Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🥀Bab 3🥀

SEMINGGU, setelah kejadian kemarin, Zhafi bertekad untuk merubah kepribadiannya dan kini kembali bersikap seperti sebelumnya. Saat ini ia tengah menunggu kedatangan seseorang di ruang tamu Ndalem. Ia sedikit merasa gugup, jelas saja sudah hampir seminggu Zhafi tidak menampakkan dirinya di depan orang itu, karena beberapa hari yang lalu ia pergi ke Pesantren tempatnya meyantri setahun yang lalu untuk menenangkan diri. Dan benar, hatinya jauh lebih baik dari sebelum berangkat.

Zhafi ingat betul saat Kyai Amrullah, memberi petuah bijak padanya ketika ia tengah termenung selesai menunaikan sholat subuh di Mushola.

"Sinau dadi sabar, amarga ora kabeh sing dikarepake iku seng paling apek miturut Allah. Senajan abot kahananmu, ajari atamu supaya bisa nampa kahanan tanpa sengit."

Itulah petuah yang di dapat Zhafi dari Gurunya dan hal itu membuat Zhafi sadar, jika tindakannya sebelum ia datang ke sini, kurang benar. Lamunannya seketika buyar, saat ia mendengar ucapan salam dari arah luar.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawabnya pelan.

Gadis itu benar-benar menemuinya, ia kembali menggunakan jilbab warna ungu. Kini tangan Zhafi terangkat menyentuh ubun-ubun gadis di depannya, dalam diam ia berdoa. "Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih."

(Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya.)

Tubuh itu menegang seketika saat Zhafi melakukan tindakan tiba-tiba, kedua tangannya sama-sama meremas ujung baju. Tak lama, Zhafi kembali menurunkan tangannya.

"Ngapunten Gus, njenengan nimbali Kula?" Tanya gadis itu yang masih menundukkan pandangannya ke bawah, su'ul adab.

Zhafi mengangguk. "Nduk, Aku arep menehi seragam sekolah Iki kanggo sampean."

Zeva tak percaya dengan ucapan pria di depannya ini. Dan jangan lupa, panggilan itu sedikit menggelitik di telinga. Tunggu? Seragam sekolah? Untuk-nya. Zeva dibuat bingung harus menanggapinya seperti apa, di sisi lain ia merasa sangat ingin, tapi sisi lain pula ia memikirkan bagaimana bisa dia bersekolah, sedangkan ia tak punya biaya untuk itu.

Zhafi mengerti dengan ekspresi gadis di depannya. "Aja bingung karo biaya ne, aku seng bakal mikir kabeh. Sampean mung kudu mikir babagan pelajaran."

Setelah tadi dibuat bingung dengan ucapan Gus Zhafi, Zeva pun kembali di buat bingung lagi. Maksudnya apa? Gus Zhafi yang akan membiayainya, ada hubungan apa di antara keluarganya dan keluarga Pak Yai, sampai-sampai anaknya mau mengeluarkan biaya untuk pendidikannya.

"Aja mung meneng ae Nduk,"

"Njenengan kok gelem mbayar biaya pendidikanku? Apa awak ku karo awak e sampean nduwe hubungan?"

"Njih." Zhafi akhirnya berucap tanpa menyembunyikan kebohongan.

"Hubungan apa?" Tanya Zeva sekali lagi, tak apa kan bertanya terus.

"Ing sawijining dina sampeyan bakal ngerti. Iki seragame, aku arep lunga." Zhafi menyerahkan dua paper bag berisikan tiga pasang seragam sekolah dan yang satunya alat tulis. "Ana dhuwit ing Kono, sampeyan bisa nggunakake kanggo kebutuhan saben dino." Zeva menerima pemberian dari pria di depannya tanpa bertanya lagi.

Sekembalinya Zeva dari rumah Ndalem, ia langsung menemui Chndra yang saat ini tengah bersantai di kamar asrama mereka. Tidak hanya Chandra tapi ada beberapa teman Zeva lainnya. Chandra yang tahu Zeva datang pun, mendudukkan dirinya di sisi ranjang, sambil membenarkan jilbabnya.

"Apaan tu?" Tanya Chandra sembari tangannya menunjuk Paper bag ditangan Zeva.

Zeva yang ditanya hanya diam, kemudian menyerahkannya ke arah Chandra. "Buka aja, isinya apa. Nanti kamu juga bakal tahu."

Chandra menerima Paperbag itu, kemudian membukanya. Alisnya bertaut bingung, "seragam sekolah, buku tulis, pensil, ada amplopnya juga. Dari siapa?" Tanya Chandra beruntun.

"Anak Pak Yai." Ucap Zeva sembari mendudukkan dirinya di sisi ranjang miliknya.

Chandra kembali mendelik bingung, anak Pak Yai? Siapa?. Gus Zhafi maksudnya. Kok bisa?.

"Kok-"

"Nggak tahu, ada yang aneh sama beliau." Seloroh Zeva dengan wajah yang mengira-ngira.

"Aneh?" Tanya Chandra lagi, yang mendapat anggukan dari Zeva sahabatnya.

"Iya,"

"Aneh kenapa?"

"Ish, kamu mah nanya terus." Tangan Zeva memukul paha Chandra, dan gadis itu meringis kesakitan.

"Ya kan, aku penasaran sama keanehan Gus Zhafi." Di akhir kalimat Chandra memelankan suaranya itu, agar tidak terdengar oleh teman-temannya yang lain.

"Ya aneh, beliau ngasih ini ke aku, terus bilang juga mau biayain sekolah aku nanti. Aku tanya apa diantara kita ada hubungan, beliaunya jawab suatu saat kamu bakal tahu. Kan aku makin bingung. Kalau ada, pasti dulu sebelum Bapak nganterin aku ke sini, beliau ngomong sama aku, tapi nggak, Bapak nggak ngomong apa-apa." Panjang lebar Zeva menceritakan kejadian tadi di rumah Ndalem, saat ia bertemu dengan Gus Zhafi.

Chandra yang mendengar pun ikutan merasa bingung, "Iya juga ya, kira-kira diantara kalian ada hubungan apa ya, kok aku jadi ikut penasaran."

Zeva mengangguk, "makanya aku bingung."

"Ah daripada mikirin hal yang kita sendiri nggak tahu jawabannya apa, mending kamu bantu aku ngerjain PR dari sekolah, udah tahu punya siswa otaknya lemot, malah dikasih PR." Cerocos Chandra sembari berdiri dari duduknya dan mengambil ransel di atas lemari. Kemudian melemparkannya di atas ranjangnya.

Sementara Zeva meraih amplop coklat di dalam Paperbag itu, membukanya perlahan. Nampak uang berwarna merah di dalamnya, ingatannya kembali memikirkan tentang ucapan Gus Zhafi, bahwa diantara mereka ada hubungan yang sama sekali tidak Zeva ketahui.

"Jangan ngelamun mulu, entar dimasukin demit."

Zeva tersenyum menanggapi ucapan Chandra yang saat itu tengah duduk bersila di tengah ranjang dengan buku tulis di depannya. "Bantuin," rengeknya.

"Iya," Zeva beralih duduk di kasur Chandra, mencermati setiap tulisan yang ada di buku, tangannya meraih alat tulis, kemudian menuliskan beberapa rumus di sana.

"Kira-kira nanti kita sekelas nggak ya?" Tanya Chandra pada Zeva, sementara yang ditanya mengedikkan bahu tidak tahu.

Hari Jum'at adalah hari yang ditunggu para santri, sebab dihari inilah mereka dibebaskan untuk bersantai seharian. Selesai sholat maghrib mereka akan kembali melaksanan kegiatan seperti biasanya, yakni mengaji kitab.

"Zeva," panggil Chandra sembari melipat baju-bajunya yang tadi ia ambil dari jemuran.

"Apa?"

"Udah denger kabar terbaru belum dari rumah Ndalem," tanya Chandra, dan Zeva yang mendapat pertanyaan itu hanya menggeleng mengartikan jika ia tidak tahu apapun.

"Aku dengar-dengar dari Mbak-mbak abdi Ndalem, Ning Zulfa mau dijodohin sama Guse."

Pergerakan Zeva terhenti saat Chandra selesai mengatakan berita itu. Kini detak jantungnya berhenti seperkian detik, mengapa kata-kata itu membuatnya merasa bersedih. Tak mungkinkan ada secuil rasa di hatinya, ia tahu betul siapa Gus Zhafi dan ia, bisa diumpamakan langit dan bumi, sangat jauh untuk digapai.

Lagipula Gus hanya cocok dengan Ning.

"Aaah, nggak nyangka banget, Al Tarbiyah mau ditinggal Gus Zhafi nikah. Pasti santri-santri di sini bakal potek hatinya, termasuk aku juga, hehe. Tapi nggak papa sih masih ada Gus Zizan sama Ustadz Yusuf yang cakepnya sebelas dua belas sama Guse." Cerocos Chandra, sementara Zeva masih diam ditempatnya tanpa melanjutkan kegiatan sebelumnya.

Chandra mengalihkan pandangannya ke arah Zeva, alisnya mengernyit bingung melihat sahabatnya yang masih diam. "Va, kamu denger kan aku lagi ngomong apa?" Tanya Chandra tiba-tiba, tentu saja itu mengagetkan Zeva.

"Kebiasaan deh, selalu ngagetin."

Chandra mencebik, "kamunya aja yang ngelamun, sampai aku ngomong pun kamu nggak denger. Ngelamunin apa to kamu, kok sampai segitunya."

Zeva hanya menggeleng. "Nggak papa," ucap Zeva sembari melanjutkan kegiatannya

yang tertunda. Meski tangannya bergerak, pikirannya masih memikirkan respon hatinya yang begitu aneh.

🎶🎶🎶

Segitu dulu ya
Teman-teman 🤗

Tunggu next chapter nya lagi 💕

🎶🎶🎶

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro