Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🥀Bab 5🥀

SAAT Zeva ingin kembali ke Asrama, tiba-tiba seseorang menghadang jalannya. Beberapa kali Zeva mengerjapkan kedua matanya, bingung, kenapa Gus Zhafi menghalangi jalannya.

"Ikut saya sebentar," ajak Gus Zhafi tanpa basa-basi.

Zeva masih diam ditempatnya. Zhafi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru halaman. Aman, tidak ada siapapun. Kini tangannya menarik lengan Zeva, membawanya ke sesuatu tempat, yang sangat jarang dilewati para santri.

Tubuh Zeva tersentak kaget, saat lengannya ditarik Gus Zhafi, langkahnya kini sedikit terburu-buru. Zeva masih linglung dengan kejadian barusan. Kini mereka sampai di sebuah tempat yang sedikit jauh dari tempat sebelumnya.

"Lungguh," perintah Gus Zhafi yang saat itu sudah mendudukkan dirinya di sebuah kayu persegi panjang. Zeva? Gadis itu masih mencerna kalimat Gus Zhafi, lagipula dia juga bingung.

Zhafi menghela napas berat, "Jangan takut, Nduk. Saya ingin bicara,"

"Nuwun sewu, Gus. Tapi ini tempat sepi dan kita bukan mahram, saya takut, ini dosa. Lagipula, ini masih area pesantren takutnya ada yang melihat dan jadi fitnah. Dan njenengan, Njenengan Gus. Njenengan harus bisa menjadi contoh yang baik untuk santri-santri di sini, bukan malah seperti ini."

*Hukum menyentuh yang bukan mahram.
Berkata Abu 'Abbas Ahmad bin Muhammad bin 'Ali Al-Makky Al-Haitami (Az-Zawajir 2/4) bahwa : "dalam hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan selain mahram adalah termasuk dosa besar"

*Hukum berduaan yang bukan mahram.
"Makruh hukumnya jika seorang laki-laki salat bersama perempuan ajnabi (bukan mahram) berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw (janganlah laki-laki dan perempuan berkhalwat karena yang ketika adalah setan).

"Maaf, jika membuatmu berpikir jika saya ingin berbuat macam-macam. Tapi alangkah baiknya kamu duduk dulu, setelahnya saya akan menjelaskannya, mengapa saya mengajakmu ke sini. Bukan mahram?" Zhafi tersenyum sebelum melanjutkan ucapannya.

"Memang benar, kita bukan mahram. Akan tetapi itu dulu. Dan sekarang kamu halal buat saya, dan saya halal buat kamu. Tidak ada larangan jika saya ingin menyentuhmu dan itu juga berlaku sebaliknya,"

Zeva mendongakkan kepalanya ke atas. "Maksud njenengan apa Gus?"

"Duduk," lagi, Gus Zhafi memerintah Zeva untuk duduk di sampingnya. Belum beranjak, Zeva kembali diam. "Apa saya harus memaksamu untuk duduk," ulang Gus Zhafi sembari menatap lekat ke arah Zeva.

Zeva melangkah mendekat kemudian mendudukkan dirinya dirinya di samping Gus Zhafi, jaraknya cukup jauh. "Mendekatlah," pinta Gus Zhafi kembali.

Zeva sedikit menggeser tubuhnya, sementara Zhafi tersenyum, kemudian merebahkan tubuhnya di bangku, kepalanya ia letakkan di paha Zeva. "Diam," gadis itu menurut, detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Gus, Ini-"

"Senin depan, kamu sudah bisa masuk sekolah. Apa Zulfa mengajakmu untuk pergi besok?" Tanya Gus Zhafi yang saat itu masih memejamkan mata. Dirasa tak ada jawaban, kedua matanya terbuka. Menampilkan sosok gadis cantik di depannya tengah termenung. Zhafi tersenyum, apa tindakannya ini salah. Tidak. Zhafi hanya melakukan apa yang dia katakan benar. Jika ia tidak memulainya dari sekarang, dan menundanya. Ia takut jika suatu hari nanti ia akan menyesalinya.

Zhafi terbangun dari pembaringan, pandangannya masih tertuju pada gadis disampingnya. "Maaf," ucapnya pelan, dengan tatapan lurus ke depan. Sementara Zeva tersadar, ia kembali meremas ujung bajunya.

Dengan sedikit keberanian, Zeva melirik pria di sampingnya. Wajah itu berubah sendu, kembali Zeva menundukkan kepalanya kebawah.

"Saya tahu, kamu pasti bertanya-tanya. Mengapa saya seperti ini dan membuatmu merasa kurang nyaman. Tapi ketahuilah, saya melakukan ini semua karena menurut saya benar, dan saya hanya ingin meyakinkan hati saya, jika yang ditakdirkan Allah adalah kebaikan untuk diri saya."

"Terakhir saya ingin menunaikan kewajiban saya untuk selalu menjagamu, karena itu semua adalah janji saya pada Ayahmu."

"Gus, Gus mengenal Bapak?" Tanya Zeva menatap Gus Zhafi yang duduk di sampingnya.

Zhafi mengangguk. Apa mungkin sekarang waktunya ia berterus terang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro