Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Keputusan yang Salah (FLASHBACK)

Ciuman terlepas ketika sebuah kalimat dibisikkan. Kepala wanita dengan surai pirang tampak menggeleng, berusaha menolak permintaan pria di atasnya yang dia rasa terlalu berlebihan.

"Apa kau sudah tidak mencintaiku?"

Pertanyaan tersebut menyentak si wanita hingga sepasang safirnya terbelalak. Dia menggeleng tegas seraya mengulurkan tangan pada wajah sang pria yang masih tertunduk di atasnya, menatap dia dengan pandangan mendalam.

"Kau sendiri tahu, aku sangat mencintaimu, Sasuke." Si wanita menjawab penuh keyakinan, berharap pria itu tak lagi meragukan cintanya.

"Lalu, kenapa kau tidak mau kita melakukannya? Bukankah cinta perlu pembuktian?"

"Tapi ... tidak harus membuktikan dengan cara seperti itu, bukan?" Kegelisahan semakin menyelimuti sepasang safir sang wanita. Ia tampak bimbang, antara menuruti permintaan sang kekasih atau tetap bersikeras menolaknya. Di sisi lain dia memang takut untuk melakukan apa yang Sasuke inginkan, terlebih mereka belum menikah, apa yang mereka lakukan selama ini pun dia rasa sudah terlalu berlebihan. Namun, di sisi lain dia juga ingin Sasuke percaya bahwa dia masih sangat mencintainya dan selamanya akan tetap mencintainya. "Kita belum menikah, Sas. Kurasa apa yang kita lakukan selama ini sudah cukup. Kita tidak boleh melakukan yang lebih dari ini sebelum menjadi suami-istri."

"Kenapa harus menunggu nanti jika kita bisa melakukannya sekarang?" Sasuke berusaha merayu, berharap sang kekasih menuruti keinginan terbesarnya. "Bukankah aku selalu berjanji bahwa aku akan menikahimu? Apa lagi yang kau khawatirkan, Naru?"

Hati Naruto bergetar mendengar kalimat terakhir Sasuke. Ini memang bukanlah kali pertama Sasuke berjanji akan menikahinya, dan setiap itu pula Naruto semakin ingin memberikan segalanya untuk Sasuke. Namun, untuk kali ini apakah dia sanggup memberi apa yang Sasuke minta? Melakukan apa yang Sasuke inginkan?

"Semua akan baik-baik saja. Percaya padaku." Sasuke mengusap sebelah pipinya seraya memberi kecupan singkat pada dahi sang kekasih. "Jangan khawatir. Apapun yang terjadi aku akan bertanggung jawab."

"Tapi, kita masih sekolah ..." Naruto terlihat masih ragu dan takut. Meski dia dan Sasuke sudah berumur lebih dari tujuh belas tahun, tapi mereka masih duduk di bangku kuliah, dia khawatir apa yang akan mereka lakukan nanti malah mengganggu rutinitas mereka sebagai pelajar.

Sasuke menghela napas sembari beranjak dari tubuh sang kekasih. Dia tidak mengucapkan apapun lagi dan raut wajahnya terlihat dingin.

Naruto terkesiap, terutama ketika Sasuke duduk berbalik memunggunginya. "Sas," Dengan cepat Naruto turut bangkit kemudian memeluk sang kekasih dari belakang. "Kau marah?"

"Tidak."

"Bohong." Naruto berbisik sembari mengeratkan pelukan dan menyandarkan kepalanya pada punggung lebar Sasuke. "Maafkan aku. Jangan marah, Sas."

Sasuke terdiam sebentar.

"Kau tidak mau melakukannya karena memang kita belum menikah atau... karena sebenarnya kau tidak mau menikah denganku?"

Dahi Naruto berkerut cukup dalam. Dia tak mengerti apa yang diucapakan Sasuke. "Apa maksudmu? Bagaimana bisa kau berpikir aku tidak mau menikah denganmu?"

"Jika kita melakukannya sekarang, bukankah hal itu akan membuat hubungan kita semakin erat dan sudah dipastikan kau akan menikah denganku?" Sepasang oniks Sasuke tampak melirik tajam. "Tapi, kau menolak melakukannya. Dan itu membuatku berpikir; apakah sebenarnya kau tidak mau menikah denganku? Apa kau tidak serius padaku?"

"Sas, apa yang kau bicarakan!?" Naruto terlihat semakin gusar. Bahkan dia melepas pelukan demi bisa sedikit membalik tubuh Sasuke agar kembali menghadap padanya. "Kau tahu, bukan? Aku sangat mencintaimu. Benar-benar mencintaimu."

Iris hitam Sasuke bergulir, menatap lurus pada sepasang safir sang kekasih. "Aku ingin kita melakukannya karena aku serius menjalani hubungan ini denganmu, aku tidak mau kehilanganmu. Aku ingin memastikan bahwa kita bisa menikah. Tapi kau... tidak bisa membuktikan keseriusanmu padaku. Bagaimana aku tidak ragu?"

"Selama ini aku selalu setia." Naruto mencengkeram salah satu lengan Sasuke. "Apa hal itu tak cukup membuktikan?"

Apa yang Naruto katakan memang benar. Selama menjalani hubungan bersama Sasuke dalam lima bulan lamanya, dia tak pernah sekali pun berpaling pada pria lain. Bahkan tergoda sedikit saja tidak pernah. Naruto sangat setia. Naruto juga selalu bersedia melakukan apapun demi pria itu. Tapi, kali ini Naruto benar-benar ragu untuk menuruti keinginan Sasuke.

Apa Sasuke benar-benar tidak mau kehilanganku?

"Setia, ya?" Sasuke bergumam kembali. "Bukankah aku juga setia padamu? Sudah kubilang, aku ingin melakukannya karena untuk membuat hubungan kita semakin erat dan memastikan bahwa aku memang takkan kehilanganmu." Sasuke menghela napas kasar seraya menjauhkan tangan sang kekasih. "Tapi, jika kau memang tak mau. Aku tak akan memaksa."

Walau Sasuke berkata tak akan memaksa, tapi raut wajahnya yang tak lagi senang membuat Naruto benar-benar merasa tertekan hingga wanita itu kembali melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Sasuke, memeluknya dengan dekapan ringan.

"Aku pernah berjanji akan melakukan apapun untukmu." Naruto mengeratkan pelukan seraya menyentuhkan dahi pada dada bidang Sasuke yang masih berlapis kaos hitam. "Dan apa yang kau inginkan kali ini pun harus kupenuhi, bukan? Sesuai janjiku padamu."

"Kau tidak perlu memaksakan diri jika memang tak mau."

Naruto menggeleng lalu mendongak disertai pipi yang merona. "Aku tidak merasa dipaksa. Karena aku juga ingin membuktikan keseriusan perihal perasaanku padamu. Aku ingin Sasuke benar-benar percaya. Terlebih, aku juga tidak mau kehilangan Sasuke."

Sepasang oniks tampak sedikit membola. Dia tak menduga akan semudah ini membuat Naruto bertekuk lutut padanya.

Sepertinya, memanfaatkan rasa kesepian dalam diri Naruto memang tepat.

"Aku tidak bergurau tentang keinginanku ini, Naru." Dengan gestur sensual Sasuke menyentuh punggung sang kekasih, mengusap ke atas secara perlahan yang kemudian berhenti di kepala wanita itu.

"Aku juga yakin dengan keputusanku." Rona di kedua pipi Naruto semakin bertambah.

Diperbudak oleh cinta. Mungkin, itu kata yang tepat untuk menggambarkan diri Naruto saat ini yang semakin hari semakin tunduk pada Sasuke, menuruti apapun yang Sasuke perintahkan, memenuhi apapun yang Sasuke inginkan.

Bagi Naruto, kebahagiaan Sasuke dan senantiasa membuat Sasuke nyaman bersamanya adalah prioritas utama. Dia tak mau mengecewakan pria itu, pria yang telah melepasnya dari belenggu rasa sepi, pria yang telah membuat dia tak lagi merasakan sakitnya kesendirian.

"Apa kau takut?" Sasuke bertanya dengan suara serak yang menyiratkan akan gejolak luar biasa di dalam dada. Dia menyentuh dagu wanita yang terbaring pasrah di bawahnya kemudian melirik tubuh tersebut yang seluruh bajunya telah dia lepas. "Tubuhmu sedikit bergetar."

Naruto mengulurkan kedua tangannya ke atas, menyentuh rahang tegas Sasuke. "Ya, karena bagaimanapun ini pertama kalinya untukku... untuk kita." Seulas senyum tulus tampak terukir di bibir Naruto. "Tapi, aku percaya Sasuke tidak akan menyakitiku."

Sasuke balas tersenyum seraya semakin merendahkan tubuh untuk mengecup pelipis sang kekasih. "Hn, tentu saja."

_______

Kelopak mata Naruto yang semula terpejam rapat mulai terlihat mengerjap beberapa kali. Dahinya berkerut cukup dalam yang kemudian disusul dengan rintihan pelan.

Masih terasa sakit.

Naruto melirik tubuh telanjangnya yang ditutupi selimut tebal kemudian melirik ke samping kanan, tempat di mana Sasuke masih terlelap damai.

Setelah melakukan hal yang dia anggap sebagai pembuktian atas besarnya cinta kepada Sasuke, mereka memang memutuskan untuk tidur. Dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, ternyata mereka telah beristirahat cukup lama.

Uh, kenapa masih saja terasa perih?

Naruto meringis ketika mencoba bangkit terduduk dan merasakan ngilu di bagian kewanitaannya. Padahal Sasuke melakukannya sangat hati-hati, tapi rasa sakit itu tetap tak bisa dia hindari.

"Kenapa bangun?" Sasuke membuka salah satu kelopak mata tanpa bangkit terduduk mau pun mengubah posisi tidur, ia menatap sang kekasih yang terlihat tidak nyaman.

"Ini sudah malam, Sas. Aku harus pulang." Naruto berusaha meraih pakaian dalamnya. Dia tahu, ketidakpulangan dia ke rumah pun takkan bermasalah bagi Mito dan Karin: bibi serta sepupunya yang diamanahi oleh mendiang Minato dan Kushina untuk merawat Naruto, meski nyatanya Naruto lebih banyak hidup menderita daripada mendapatkan ketenangan apalagi kebahagiaan.

Sasuke menggeser tubuhnya tanpa bangkit. Dia melingkarkan salah satu lengannya pada pinggang sang kekasih. "Tidur saja di sini."

Naruto terkesiap. "Apa kau ingin kita digantung hidup-hidup oleh ayahmu!?"

Sasuke tertawa pelan mendengar kepanikan dari raut wajah serta ucapan Naruto. "Ayah dan ibu tidak akan pulang malam ini. Mereka masih di Iwa. Itachi juga tadi mengabariku bahwa dia akan menginap di rumah temannya yang dekat dengan kantor karena besok pagi mereka ada rapat."

"Kau serius ...?"

"Kalau pun aku berbohong dan tetap membiarkanmu menginap di sini, bukankah hal itu hanya akan membuat kita dihukum oleh ayahku?"

"Maksudku, apa mereka benar-benar tidak akan pulang?" Naruto meremat selimut. "Aku takut mereka tiba-tiba datang sedangkan aku masih di sini."

"Tidak. Kau tenang saja." Sasuke mengelus pinggang sang kekasih seraya memberi kecupan panjang pada punggungnya. "Sudah, tidurlah kembali."

Sasuke bisa tenang karena orang tuanya memang masih benar-benar berada di Kota Iwa, sedangkan sang kakak tidak ada pulang sejak pergi bekerja tadi pagi dan sudah memberi kabar padanya bahwa tidak akan pulang ke rumah malam ini bersebab ada yang harus didiskusikan dengan rekan kerjanya mengenai rapat esok.

"Tapi, aku sudah tidak mengantuk. Aku haus... ingin minum air dingin."

Sasuke yang mengerti segera saja bangkit, terduduk dalam beberapa saat sebelum mengenakan pakaian dalam dan celana tidur yang baru dia ambil di dalam lemari, sedangkan dadanya dibiarkan bertelanjang. Dia juga memberikan salah satu kaosnya pada Naruto untuk dipakai lalu mengajaknya keluar kamar menuju dapur yang terletak di lantai bawah.

"Kau mau makan apa?"

"Aku tidak lapar. Aku hanya haus."

"Ini sudah saatnya makan malam." Sasuke mencubit gemas sebelah pipi wanita yang berjalan di sisinya dengan menggandeng salah satu lengan. "Kau mau makan apa? Aku tidak pandai memasak. Jadi, aku akan memesan melalui food delivery."

Karena Sasuke terus memaksanya untuk makan malam dengan berniat memesan makanannya melalui aplikasi ponsel, maka Naruto segera mengajukan diri untuk memasak. Dia pikir, sayang jika harus membeli secara online, harganya pasti akan jauh lebih mahal karena terkena pajak aplikasi. Ya, sebenarnya hal itu tidak masalah bagi Sasuke, uang yang dia miliki sangat mencukupi jika hanya untuk membayar makanan. Namun, alasan kuatnya bukan itu, melainkan karena Naruto takut rasanya tidak memuaskan.

Terlebih, Naruto sudah terbiasa memasak sendiri. Dia sangat jarang mengonsumsi makanan yang diracik oleh orang lain jika bukan karena keadaan yang sangat mendesak seperti tidak ada bahan-bahan di rumah atau dia sudah terlalu lelah untuk memasak.

"Kau mau membuat apa?"

"Omelet."

Sasuke mengangguk setuju sembari menyiapkan dua piring serta dua gelas di atas meja makan kemudian mendekati sang kekasih, memeluknya dari belakang. "Kau tahu, adegan seperti ini biasa terjadi di drama novel atau film."

Naruto mendengus. "Terkesan romantis, ya? Tapi sayang, aku tidak suka diganggu ketika memasak." Ia melirik Sasuke dengan ujung matanya. "Duduklah. Sebentar lagi ini akan selesai."

Tepat ketika Sasuke menarik kursi meja makan, suara deru mesin mobil yang memasuki halaman rumah menyapa indra pendengaran mereka, membuat tubuh keduanya sama-sama menegang sempurna.

Sial!

Tubuh Sasuke dipenuhi keringat dingin karena dia mengenal suara deru mesin mobil tersebut. Dengan cepat, dia berjalan menuju jendela dekat pintu utama rumah untuk memastikan siapa yang datang. Dan dugaannya benar ketika melihat mobil yang tidak asing baginya serta keluarnya sang kakak dari mobil tersebut.

Sial! Sial! Sial!

Kenapa!? Bukankah dia tidak akan pulang!?

"Si-siapa ...?" Suara Naruto terbata-bata disertai iris biru yang terbelalak takut ketika Sasuke kembali ke hadapannya dengan raut sedikit pucat.

Sasuke mengepalkan tangan demi meminimalisir kepanikan yang mulai melanda. "Itachi."

Naruto mejauhkan tangannya dari peralatan dapur yang semula dia gunakan untuk memasak. Sementara Sasuke mulai mencari cara untuk menyembunyikan keberadaan Naruto. Bisa menjadi masalah besar jika Itachi sampai tahu bahwa Naruto ada di sini malam-malam disertai penampilan yang sangat mencurigakan mengingat wanita itu hanya memakai kaos oblong milik Sasuke.

Aku harus menyembunyikan Naruto di mana!?

Sasuke benar-benar tak bisa tenang. Kepulangan Itachi yang tiba-tiba sangatlah di luar prediksi Sasuke karena dia sudah yakin bahwa keluarganya memang tidak akan ada yang pulang malam ini. Tapi, ada apa dengan Itachi? Mengapa Itachi tiba-tiba kembali ke rumah?

"Sas, bagaimana ini!? Aku harus segera bersembunyi!"

Ketukan dari arah pintu utama membuat keduanya semakin panik. Naruto memang sudah tidak asing bagi keluarga Uchiha, namun tidak ada satu pun dari mereka yang tahu bahwa Naruto sudah menjadi kekasih Sasuke sejak beberapa bulan terakhir. Yang mereka tahu, wanita bermarga Namikaze itu adalah teman baiknya saja. Terlebih lagi, Fugaku: ayah Sasuke tidak mengizinkan putra bungsunya memiliki hubungan seperti itu dengan siapapun, Fugaku ingin Sasuke lebih fokus belajar sebagai mahasiswa. Dan jika sampai Fugaku mau pun Mikoto mengetahui hal ini, tentu hal tersebut akan menimbulkan masalah besar.

_______

TBC
23 Juli 23

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro