ku kenal tak seegois dan sekeras ini,"

"Sepertinya kau lupa kalau keadaan bisa merubah seseorang Neji,"

"Keadaanmu baik-baik saja sekarang. Apa lagi yang kau khawatirkan hah?"

"Ada banyak yang ku khawatirkan dan kau tidak perlu ikut campur,"

"Apa ..."

Neji seketika menghentikan ucapannya saat melihat Sakura menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan agar ia diam dan tak memperpanjang perdebatan itu. Sembari mendecih kesal ia pun pergi dari sana, membuat sang sulung Uchiha memancarkan sorot dinginnya seperti mengajak perang dalam diam.

Sakura yang masih belum berani berbicara pun nampak menatap lekat sosok Itachi di hadapannya. Perasaan hatinya kini menyetujui ucapan Neji yang menyatakan jika sang sulung Uchiha telah berubah menjadi lebih egois, seperti seseorang yang tengah cemburu dan hanya ingin apa yang menjadi miliknya tetap berada di genggamannya tanpa tambahan atau pengurangan apapun.

Ia yang begitu penasaran dengan apa yang sebenarnya mengganggu ketenangan hatinya pun mulai memberanikan diri untuk mendekat dan menyentuh pundaknya, berharap sulung Uchiha itu mau menjelaskan apa yang membuatnya berubah seperti ini, "Anata,"

"Ibiki-sama sudah menunggumu, cepatlah masuk," Ucapnya tanpa menoleh sedikitpun, membuat Sakura terbungkam tak bisa mengatakan apapun karena khawatir akan menambah emosinya.

Ia pun segera menarik kembali tangannya dan memeluk bayi itu sembari berjalan pergi dari sana. Sai yang melihatnya sudah masuk pun segera keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri sang sulung Uchiha, "Neji sepertinya mulai curiga, lebih baik kita mengatakannya saja. Aku yakin dia bisa menjaga rahasia,"

"Tidak boleh ada yang tahu tentang masalah ini walau itu hanya hembusan angin. Semakin tertutup masalah ini maka akan semakin lancar usaha kita untuk mengembalikan bayi itu,"

"Kau yakin tidak akan mengadopsinya? Anak itu sepertinya cukup berbakat,"

"Walau dia berbakat, aku tetap tidak bisa memberikan namaku atau nama klan Uchiha padanya karena dia bukan darah dagingku,"

Sai seketika terdiam dengan penjelasannya karena ia tidak ingin kehilangan pekerjaannya, hanya gara-gara mendebat sulung Uchiha itu. Ia pun segera berlutut di sisinya sembari menundukan kepala, "Kalau begitu berikan aku kesempatan untuk mengambil anak itu," Ucapnya membuat Itachi seketika menoleh dengan tatapan dinginnya.

"Kenapa kau tiba-tiba ingin ikut andil dalam hal ini?"

"Aku hanya tidak senang melihat Sakura harus terus hidup dalam kebohongan,"

"Aku juga tidak senang dengan kebohongan ini tapi mau bagaimana lagi?" Ucapnya sembari menghela pelan, "Sakura adalah bagian dari hidupku, aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Aku ingin dia selalu ada di sisiku,"

"Walau dia ada di sisimu, jika jiwa atau hatinya tak mendampingimu untuk apa Itachi?" Tanya Asuma yang tiba-tiba ada di belakang Sai.

Itachi pun segera menoleh dengan sorot bingungnya, "Apa maksudmu?"

"Sebelum kau melakukan ini, apa kau pernah berfikir apa efek kedepannya nanti Itachi? Apa yang akan Sakura lakukan jika anaknya tiba-tiba menghilang atau bagaimana jika dia mendengar semua kebenaranya dari orang lain? Apa kau bisa menjamin Sakura akan tetap bertahan denganmu? Apa ia akan menjadi sosok Sakura yang sama seperti sekarang?" Tanyanya membuat sulung Uchiha itu terdiam beberapa saat, lalu duduk di sebuah bangku.

Asuma yang melihat kesempatan untuk melunakan kekerasannya pun perlahan duduk di sisinya bersama Sai, "Sebelum semuanya terlambat kau harus mengatakan yang sejujurnya pada Sakura. Setidaknya itu bisa menjaga hatinya agar tidak terlalu hancur nanti,"

"Tidak ada salahnya kau mengadopsinya Itachi. Sakura sekarang tidak bisa memberimu keturunan, siapa yang akan menjadi penerusmu kalau bukan anak itu? Toh masyarakat juga tidak akan menyadarinya karena ia begitu persis dengan kalian,"

"Tumben kau ada benarnya Sai," Celetuk Asuma membuat mayat hidup itu tersenyum bangga dengan ucapannya sendiri.

Itachi pun menghela pelan lalu bersandar pada bangku itu sembari memejamkan matanya, "Aku akan memikirkannya lagi,"

*****

Riak tawa bahagia di kediaman utama Itachi senja itu, membuat sang empu yang akan masuk menghentikan langkahnya. Seingatnya ia sudah menahan jadwal pertemuan atau kunjungan para tamu yang akan menemuinya bulan ini, tapi kenapa masih ada yang berkunjung?

Perlahan ia membuka pintu itu dan sedikit terkejut melihat beberapa pasang alas kaki berjajar rapih di sana. Saat ia melangkah masuk manik onyxnya seketika menatap datar pada beberapa orang yang tengah berbincang bahagia di ruang tamunya. Sang gadis musim semi yang merasakan kehadirannya pun segera menoleh lalu tersenyum dengan canggung, karena ia merasa bersalah sekaligus tak enak telah membiarkan rekan-rekannya berkunjung tanpa seizinnya.

"Aku tidak menyangka kalian akan datang kemari," Ucapnya membuat aktifitas di sana terhenti, mereka serempak menoleh pada Itachi dengan canggung.

Ino yang merasa paling bersalah karena membeberkan rahasia jika putranya Sakura telah kembali pun segera memalingkan wajahnya ke arah lain sembari menutupinya dengan sebelah tangan. Sakura yang khawatir ia akan marah pun segera menggendong bayinya dan menghampiri Itachi dengan begitu gugup, "Anata, mereka begitu bahagia saat mendengar putra kita telah di temukan dan tak bisa menahan diri untuk merayakannya. Jadi maafkan mereka,"

"Nee, kami hanya begitu senang pada akhirnya Sakura dan putranya bisa kembali berkumpul bersama kita," Tambah Lee dengan senyum bahagianya.

Mendengar Itachi yang menghela pelan lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun membuat suasana semakin canggung. Kiba pun terlihat segera berdiri dari tempatnya bersama yang lain, "Sakura sepertinya kami datang di waktu yang tidak tepat. Kami permisi dulu nee,"

"Uhmm ia, maafkan Itachi juga mungkin ia sedang banyak fikiran sekarang,"

"Nee tidak apa kami mengerti,"

Saat mereka akan beranjak pergi, sang sulung Uchiha tiba-tiba kembali sembari membawa dus berukuran sedang, "Kalian mau kemana?"

"Uhmm sepertinya kita datang di waktu yang tidak tepat dattebayo. Jadi kami akan pulang,"

"Pfft kalian ini bicara apa?" Ucapnya sembari berjalan memasuki ruang tamu lalu meletakan dus itu di atas meja, "Kalian datang di waktu yang sangat tepat. Sake dari Iwa yang legendaris itu baru saja tiba, ayo cobalah,"

Mereka seketika melempar tatap satu sama lain dengan senyum terkembang. Ino, Kiba, Tsunade, Lee hingga Yamato nampak langsung berebut minuman kalangan elit yang langka itu, "Sungguh ini untuk kami?" Tanya wanita pirang itu.

"Nee, masih ada banyak di dalam. Kalian tidak perlu berebut,"

"Anata ini ..."

"Kadar alkoholnya rendah, mereka tidak akan mabuk walau minum 4 botol," Ucapnya sembari menarik tangan sang gadis musim semi untuk duduk di sisinya. Lalu mengambil bayi itu dan mendudukannya di pangkuannya, "Apa kau sudah makan hmm?" Tanyanya membuat bayi itu berteriak girang sembari meninju-ninjukan tangannya di udara.

"Dia baru saja minum dua botol susu," Ucap sang gadis musim semi sembari merangkul tangan Itachi dengan perasaan yang begitu bahagia, karena merasa sulung Uchiha itu mulai bersikap hangat pada putranya.

"Dua botol? Botol besar itu?"

"Hmm selera makannya begitu besar, aku benar-benar terkejut tadi saat melihatnya meminum susu itu dengan begitu cepat,"

Manik onyxnya kini kembali menatap pada rekan-rekannya yang mulai kembali bernyanyi, menari hingga melakukan hal konyol untuk merayakan kebahagiaan semu itu. Ia benar-benar bingung sekarang bagaimana harus memisahkan Sakura jika semua temannya sudah tahu tentang bayi ini.

Jika ia tiba-tiba menghilang mereka bisa saja langsung membantunya mencari dan menemukannya dengan lebih cepat. Atau kemungkinan terburuknya ada salah satu dari mereka yang menyadari dan memantik api kecurigaan pada diri Sakura seperti yang tidak sengaja di lakukan Neji tadi.

Saat ia tengah melamunkan apa yang harus ia lakukan, tangan kecil itu menyentuh pipinya hingga Itachi sedikit terkejut. Senyuman manis pada bibir mungilnya yang terapit pipi chubbynya entah kenapa membuat hatinya kembali merasakan kehangatan yang tidak biasa.

Gumaman tidak jelas yang di iringi tawa bahagianya saat memainkan pin rumbai yang tersemat pada bagian dada kiri kimononya, membuat hatinya kini merasa begitu tertarik pada bayi itu. Tanpa di sadari ia menyentuh lembut pipinya lalu mengecup keningnya, hingga membuat sang gadis musim semi terkejut dan merasa semakin bahagia.

Jam demi jam berlalu, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Seluruh rekannya nampak sudah pulang ke rumah masing-masing dan Itachi sudah kembali pada kesibukannya di ruang kerja. Saat ia akan mengambil sebuah dokumen, pintu ruang kerjanya tiba-tiba terbuka dan menampakan sosok sang gadis musim semi yang terlihat lebih cantik sekaligus sexy karena hanya memakai kaos tipis juga celana pendek di atas lutut.

"Pekerjaanmu belum selesai?" Tanyanya sembari berjalan mendekat lalu duduk pada lengan kursinya sembari memijat bahunya.

"Hmm, aku harus mengerjakan pekerjaan terakhirku sebelum menyerahkan posisi Hokage pada Kakashi,"

"Souka, oh ya. Neji bilang putra kita sudah besar dan tidak baik menunda namanya, jadi ..."

"Jika kau ingin menamainya sekarang, namai saja. Aku tidak akan perduli," Ucapnya sembari bangkit berdiri dengan cepat, lalu pergi ke arah rak buku.

Sakura yang sudah mulai kesal dengan tingkahnya yang selalu berubah-ubah pun segera menghampiri sulung Uchiha itu dan menarik bahunya, hingga mereka berhadapan, "Apa yang kau katakan shannaro! Bagaimana bisa kau tidak perduli akan hal ini? Dia putramu Itachi, dia darah dagingmu. Kau tidak bisa mengabaikan segala sesuatu tentangnya sekarang!"

Gemertak kekesalan yang terdengar dari mulutnya membuat Sakura mulai sedikit takut, kalau-kalau ia marah kembali seperti hari itu. Saat ia menutup bukunya dengan kencang, gadis musim semi itu perlahan mundur hingga punggungnya menyentuh dinding.

"Dia bukan putra kita, Sakura. Dia bukan darah dagingku," Ucapnya dengan setengah bergumam sembari tertunduk.

"Apa yang kau katakan?"

Itachi yang tidak bisa mengulang perkataan menyakitkan itu lagi pun, segera bergerak ke sisinya dan memeluknya, "Tolong maafkan aku. Aku benar-benar bingung harus bagaimana sekarang. Semua ini sangat sulit ku cerna,"

Sang gadis musim semi yang kini salah paham dengan kebimbangannya nampak tersenyum dan balik memeluknya, "Kehadiran Aito memang membuat kita kebingungan. Namun, seiring berjalannya waktu kita pasti bisa beradaptasi Itachi-kun,"

"Aito?" Ulanganya sembari melepas pelukannya dan menatap sang gadis musim yang langsung mengangguk pelan dengan senyum manisnya.

"Nee aku sangat ingin memberinya nama Aito karena dia akan menjadi anak kesayangan kita,"

Itachi seketika terdiam saat melihat sorot bahagia sekaligus penuh harap dari manik emeraldnya. Hatinya benar-benar merasa tak tega jika harus mengatakan fakta yang sesungguhnya tentang anak itu. Mungkin kali ini ia akan mencoba untuk berani menerimanya demi kebahagiaan Sakura.

Sembari tersenyum tipis Itachi pun mengangguk dan membuat gadis itu melompat senang pada pelukannya, "Arigatou nee, kau benar-benar telah membuatku sangat bahagia,"

"Hmm, aku akan melakukan apapun agar kau selalu bahagia," Ucapnya sembari mengecup keningnya.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: #sakura