Bab 15 { Soreness }
"Konnichiwa, Uchiha Itachi," Panggil sebuah suara yang begitu dalam dan membuat bulu kuduknya seketika berdiri.
Saat Itachi menatap ke arah jendela, ia seketika terbelalak kaget melihat sebuah kepala yang tertutupi rambut panjang menyembul di sisi jendela. Ia pun segera berjalan cepat ke sana dan membuka jendela itu.
"Orochimaru-sama, apa kau benar-benar tidak tahu fungsi pintu," Gerutunya namun pria ular itu tak mendengar sedikitpun dan segera masuk dengan begitu berhati-hati.
"Itachi aku sedang terburu-buru jadi nanti saja mengocehnya,"
Saat Orochimaru membuka jubahnya, sulung Uchiha itu kembali terbeliak kaget melihat ada seorang bayi tampan di gendongan pria ular itu, "I ... Ini? Ini anakmu?"
"Hisshh! Mana mungkin ... Darah maupun DNA ku terlalu berharga untuk di bagi pada orang lain," Omelnya sembari perlahan terduduk di sofa di ikuti sulung Uchiha itu, "Karin menemukan anak ini di jalan setapak menuju Otogakure beberapa hari yang lalu,"
"Lalu?
"Lalu apa?"
"Kenapa kau begitu peduli pada orang lain sekarang?"
"Aku sedang mencari orang tuanya sekarang. Siapa tahu aku mendapatkan sedikit keuntungan,"
Itachi kini mengerutkan keningnya antara tak mengerti juga kesal karena pria ini selalu berbelit-belit dalam berbicara, "Jangan sampai apa yang ku fikirkan ini menjadi benar, Orochimaru-sama," Ucapnya dengan nada yang begitu malas.
"Anak ini memiliki mata hijau yang menenangkan, aku sempat mengira jika ini anak dari kazekage tapi Suigetsu berkata jika pria Suna itu tidak pernah berhubungan dengan wanita," Ucapnya sembari menatap Itachi dengan senyuman yang cukup dalam, "Sebaiknya kau lihat sendiri," Sambungnya sembari mengulurkan bayi itu padanya.
Dengan ragu Itachi pun menggendongnya dan menyentuh pipi gembul bayi itu. Ada perasaan hangat yang menjalar pada hatinya saat bayi itu menguap kecil.
Saat kelopak mata yang bagai teratai itu terbuka, sepercik kebahagiaan terpantik di hati sulung Uchiha itu hingga tak terasa ia menyunggingkan senyuman langkanya.
Warna mata hijau yang di ucapkan pria ular di sisinya itu benar-benar nyata. Mata itu terasa memeberikan ketenangan juga kenyamanan pada relung hatinya, seperti milik istrinya.
Jemarinya dengan lembut mulai menyusuri setiap inci wajah bayi itu. Bibirnya yang merah juga kecil benar-benar menggemaskan, ia benar-benar tak mengerti kenapa bisa merasa begitu dekat dengan bayi ini padahal dia baru saja memegangnya.
"Jika saja aku dan Sakura di beri kesempatan memiliki anak pasti ia akan seperti ini," Ucapnya membuat pria ular itu tersenyum aneh.
"Jika kau mau, kau bisa mengadopsinya," Ucap Orochimaru yang seketika membuat Itachi terbelalak kaget, "Apa! Sumimasen, tapi aku tidak bisa melakukan itu karena akan menyakiti Sakura,"
"Sakura pasti menginginkannya. Ia baru kehilangan anaknya dan ini adalah obat agar ia kembali bahagia,"
"Tapi ..."
"Daimyo juga tidak akan mengoceh lagi saat kau mengakui bayi ini adalah darah dagingmu," Bujuknya membuat Itachi tertunduk menatap sang bayi yang ada di gendongannya yang kini menggeliat, meregangkan tubuhnya.
"Apa yang sebenarnya anda inginkan Orochimaru-sama?" Ucapnya dengan nada yang terdengar sangat dalam hingga ruangan itu menjadi suram, "Aku bukanlah orang yang takluk pada perasaan atau hatiku sendiri. Jadi percuma kalau kau membujukku seperti ini,"
"Hah ... Anda sangat mirip dengan kazekage-sama. Baiklah akan ku katakan dengan jujur. Aku hanya ingin menukar bayi ini dengan wilayah Otogakure itu saja,"
"Kau gila," Omelnya sembari menyodorkan bayi itu lagi pada gendongan sang pria ular, "Ini melanggar peraturan. Manusia bukanlah alat transaksi,"
"Tapi manusia bisa menjadi senjata mematikan jika di kendalikan oleh orang yang salah,"
Perlahan Orochimaru menyodorkan bayi itu dan memaksa Itachi menggendongnya lagi, "Aku sudah meneliti DNA anak ini diam-diam. Kau tahu, bentuk darahnya sangat indah seperti kepingan salju yang berarti anak ini memiliki kekuatan istimewa,"
Itachi nampak terdiam mendengarkan penjelasannya. Orochimaru yang melihat minat ketertarikan dari raut wajahnya pun perlahan bergeser ke belakang Itachi dan berbisik, "Aku memiliki firasat anak ini adalah kelinci percobaan Junichi. Karena Suigetsu mengatakan saat ia mencari tahu siapa orang tua anak ini, dia mendengar jika orang gila itu tengah mencari hartanya yang hilang,"
"Harta yang hilang? Apa kau tahu dimana rakun sialan itu?"
"Dia selalu berpindah tempat, lagian percuma kau mengejarnya karena aku tidak mengendus adanya aroma Izumi di setiap tempat yang ia pijaki. Aku juga yakin harta itu adalah anak ini," Ucapnya sembari menyingkap selimut juga kain yang menutupi bayi itu.
Itachi seketika terbeliak melihat tubuh bayi itu banyak memiliki banyak bekas suntikan. Tangannya kini gemetar saat menyentuh salah satu bekas yang sudah membiru, "Dia benar-benar sama gilanya denganmu,"
"Aku sudah waras sekarang," Gerutu Orochimaru.
"Aku tidak percaya,"
"Cih, kalau kau bukan pria yang menarik pasti sudah ku cekik," Gerutunya sembari memegang leher sulung Uchiha itu namun tangannya segera di cengkram oleh Sakura yang tiba-tiba ada di belakangnya.
"Sa ... Sakura? Kau datang tanpa mengetuk pintu?"
"Aku sudah mengetuk dari tadi shannaro! Kalian saja yang tidak mendengar," Omelnya sembari menarik mundur bahu Orochimaru lalu duduk di belakang Itachi, "Kalian .... Ah ini bayi siapa?" Pekiknya sembari langsung mengambil dan menggendong bayi itu.
"Anak dari Orochimaru-sama," Celetuk Itachi sembari melirik jahil pada pria ular itu yang langsung mendelik kesal sembari bersedekap.
"Orochimaru-sama, anda tidak bilang kalau sudah mempunyai anak. Shisou pasti cemburu mendengarnya,"
"Tapi ... "
"Anata, aku juga ingin bayi seperti ini," Sela gadis itu saat Orochimaru akan mengatakan fakta yang sebenarnya tentang bayi itu.
"Kau adopsi saja jika mau," Goda Orochimaru sembari menyodorkan amplop coklat padanya. Namun, Itachi segera mengambil amplop itu dan merobeknya.
"Tidak, kami bisa membuatnya sendiri," Tolaknya sembari mengambil bayi itu lalu menyerahkannya langsung pada Orochimaru, "Genma!" Panggilnya membuat pria itu langsung memasuki ruangan.
"Nee, rokudaime-sama,"
"Antarkan Orochimaru-sama ke tempat ini. Pastikan dia memasuki rumah melewati pintu," Titahnya yang segera di jawab anggukan olehnya.
"Chotto kau tidak ingin memikirkan lagi keputusanmu? Anak ini begitu langkah, kau akan menyesal jika tak mengambilnya,"
"Tidak terimakasih," Jawaban singkat itu membuat sang pria ular itu kembali mendecih kesal.
Ia pun segera pergi dari sana di ikuti oleh Genma. Saat sudah tidak ada siapapun lagi di sana, Itachi pun menyandarkan diri pada sofa dan menarik sang gadis musim semi yang terlihat sedih pada pelukannya.
"Gomen-nee, kau tidak boleh terlalu dekat dengan orang-orang seperti itu,"
Sakura perlahan mendongak, menatapnya dengan sendu sembari memperlihatkan kedua tangannya, "Itachi, kenapa bayi itu membuat jantungku terus berdegup kencang? Tanganku juga masih merasakan kehangatan tubuhnya. Ada perasaan aneh yang membuatku merasa mengenali bayi itu sekarang,"
"Kita baru saja kehilangan calon putra kita Sakura. Wajar kalau kau merasa seperti ini," Ucapnya sembari mengecup pucuk kepalq gadis itu.
Sakura tiba-tiba meneteskan air matanya saat ia menyentuh perutnya sendiri. Rasa sakit kini kembali menyayat hati Itachi, melihat raut istrinya yang semakin murung saat mengingat kembali apa yang terjadi beberapa bulan lalu.
Dengan penuh kasih sayang ia mendekap Sakura dengan lebih erat dan membuat gadis itu tak kuasa menahan tangisnya lagi.
"Gomen-nee Sakura," Bisiknya namun gadis itu segera menggeleng pelan.
"Apa kita bisa mendapatkan seorang putra lagi Itachi?" Tanyanya membuat sulung Uchiha itu seketika mematung, karena tak sanggup mengatakan hal yang sebenarnya pada gadis itu.
"Itachi, tolong jawab aku,"
"Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab,"
Sakura semakin terisak mendengar ketidakpastian itu. Ia benar-benar tak mengerti kenapa Itachi tidak mengharapkan keturunan darinya.
******
Hari demi hari terasa berjalan begitu alot sejak pembicaraan menyakitkan hari itu. Dedaunan di Konohagakure kini sudah sepenuhnya gugur, udara juga semakin dingin. Semua orang mulai semakin sibuk membereskan pekerjaannya sebelum musim salju tiba, agar bisa berlibur lebih panjang.
Sebelum musim salju tiba juga setiap kepala klan harus memantau langsung aktifitas maupun kebutuhan warganya, tak hanya itu para kepala klan juga akan berkumpul merundingkan berbagai macam hal.
Tapi tahun ini Sasuke lah yang melakukan tugas itu, sementara Itachi hanya memantaunya dari belakang. Ia yang tak terbiasa berinteraksi dengan banyak orang, nampak begitu gugup sekaligus tegang saat mendata kebutuhan masyarakat di alun-alun wilayah klan Uchiha itu.
Beberapa kali ia menengok ke belakang, menatap Itachi yang tengah terduduk di depan sebuah kedai dengan wajah memohon agar ia saja yang melakukan itu. Tapi Itachi malah tersenyum jahil sembari melambaikan tangan, seolah tak mengerti dengan isyaratnya.
Sasuke pun mendengus pasrah mendapat jawaban itu lalu kembali melakukan pekerjaannya. Itachi memang tak ingin memaksanya menjadi ketua klan, tapi jika itu tak di lakukan maka wilayah ini akan kembali terbengkalai atau bisa saja di salah gunakan dan mencoreng nama baik klan Uchiha.
Trak ...
Itachi seketika di buat terkejut dengan sosok seseorang yang tiba-tiba meletakan dua buah cangkir pada mejanya.
"Itachi, apa kau sudah yakin akan mengangkat adikmu hari ini? Ku lihat wajahnya tak terlalu meyakinkan," Tanya suara bariton dari sosok itu yang membuatnya menyunggingkan senyum tanpa melirik sedikitpun, seolah sudah tahu itu siapa.
"Aku yakin dia bisa, Hiyashi-sama. Ia hanya sedang menyesuaikan diri saja,"
"Bagaimana dengan kemampuannya?"
"Sasuke adalah orang yang cepat tanggap, ia sudah menguasai semua yang ku ajarkan,"
"Pendampingnya?"
Itachi seketika terdiam lalu melirik pada pria tua itu sembari tersenyum, "Rahasia,"
"Kau mau bermain tebak-tebakan dengan orang tua hmm?" Ucap Hiyashi sembari mendorong cangkir teh itu ke hadapannya.
"Tidak, hanya saja itu urusan Sasuke dan jika saya yang memberitahu, anda pasti tidak akan percaya," Jawab sulung Uchiha itu sembari mendorong lagi cangkir itu ke hadapan Hiyashi.
Ketua klan Hyuga itu nampak menghela napas pelan, ia pun mencoba menyodorkan kembali cangkir teh itu. Berharap ia bisa bernegosiasi beberapa urusan sebelum pertemuan tiba, "Aku dengar jika Matsuri di tolak. Jadi apakah ia lebih memilih Tenten?" Tanyanya membuat sunggingan senyuman sulung Uchiha itu pudar.
"Kau menyunggingkan senyuman saat melihat Tenten berjalan ke arah Sasuke dan berhenti tersenyum saat aku mengatakannya. Apa tebakanku benar?" Sambungnya sembari menunjuk pada Tenten yang ternyata ada di wilayah itu dan tengah berjalan menuju Sasuke membawa sesuatu di balik punggungnya.
"Tidak, gadis itu milik Neji,"
Cangkir yang di sodorkannya nampak tak di sentuh, Hiyashi kini tersenyum senang karena mulai mengetahui apa yang ada di fikirannya.
"Tapi Neji lebih memilih Sakura,"
Onyx itu kini melirik tajam pada sang ketua klan Hyuga. Ia juga nampak memutar posisi duduknya hingga berhadapan langsung dengannya, "Apa maksud anda, Hiyashi-sama?"
"Hanabi dan Ino mengatakan jika Neji hanya berpura-pura memiliki hubungan dengan Tenten agar ia bisa mendekati Sakura. Apa kau tidak menyadari sikapnya selama ini?"
Sulung Uchiha itu seketika menundukan pandangannya, menatap pantulan bayangannya pada teh di cangkir itu, "Aku percaya pada Neji. Ia tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Perihal Hanabi lebih baik anda membatasi pergaulannya dengan Ino,"
"Kenapa? Bukankah Ino gadis yang unik dan cocok bergaul dengan siapapun?"
"Ya, saking uniknya dia bisa membuat seseorang sakit kepala hingga ingin melakukan Harakiri,"
"Pfft hahaha. Baiklah aku mengerti, lalu bagaimana dengan Sakura?"
"Aku percaya pada Sakura sepenuhnya,"
"Jika mereka mengkhianatimu lagi?" Tanyanya membuat sulung Uchiha itu segera memalingkan wajahnya, menatap Sasuke yang kini tengah mengobrol dengan Tenten, "Selama tak menyangkut urusan desa, apapun yang Sakura lakukan itu urusanku karena dia istriku. Sementara Neji itu urusan anda,"
Hiyashi nampak tersenyum senang dan tiba-tiba ia mengusap pucuk kepala Itachi. Hingga membuat rambutnya teracak, "Banyak orang bilang kalau klan Uchiha itu memiliki hati yang lebih dalam dari samudra dan kini aku menyaksikannya sendiri. Sekalipun aku berusaha memahamimu secara mendalam, tapi setiap gestur tubuh maupun nada bicaramu selalu berbeda arah hingga aku hanya bisa mengerti permukaannya saja,"
"Anda tidak perlu terlalu memahami saya, cukup mendengar apa yang saya katakan saja,"
Lagi-lagi Hiyashi mengembuskan napas pelan sembari tersenyum, "Baiklah. Ah, ya Itachi apa kau ada waktu luang? Aku ingin menemui Konohamaru,"
"Mungkin tiga hari lagi,"
"Apa kau sibuk sekarang?"
"Tidak, aku hanya lelah saja," Ucapnya membuat Hiyashi tiba-tiba terkekeh saat merasakan aura seram yang menguar darinya.
Sebuah tepukan pada punggungnya membuat sulung Uchiha itu tersentak kaget dan langsung menatap ke arahnya, "Aku tahu kau sedang berusaha keras agar memiliki keturunan. Aku punya tipsnya,"
"Hiyashi-sama, aku tidak ingin membahas itu,"
Tiba-tiba kepala klan Hyuga itu menggeser kursinya ke dekat Itachi dan menaruh cangkir teh tadi pada tangannya, "Minumlah cepat, ini akan membantumu,"
"Hiyashi-sama, saya tidak haus," Tolaknya sembari menyodorkan lagi cangkir itu ke arahnya.
"Percayalah, kau akan segera memiliki keturunan setelah meminumnya dan usahakan lakukan itu enam kali dalam sehari. Juga setiap hari," Bisiknya membuat sulung Uchiha itu terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri.
"Enam kali?" Ulangnya dengan tatapan yang semakin gelap.
"Hmm, setiap hari juga," Ucapnya dengan nada yang begitu jahil, membuat Itachi seketika menundukan kepalanya dengan aura yang begitu suram.
"Sehari tiga kali saja sudah membuatku hampir sekarat apalagi enam kali," Gumamnya membuat pria tua itu kembali tertawa.
Saat ia akan kembali memperhatikan Sasuke, tiba-tiba Hiyashi meminumkan teh itu padanya hingga hampir tersedak, "Uhuk ... Ini .... Ini teh apa?" Tanyanya dengan wajah yang kini terlihat memerah sembari menepis tangannya.
"Ini teh dari selatan, untuk menghangatkan badan juga memperbaiki sistem tubuh dan meningkatkan stamina seorang pria," Bisiknya.
"Apa maksud anda?"
"Aku mendengar dari daimyo kalau kau bermasalah hingga sulit mendapatkan keturunan jadi aku membawakan ini untukmu,"
"Pfft hahaha," Itachi seketika tertawa dengan cukup kencang, mendengar kebodohan para daimyo yang menelan mentah-mentah pernyataan yang ia buat hari itu. Hiyashi pun nampak bingung melihat sulung Uchiha itu tiba-tiba tertawa terbahak, hingga menyita perhatian semua orang termasuk Sasuke yang langsung menghampirinya.
"Itachi-nii, kau kenapa?" Tanyanya sembari menggoyang pundak sulung Uchiha itu.
Sulung Uchiha itu seketika tertunduk dan terkikik geli melihat wajah Sasuke yang begitu khawatir, "Tidak, aku hanya merasa ada sesuatu yang menggelitik perutku," Jawabnya sembari berdeham, menghentikan tawanya.
"Anda yakin rokudaime-sama?" Tanya Tenten yang kini menatapnya dengan ragu.
"Ya, Hiyashi-sama. Saya akan menjemput Sakura apa anda ingin ikut?"
"Tidak, aku masih ingin di sini,"
"Baiklah, saya permisi," Pamitnya yang segera berteleportasi dari sana.
Setibanya di gerbang utama konoha Kotetsu dan Izumo yang tengah mengantuk seketika bangun dengan raut yang begitu panik saat melihat sulung Uchiha itu sudah berada di hadapannya. Mereka segera berdiri sembari merapikan pakaiannya lalu menunduk hormat, "Konnichiwa, rokudaime-sama," Sapa mereka berbarengan dengan suara lantang membuat Itachi terkejut dari lamunannya.
"Nee, Konnichiwa Izumo-san, Kotetsu-san. Kalian nampak bersemangat hari ini, ku harap kalian tak meminta sesuatu yang aneh selain tambahan hari libur," Ucapnya sembari tersenyum singkat lalu kembali berjalan memasuki desa.
"Kami hanya ingin anda menambahkan hari libur kami, dua hari saja Rokudaime. Apa bisa?"
"Tentu. Mulai besok hari libur kalian di mulai,"
"Waa, sugoi nee! Rokudaime-sama memang sangat mengerti kita," Pekik kedua pria itu yang nampak sangat senang dengan sifat ramah juga pengertian Itachi, sampai-sampai mereka terus menatapnya hingga menghilang dari pandangan seperti biasa.
Tak butuh waktu lama sulung Uchiha itu tiba di depan rumah sakit tempat Sakura bekerja untuk menjemputnya pulang lebih awal, karena harus bersiap pergi ke acara pelantikan Sasuke.
Setelah memeriksa jadwalnya yang ternyata sudah kosong di meja resepsionis, Itachi segera berjalan cepat ke ruangannya. Lorong di lantai tiga itu masih terasa lengang, tidak ada pasien sama sekali karena kesehatan masyarakat Konoha sangat baik dan para shinobi juga jarang melakukan misi akhir-akhir ini.
Tiba-tiba langkah Itachi terhenti beberapa langkah dari pintu ruangan Sakura. Karena mendengar suara-suara aneh yang membuat senyumannya memudar. Saat ia menggeser pintu ruangan itu, Itachi seketika terbeliak melihat Neji tengah memeluk Sakura yang terduduk di meja dengan napas terengah, sembari mencumbu setiap inci leher gadis itu.
"Sakura!" Panggil Itachi dengan sangat lantang membuat keduanya tersentak kaget.
Gadis musim semi itu pun segera mendorong Neji sembari merapatkan jas putih yang ia kenakan, "Anata? Kau ... Kau kemari?" Tanyanya dengan nada gelagapan.
Tapi sulung Uchiha itu hanya terdiam memperhatikan neji yang tengah mengenakan kemeja hitamnya, "Anata?" Panggil Sakura lagi yang entah sejak kapan sudah ada di hadapannya dan menyentuh pipinya dengan tatapan berkaca-kaca.
Dengan tangan gemetar Itachi mencengkram pergelangan Sakura dan menghempaskannya hingga gadis itu mundur beberapa langkah. Manik onyxnya kini berubah menjadi semerah darah, membuat gadis itu menjadi ketakutan sampai ia terlihat gemetar.
"Itachi ini tidak seperti yang kau fikirkan," Ucap pria Hyuga itu dengan napas yang masih terengah.
Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Itachi menghilang dari sana dengan raut wajah yang begitu kecewa. Membuat Sakura menjadi begitu panik dan melayangkan tatapan tajam pada Neji, "Ini salahmu shannaro! Kenapa kau tiba-tiba datang kemari saat kondisimu meningkat seperti ini!" Isaknya membuat pria itu tertunduk.
"Gomen-nee, hanya kau saja dokter yang ku kenal Sakura. Aku tidak bisa menemui yang lain dalam kondisiku yang memalukan seperti ini,"
"Seharusnya jika kau tidak mampu menahan diri, jangan ambil misi itu shannaro! Bisa-bisanya kau tertipu oleh rayuan Geisha itu. Sekarang tuntaskan efek obat itu sendiri aku harus menyelamatkan masa depanku shannaro!" Teriaknya sembari berlari pergi dari sana, mencari sang sulung Uchiha yang entah menghilang kemana.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro