Bab 18 { Trying to Reach the Light }
Kilauan perhiasan emas dan perak yang terjajar rapih pada meja rias di kamar itu, nampak tak menarik minat sang gadis musim semi. Juntaian berbagai macam warna kimono yang terbuat dengan bahan dasar sutra, yang di tunjukan oleh beberapa pelayan di rumah besar itu juga tak di lirik sedikitpun olehnya. Karena fikiran juga hatinya masih terpaut pada Itachi.
Ia benar-benar begitu khawatir dengan keadaannya sekarang. Ia juga merasa begitu bersalah karena sudah bertindak egois dan meninggalkannya begitu saja, di saat perasaan dalam hati mereka mulai kembali bersemi. Andai Itachi bisa memutuskan atau meminta waktu lebih untuk menentukan pilihannya, mungkin ini semua tidak akan terjadi.
Sakura yang merasa begitu sesak dengan perasaannya pun tiba-tiba berdiri dari tempatnya dan membuat para pelayan itu tertunduk, karena takut berbuat kesalahan, "Sakura Hime ..."
"Aku ingin sendiri, tolong keluarlah," Ucapnya sembari perlahan berjalan ke teras balkoni.
Hembusan angin yang terasa cukup dingin saat ia membuka pintu kaca itu membuat air matanya terasa kembali membeku. Manik emeraldnya kini menatap lekat pada hamparan awan di sekitar halaman luar. Ia benar-benar masih tak percaya kalau Junichi bisa membangun rumah besar ini di atas langit perbatasan Konohagakure, hanya untuknya.
"Ohayo," Bisik sebuah suara yang membuatnya tersentak kaget dan langsung berbalik.
Gadis musim semi itu seketika terbelalak melihat Junichi sudah ada di belakangnya dengan pakaiannya yang lebih rapih dari beberapa saat lalu, "O ... Ohayo," Jawabnya dengan begitu ragu, sembari melirik pada tangan kanan Junichi yang tersembunyi di balik punggungnya.
"Tidurmu nyenyak?" Tanyanya lagi yang membuat gadis itu segera mengangguk pelan, agar sifat gilanya tidak keluar.
Netra ungunya kini terlihat menatap Sakura dari ujung kepala hingga kaki dengan begitu intents. Hingga membuatnya tak nyaman, "Apa kau tidak suka dengan pakaian juga perhiasan itu?"
"I ... itu ... itu terlalu mewah, aku tidak terbiasa memakai yang seperti itu,"
"Oh ya, aku lupa seleramu bukan yang seperti itu," Ucapnya sembari berjalan mendekat hingga Sakura terpojok, "Tapi sekarang kau adalah calon istriku dan harus terbiasa dengan gaya hidupku. Bagaimana ya?"
Sakura pun segera memalingkan wajahnya ke arah lain saat wajah pria itu semakin dekat dengannya, "A ... Aku akan mencoba menyesuakan diri,"
"Bagus, oh ya aku lupa. Ini untukmu,"
Manik emerald gadis itu seketika terbeliak begitu Junichi menyodorkan seekor kelinci putih yang ia sembunyikan di balik punggungnya sedari tadi, "Ini?" Tanyanya sembari mengambil hewan berbulu itu dengan hati-hati.
"Nafsu makanmu sangat rendah, aku fikir jika kau makan ini kau akan menjadi lebih lahap,"
"Hah? A ... Aku tidak mungkin memakannya,"
"Kenapa? Apa dia terlalu kecil?"
"Bukan, dia sangat lucu dan aku tidak bisa memakan sesuatu yang lucu," Alasannya yang sedikit aneh membuat Junichi mengernyit dalam sembari bersedekap, "Dia lucu? Dimana letak lucunya?"
Rasa senang karena telah menemukan mahluk hidup lain yang terasa lebih hangat dari orang-orang di sekitarnya, membuat Sakura tiba-tiba lupa akan rasa sedihnya dan malah menunjukan senyum termanisnya saat mengelus kelinci itu, "Bulunya sangat halus juga tebal, itu sangat lucu. Pipinya yang gembul juga membuatnya terlihat manis. Lalu mata merahnya ..."
Junichi seketika melayangkan tatapan tajam dengan aura mengerikannya saat Sakura mengatakan warna yang begitu ia benci di dunia ini. Untung saja Sakura sigap dalam situasinya sekarang hingga ia bisa membuat alasan dengan cepat, "Mata merahnya seperti buah ceri, Junichi apa kau tahu aku sangat menyukai buah itu?"
"Ceri?" Ulangnya dengan tatapan yang tak begitu meyakinkan.
"Hmm, apa kau juga tahu ceri dari Suna itu yang paling enak. Rasanya sedikit masam namun membuatku merasa segar,"
"Hmmm, aku akan menyuruh para pelayan mencari buah itu. Sekarang apa kau bisa kembalikan kelinci itu?" Tanyanya membuat Sakura mengernyit bingung, "Kenapa?"
"Aku akan mengganti matanya agar kau tidak tergila-gila dengannya,"
"Walau aku tergila-gila pada kelinci ini, tidak ada yang bisa menarik hatiku selain ..."
"Selain?"
Bayang wajah Itachi yang tiba-tiba tergambar pada tirai di belakang Junichi seketika membuat manik emeraldnya berkaca-kaca. Perasaan curiga Junichi seketika teralihkan saat gadis itu tersenyum dengan sorot mata yang begitu bahagia, "Dirimu,"
Junichi yang mengira perkataan itu untuknya seketika tersenyum lebar, hingga gingsulnya terlihat. Ia juga dengan cepat memeluknya hingga Sakura tersentak kaget, "Arigatou nee, aku tak menyangka kau akan menambah daftar kebahagiaanku hari ini,"
"Apa maksudmu?" Tanyanya membuat pria itu melepas pelukannya dan memegang bahu gadis itu dengan erat, "Hari ini Daikokuten-sama telah berdiri di sisiku. Pagi tadi aku tiba-tiba mendapat panggilan dari daimyo katanya aku akan kembali di angkat sebagai hokage bayangan dan namaku telah di bersihkan. Lalu ada sesuatu yang lebih membuatku bahagia, apa kau bisa menebaknya?"
Dengan hati-hati gadis musim semi itu menggelengkan kepalanya karena ia memang benar-benar tak mengerti apa yang di ucapkan Junichi. Untung saja pria itu sedang dalam mood yang baik hingga ia balik tersenyum bukan mengangkat tangan seperti hari itu.
"Aku melihat Uchiha itu begitu kacau sama seperti saat aku kehilangan keluargaku. Ia bahkan tidak melontarkan tatapan ajakan duel seperti biasa saat kami berpapasan. Aku benar-benar merasa lega dan bahagia melihatnya. Hahaha,"
Bagaikan tertancap ratusan pedang, napasnya terasa tercekat begitu mendengar kabar pria yang begitu ia cintai itu. Dengan sekuat mungkin ia menahan air matanya yang akan jatuh sembari tersenyum, agar emosi Junichi tetap stabil.
"Bagaimana dengan Izumi?"
"Entah, saking bahagianya aku tidak sadar kalau Izumi ada di Konoha,"
"Uhmm apa aku boleh pulang sebentar ke Konoha?" Tanyanya yang seketika membuat senyuman itu langsung pudar, berganti raut masam yang begitu mengerikan, "Untuk apa?"
"Kaasan pasti sangat khawatir denganku karena tiba-tiba menghilang beberapa hari lalu. Jadi aku ingin menemuinya sebentar saja,"
"Kau tidak perlu ke sana, aku akan membawa ibumu kemari. Jika perlu ia akan tinggal di sini selamanya,"
"Tapi ..."
"Tidak ada tapi-tapian, aku akan menyuruh anak buahku memanggilnya sekarang," Ucapnya dengan begitu ketus sembari bangkit berdiri dan pergi dari sana dengan cepat.
Sakura seketika terduduk lemas sembari mengatur napasnya agar tidak terlalu sesak, saat ia merasa chakra Junichi mulai menjauh. Rasa sakit pada hatinya yang semakin menjadi membuat Sakura tak sanggup lagi menahan tangisnya. Dengan susah payah ia membungkam mulutnya sendiri agar pria gila itu tak mendengarnya.
Hingga akhirnya ia harus terpaksa menghentikan tangisnya karena kelinci di pangkuannya gemetar hebat. Sakura pun segera memeriksanya dan begitu terkejut melihat ada beberapa bekas luka juga bercak darah segar pada kepala sebelah kirinya. Dengan hati-hati ia mengalirkan ninjutsu medisnya hingga kelinci itu mulai kembali tenang.
Rasa merinding kini menjalar pada tubuhnya, tak salah lagi pasti Junichi yang melukai kelinci ini dengan cukup parah. Ia benar-benar tidak habis fikir dengan sikapnya yang aneh dan bisa lebih mengerikan dari klan Uchiha. Entah akan berapa lama ia akan sanggup bertahan di sangkar emas ini.
*******
Sementara itu di sisi lain ruang hokage, detik jarum jam yang bergerak lambat di ruangan itu semakin menambah suram suasana di sana. Shikamaru yang ingin menyampaikan laporan kerjanya berulangkali mengurungkan niatnya, karena tak berani mengusik Itachi yang tengah begitu marah saat ini.
Hingga tiba-tiba Sasuke melompat masuk ke dalam ruangan itu melalui jendela. Tatapannya yang sama membara dengannya membuat emosi sulung Uchiha itu semakin tersulut. Ia pun segera memutar kursinya, membelakangi Sasuke agar ia tak terkena imbasnya.
"Kenapa kau masih di sini hah! Bukannya kau ada rapat penting hari ini," Teriaknya membuat Itachi mengernyit, "Sasuke tolong pergilah, aku ingin sendiri,"
"Kenapa kau ingin sendiri? Apa kau merasa bersalah dengan kejadian ini atau kau ingin merayakan kepergian Sakura secara diam-diam?"
"Sasuke!"
"Sekuat apapun kau membentakku, aku tidak akan pernah bisa diam jika ada masalah mengenai Sakura. Karena dia masih menjadi bagian dari hatiku," Ucapnya dengan penuh ketegasan membuat Itachi semakin merasa sebal.
Sang bungsu Uchiha yang tidak suka di abaikan seperti itu pun segera bergerak ke hadapannya dan menahan lengan kursinya, "Katakan padaku, tindakan apa yang akan kau ambil sekarang? Apa kau akan merebut Sakura kembali?"
"Tentu saja, apa kau fikir aku akan diam saja? Aku bahkan tidak akan ragu menabuh genderang perang untuk merebutnya kembali. Tapi masalahnya sekarang Sakura sepertinya tidak ingin kembali padaku karena kejadian itu,"
"Kalau begitu kau harus melepaskan Izumi agar bisa mendapat kepercayaan Sakura lagi. Toh kematian rakun sialan itu sudah di pastikan jika kau berperang dengannya,"
"Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja Sasuke. Dia satu-satunya wanita anggota klan kita dan akan sangat berbahaya jika ada yang memanfaatkannya lagi, apalagi keadaannya seperti itu sekarang,"
Sasuke perlahan kembali menegakan diri lalu bersedekap, "Kalau begitu serahkan tanggung jawabnya padaku," Ucapnya membuat Itachi terbelalak.
"Apa maksudmu? Apa kau ingin ..."
"Aku tidak akan menikahinya, aku hanya akan terus mengawasi dan melindunginya,"
Sulung Uchiha itu seketika terdiam beberapa saat memikirkan keputusannya hingga tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang cukup kencang. Uchiha bersaudara itu serempak mengenyit penuh curiga pada Orochimaru yang baru tiba dengan tubuh sedikit babak belur, bersama Izumi yang tengah menggendong seorang bayi laki-laki yang beberapa waktu lalu ia temui.
Brak!
"Hasilnya negatif," Ucap pria ular itu sembari memijat pipinya, "Dia bukan putra Sakura atau dirimu,"
"Lalu kenapa kau babak belur seperti itu?"
"Anak itu memukulku," Desisnya sembari melotot pada bayi di gendongan Izumi, "Hah? Bagaimana bisa?"
"Ia mewarisi bakat ibunya sebagai tukang pukul,"
"Hah! Apa kau telah menemukan orang tuanya?" Teriak Sasuke yang langsung di bungkam oleh pria ular itu, "Diamlah, ibunya adalah Tsunade," Ucapnya dengan raut wajah yang mulai lesu.
"Haaaah!" Pekik mereka berbarengan membuat Shikamaru reflek berlari memasuki ruangan itu dengan raut yang begitu panik, "Ada apa kalian berteriak mendo .... hah anak ini ..."
"Anak ini? Apa kau tahu sesuatu Shikamaru?"
"Dia anak dari Anko-san, kenapa ada dia di sini?"
"Anak dari Anko manan heh! Jelas-jelas dia sangat persis dengan Tsunade. Lihat wajah dan tubuhku langsung lebam saat dia meninjuku," Omel Orochimaru sembari menunjukan beberapa lebam kecil di tubuh juga wajahnya.
Shikamaru pun mendelik malas padanya lalu menggendong bayi itu, "Bayi ini duduk saja masih terjengkang, mana mungkin ia bisa meninju sekencang itu. Kau terlalu banyak bereksperimen jadi banyak halusinasi yang masuk ke dalam kepalamu,"
"Aku tidak berhalusinasi lihat ini," Ucapnya sembari mengambil anak itu lalu mendudukanya di meja.
Orochimaru nampak mengeluarkan sebuah kerincingan dan menggoyangkannya di hadapan anak itu. Walau pada awalanya tidak terjadi apa-apa, namun semakin lama mungkin anak itu merasa bosan dan memukulkan kerincingan pada meja hingga hancur dalam satu kali banting.
Mereka yang melihat kejadian di luar nalar itu langsung ternganga tak percaya, "A ... Itu .... Apakah yang ku lihat ini benar?" Tanya Shikamaru pada Izumi yang seketika mengangguk pelan, karena mulai sedikit takut pada bayi itu.
"Mattaku, anak ini benar-benar mirip dengan Tsunade-sama mendokusaina," ucapnya sembari mengelus rambut anak itu.
"Dia juga bisa mengganti warna matabya saat ketakutan," ucap pria ular itu dengan sangat bersemangat.
"Mengganti warna mata?" Ulang Itachi yang kini mulai semakin penasaran, sembari melirik pada Izumi, "Apa Tsunade-sama menikah dengan siluman bunglon?"
"Tidak ... Tidak ... Sepertinya dia menikah dengan orang yang hebat Coba perhatikan aku,"
Orochimaru nampak bersembunyi ke bawah meja membuat anak itu mulai melirik penasaran. Manik emeraldnya kini menatap Itachi seolah bertanya apa yang di lakukan pria itu lalu kembali menatap ke ujung meja.
Karena pria ular itu tak keluar juga sang anak nampak merangkak dan Itachi juga segera berdiri, bersiaga kalau-kalau ia jatuh dari meja.
"Baa!" Teriak Orochimaru dengan lantang sembari menyembulkan kepala dari bawah meja dengan mata melotot juga lidah terjulur panjang dan sukses membuat mereka terkejut bukan main.
"Huaaaaa!!!!"
Anak itu langsung memeluk tangan Itachi dengan wajah syoknya dan tangis yang sangat kencang hingga membuat kuping menjadi pengang.
Itachi pun segera menggendongnya dan terkejut melihat manik emeraldnya berubah menjadi berwarna ungu, "Izumi lihat ini," ucapnya membuat gadis itu mendekat lalu memasang ekspresi sama terkejutnya dengan Itachi.
Izumi pun segera menggerakan tangannya, memberi isyarat pertanyaan, "Bagaimana bisa seperti ini?"
Brak!
Belum saja Orochimaru menjawab Suigetsu nampak datang masuk dengan tergesa sembari membawa botol susu, "Orochimaru-sama, ini saya membawa makanan baby x," ucap dengan lantang pria itu membuat semua orang mengernyit bingung.
"Nande? Apa maksudmu Suigetsu?" Tanya pria ular itu.
"Aku mendengar dia menangis sangat kencang jadi mungkin dia lapar," ucapnya.
"Dia baru saja melihat penampakan mahluk halus jadi menangis," Celetuk Itachi dengan santai membuat wajah Orochimaru seketika suram.
"Mahluk halus? Dimana?"
"Di sini!" teriak Orochimaru sembari memanjangkan lehernya dan menjulurkan lidahnya lagi membuat Suigetsu tersentak kaget dan langsung kabur dari sana.
"Hah benar-benar merepotkan," gumam pria ular itu, "Lalu apa kau akan mengambilnya?"
"Untuk apa? Jika sudah jelas siapa ibunya maka berikan pada ibunya. Kau ingin bagaimana mendokusaina," Omel Shikamaru.
Itachi pun mulai terdiam untuk berfikir beberapa saat. Manik onyx nya kini menatap lagi anak yang tengah bersandar pada bahunya itu, "Aku tidak akan mengambilnya tapi aku akan meminjamnya. Berapa harga yang harus ku bayar atau apa yang kau minta?"
"Niisan apa yang kau lakukan!"
"Di sini ibunya belum jelas siapa, jadi aku berfikir untuk meminjamnya sebentar. Ini demi Sakura juga,"
"Tapi ..."
"Diam," Selanya dengan tatapan yang begitu tajam membuat bungsu Uchiha itu mendelik kesal, "Orochimaru-sama apa yang kau inginkan?"
"O ... To ... Ga ... Ku ... Re ... " Eja nya dengan senyuman yang begitu mengerikan bagi mereka.
"Hemm, kenapa kau begitu berambisi mendapat wilayah yang tidak ada apa-apanya itu? Kau bisa meminta daerah lain yang lebih luas kan?" Tulis Izumi yang seketika membuat Orochimaru kembali tersenyum.
"Wilayah itu cukup terpecil juga tenang. Aku bisa fokus melakukan eksperimen di sana,"
Itachi nampak menatap tak percaya pada pria ular itu, "Hanya itu?"
"Hmm," ucap singkatnya sembari mengangguk penuh semangat lalu berjalan ke arah Itachi dan berbisik, "Tsunade juga sangat menyukai tempat itu,"
Itachi seketika terbelalak mendengarnya, "Tsu ..."
Orochimaru seketika membungkam mulutnya sebelum menyebut nama wanita paruh baya itu dan mengisyaratkan agar ia merahasiakannya.
"Tapi aku bukan rokudaime lagi,"
"Kau bisa memberi surat permohonan pada Kakashi. Ia sangat menyayangimu jadi ... Kumohon,"
Itachi nampak tak punya pilihan lain, ia pun segera membubuhkan tanda tangan juga stempel permohonan wilayah Otogakure. Pria ular itu nampak sangat senang setelah menerimanya.
"Berikan surat ini juga pada Kakashi," ucapnya sembari memberikan gulungan kertas berwarna biru padanya.
"Nee, arigatou Itachi-kun," ucapnya dengan wajah berseri-seri.
"Jangan memanggilku seperti itu. Benar-benar menggelikan," omelnya.
"Nee, kalau begitu baby x aku pergi dulu ya. Dia adalah tousanmu sekarang. Lakukan pekerjaanmu dengan baik, aku akan menjemputmu setelah Sakura kembali," ucapnya sembari melambaikan tangan pada anak yang belum mengerti apa-apa itu.
Tiba-tiba sebuah tepukan pada pundaknya membuat Itachi kaget. Ia pun segera melirik pasa Izumi yang langsung memperlihatkan tulisan tangannya.
"Aku mengerti apa yang kau rencanakan. Apa kau akan langsung menemui Sakura-chan?" Tulisnya.
"Ya, tapi aku tidak tahu dia berada dimana?"
"Kita akan mencarinya bersama-sama mulai sekarang. Junichi tidak pernah pergi jauh apalagi saat ini ia adalah hokage bayangan kita,"
"Kau benar, tolong bantu aku menjalankan rencana ini," Ucapnya sembari melirik pada Shikamaru dan Sasuke yang masih belum paham dengan rencananya.
*******
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro