Bab 30 { Last Tears }
"Katon Gokakyu no Jutsu!"
Semburan api berukuran sedang dengan durasi cukup lama dari mulut Chio, membuat Sakura yang tengah menyaksikan tak jauh dari tempatnya, tersenyum bangga.
Akan tetapi perasaan bangga itu dengan cepat berubah, saat manik emeraldnya melihat Chio lagi-lagi terbatuk dan memuntahkan darah segar dari mulutnya setelah mencoba jutsu dasar itu.
Baru saja ia akan bangkit berdiri, Sasuke segera mengangkat sebelah tangannya. Mencegah Sakura untuk mendekat. Bungsu Uchiha itu nampak menuntun Chio duduk di sebuah batu dan menepuk punggungnya dengan keras, hingga ia kembali memuntahkan darah segar yang lebih banyak dari sebelumnya.
Sakura yang tak tega melihat Chio seperti itu, dengan cepat bangkit berdiri dan berjalan ke arah mereka dan tiba-tiba Shisui muncul di belakangnya. Lalu menarik pergelangannya hingga wanita iti berbalik dengan tatapan bingung.
"Jangan mendekat, Sasuke sedang melebarkan aliran chakranya,"
"Tolong lepaskan aku Shisui-san. Chio terlihat sangat kesakitan. Biar aku mengobatinya sebentar," Ucapnya sembari terus melepas genggamannya, akan tetapi pria itu hanya menatap dingin dan semakin menggenggam pergelangannya dengan erat.
"Rasa sakit adalah poin utama juga dasar dari semua kekuatan kami. Apa kau lupa itu Sakura?" Jelasnya membuat wanita itu kini tak lagi memberontak dan langsung menundukan wajahnya, "Kuatkan dirimu Sakura. Demi kebaikan kita semua,"
"Wakatta," ucapnya sembari melepas tangannya dari Shisui dan langsung kembali duduk di tempatnya.
Shisui yang merasa tidak enak pun mendekat dan duduk di sisinya, sembari menyodorkan teh, "Kau begitu menyayangi anak itu, padahal dia bukan putra kandungmu. Kenapa kau tidak serahkan saja Chio pada para daimyo?"
"Aku tidak ingin dia memiliki nasib yang sama seperti Naruto. Diabaikan, diasingkan, dihina dan dibiarkan hidup sulit, padahal dia putra dari seorang pemimpin yang sudah berjasa besar di masa lalu,"
"Kau benar, di era yang lebih maju seperti sekarang. Walau hokage memberi perlindungan juga lain sebagainya yang bersifat baik, tetap saja para daimyo tidak akan berubah,"
"Bagiku Hokage maupun Daimyo sama saja. Mereka kejam dan selalu bertindak seenaknya," Ucapnya membuat Shisui mengernyit, tak menyangka Sakura akan mengatakan hal buruk tentang senseinya, "Bagi mereka, kita hanya sebuah boneka yang bisa di atur sesuka hati dan di buang saat tak di butuhkan,"
"Kakashi tidak seperti itu Sakura,"
"Jika dia tidak seperti itu, lalu kenapa dia terus menabur garam pada hatiku yang masih terluka? Coba katakan, kenapa dia terus membebani fikiranku di saat aku ingin menenangkan diri!" Teriaknya yang membuat Shii sangat terkejut, apalagi melihat Sakura memalingkan wajahnya sembari terisak.
"Sakura aku ...."
"Shisui-san jika kau tak ingin aku mati tolong bawa aku pergi jauh dari sini. Aku rela kehilangan semua gelar juga kehormatanku asalkan aku bisa tenang," Isaknya membuat pria itu kini menundukan pandangannya, sembari menyeka air matanya.
Dengan lembut ia mengusap punggung Sakura dan menatapnya dengan berkaca-kaca, "Baiklah, tapi sebagai bayarannya aku ingin Chio tetap di sisiku,"
"Chio akan tetap bersamaku, Shisui-san. Aku telah berjanji pada Itachi,"
"Kau berjanji untuk menjaga para putranya. Tapi Chio bukan ...."
"Sudahlah, jika kau tak ingin membawaku pergi. Maka aku akan pergi sendiri," Ucapnya sembari bangkit berdiri.
"Sakura, sampai kapan kau menyembunyikan kenyataan ini?" Tanyanya membuat langkah wanita itu terhenti, "Apa yang kau harapkan atau inginkan dari anak itu hingga kau rela menutup semua kebenaran dan mengabaikan semua rasa sakitmu?"
Srak ...
Sebelum Sakura menjawabnya, terdengar suara gemerisik semak yang cukup kencang tak jauh dari mereka. Shisui segera menarik katananya dan berdiri memunggungi Sakura, "Pergilah, biar aku yang urus,"
"Sebelum kau memberikan hakku. Kau tidak boleh kemana-mana Uchiha-Sakura!" Teriak sebuah suara di balik pohon besar, perlahan seorang wanita bersurai coklat panjang berjalan keluar dari sana sembari memegang sebuah kunai yang masih berlumuran darah.
"Izumi? Kenapa kau kemari? Bukankah kami sudah memberi hak kebebasan padamu?" Tanya Shisui yang semakin meninggikan posisi katananya, bersiaga kalau-kalau wanita itu menyerang mereka dengan tiba-tiba.
"Aku ingin hakku sebagai ibu dari Chio,"
Sang gadis musim semi perlahan maju dan menurunkan katana Shisui, "Jelaskan apa yang kau inginkan. Jika kau ingin anakmu kembali maka mintalah izin pada Shisui-san,"
"Sakura, jangan gila. Dia bahkan tidak pernah menyayangi Chio, dia hanya memanfaatkannya sebagai alat untuk mencari uang,"
"Izumi-san, katakan saja apa yang kau inginkan. Jangan dengarkan dia," ucapnya membuat pria itu benar-benar terlihat kecewa.
"Aku tidak menginginkan anak itu. Aku hanya ingin setengah desa Miragatana, itu saja sebagai imbalan untuk mengandung juga melahirkannya,"
"Kau gila!" Teriak Shisui sembari berlari mendekat dan langsung mencengkram bahunya, "Setelah melakukan kebohongan besar kau masih saja tidak sadar. Apa aku harus membongkar semuanya di hadapan publik!"
Sakura pun segera mendekat dan terus mencoba melepaskan cengkramannya, tapi gagal karena pria itu lebih kuat darinya, "Shisui-san sudahlah,"
"Hari ini aku tidak akan berhenti, Sakura. Penderitaanmu sudah cukup banyak. Aku sudah tidak tahan lagi!"
Brak!
Sebuah tendangan kencang dari sang bungsu Uchiha yang tiba-tiba berteleportasi di atasnya, membuat Shisui langsung tersungkur ke belakang dengan tatapan tak percaya.
"Shisui-san, kau ini kenapa? Dia sahabatmu sendiri lalu ...."
"Aku tidak mempunyai sahabat yang memiliki hati iblis seperti dia!" Teriaknya membuat Sasuke terbelalak dan kini menatap pada Izumi yang tengah menundukan pandangannya, "Apa kau ingin tahu kejahatan apa yang dia lakukan hingga aku sangat membencinya, Sasuke?"
"Shisui-san aku mohon hentikan semua ini dan jangan katakan apapun lagi. Ayo, tolong antarkan aku ke rumah sakit," Isak Sakura namun pria itu tak mendengarnya dan dengan cepat berjalan menarik pergelangan Izumi, "Wanita ini merupakan dalang dari kematian kakakmu. Dia yang melesatkan panah beracun dan menarik Itachi masuk pada reruntuhan rumah Nagato," Ucapnya membuat bungsu Uchiha itu terbelalak tak percaya.
"A ... Apa?"
"Shisui-san tolong hentikan jangan lanjutkan lagi," Pinta sang gadis musim semi, sembari berlutut di sisinya.
"Tidak hanya itu, ia juga yang mempengaruhi fikiran dirimu, Nagato dan Hinata untuk menghancurkan Itachi Juga untuk merebut wilayah Miragatana. Namun, karena tahu usahanya tidak akan berhasil ia memanfaatkan Chio. Darah dagingnya sendiri bersama Kankuro,"
Pak!
Sebuah tamparan keras dilayangkan sang gadis musim semi untuk membungkam mulut Shisui. Keduanya kini nampak saling melempar tatap tajam. Saat pria itu akan kembali berbicara Sakura segera mengacungkan telunjuknya, "Tidak satu kata lagi Shisui-san," peringatnya membuat suasana kini menjadi tegang.
"Yare-yare, semua pertanyaanku ternyata sudah di jawab sebelum aku menanyakannya. Sudah ku duga Chio bukanlah keturunan murni klan Uchiha," Ucap sang pria perak yang entah sejak kapan sudah duduk di salah satu pohon, di belakang mereka.
"Kakashi ..."
"Tenang, aku tidak akan membocorkan rahasia ini," Ucapnya lagi sembari melompat turun dan menatap Izumi dengan datar, "Kau ingin Miragatana kan? Mintalah padaku sekarang bukan pada Sakura karena dia bukan pemimpin di sana lagi,"
Izumi kini memalingkan wajahnya mendengar perkataan tajam dari sang pria perak, "Kau punya mulut kan? Ayo, katakan sekarang, apa yang kau inginkan," ucapnya lagi membuat wanita itu semakin merapatkan bibirnya.
"Sens ..."
"Ibu!"
Teriakan Chio seketika mengagetkan mereka, Sasuke terlihat begitu panik karena menyadari telah meninggalkan Chio seorang diri di tempat latihan. Tanpa banyak berfikir mereka berlari menuju sumber suara.
Sakura nampak beberapakali berhenti, untuk mengatur napas. Karena kondisinya kini benar-benar tak memungkinkannya untuk berlari jauh. Semakin dalam mereka memasuki hutan tempat latihan itu, teriakan Chio semakin tak menentu darimana asalnya, karena suaranya kini terdengar menggema di seluruh penjuru tempat.
Saat Sakura tiba di tempat Sasuke meninggalkan Chio. Semua orang sudah berpencar mencarinya. Sakura yang tak ingin diam saja pun, mulai mengikuti instingnya. Ketakutan juga kekhawatiran besar yang kini mencengkramnya, membuat Sakura mulai merasa sesak.
Air mata terus menetes saat ia menatap matahari yang akan tenggelam. Sekalipun Chio bukan putra kandungnya, Sakura sangat menyayanginya. Bukan karena janjinya pada Itachi, tapi karena ia memang tulus.
Sebagai seorang wanita yang cukup kesulitan mendapatkan seorang anak, Sakura begitu bahagia saat Chio menganggapnya sebagai seorang ibu. Apalagi tak lama setelah itu ia di nyatakan mengandung anak kembar. Kebahagiaan juga kepercayaannya pada Chio bertambah, berkali-kali lipat. Anak itu merupakan bentuk keberuntungan juga anugerah yang besar baginya.
Tak perduli dia putra siapa atau dari darah mana Sakura kini tak perduli, karena di dalam hatinya ia merupakan putra pertamanya. Seluruh desa juga sudah mengakuinya. Tidak ada yang bisa mengubahnya hingga kapanpun.
Brak!
Sebuah pohon tak jauh darinya tiba-tiba tumbang. Sakura pun segera berlari ke sana karena merasa Chio ada di sana. Manik emeraldnya seketika terbelalak saat melihat Chio terbaring berlumuran darah di dekat pohon yang tumbang itu.
Jantungnya berdegup semakin kencang merasakan dinginnya tubuh anak itu. Dengan gemetar Sakura mendekapnya sembari mengalirkan chakra medis.
"Chio, ibu mohon bangunlah," Ucapnya dengan nada bergetar dan terus ia ulangi hingga anak itu terbatuk, memuntahkan darah segar dari bibirnya.
Manik sehitam malamnya kini menatap sendu pada Sakura yang langsung menggendongnya dari belakang, "Chio bertahanlah. Ibu akan membawamu ke rumah sakit segera,"
"Ibu, Chio lelah. Cho ingin tidur saja,"
"Tidak, ibu mohon tetaplah terjaga," Ucapnya sembari mempercepat langkahnya.
"Ibu, apa benar Chio bukan putra papa?" Tanyanya membuat Sakura kini di landa kebingungan besar dan lebih memilih untuk diam.
"Chio tadi bertemu papa,"Ucapnya lagi membuat perasaannya kini menjadi semakin hancur.
"Chio, sebentar lagi kita sampai. Pegangan yang ...."
Srak!
Sesosok manusia berpakaian serba hitam tiba-tiba melompat ke hadapannya sembari mengacungkan katana, "Berikan anak itu,"
"Kenapa kalian menginginkan putraku?"
"Dia merupakan bentuk dosa terbesar dan harus di hapuskan,"
"Anakku adalah anugerah dari Kami-sama, bukan sebuah dosa,"
"Dia bukan putramu,"
"Dia putraku dan mendiang Itachi-Uchiha!" Teriaknya membuat sosok itu mendecih kesal.
Tanpa aba-aba ia berlari mendekat dan mengayunkan pedangnya pada Sakura. Untung saja ia sangat sigap hingga bisa menghindarinya. Sakura yang tahu ia tidak bisa melawan mereka dalam kondisinya yang tengah hamil besar pun lebih memilih kabur demi keselamatan Chio.
Tiba-tiba kilatan katana di sisinya kembali mengejutkan Sakura. Dengan cepat ia menangkap katana itu dan menariknya hingga tangannya terluka cukup dalam. Sosok hitam yang kini tak bersenjata itu kini terus menghindar saat Sakura menyerang, dengan mengayunkan katananya.
Crash!
Sebuah tali tiba-tiba mencambuk kakinya hingga ia jatuh berlutut. Sosok hitam yang kembali mendapatkan senjatanya, menendang sekuat tenaga pipi sang gadis musim semi hingga tersungkur.
Tanpa memperdulikan rasa sakitnya, ia segera bangkit. Menarik Chio yang terjatuh tak jauh darinya dan langsung memeluknya.
Seperti para istri prajurit lain yang sudah berada di ujung tanduk, Sakura pun menegakan kepalanya. Menatap tajam, tanpa rasa takut pada sosok hitam yang kini berjalan mendekat.
"Papa," Ucap Chio sembari memeluk erat Sakura. Tak berani menatap pada sosok itu.
"Suamiku .... Itachi-kun. Aku datang," gumam sang gadis musim semi, di iringi tetes air mata terakhirnya.
Saat sosok itu menebaskan katananya, sesosok pria berkimono merah tiba-tiba muncul di hadapannya dan langsung menahan senjata itu. Cipratan darahnya seketika mengenai wajah Sakura yang kini terlihat memucat begitu merasakan chakra dari pria di hadapannya itu.
Saat sosok itu menoleh, manik emeraldnya seketika terbelalak tak percaya. Air matanya kini jatuh semakin deras. Bagaikan gersangnya padang pasir, tenggorokannya terasa begitu sakit menahan sesak di dadanya yang semakin menjadi.
Sebuah senyuman dari sosok berkimono merah itu, membuat fikirannya seketika melayang jauh hingga pandangannya menjadi gelap dan hening.
******
Rumah sakit Konohagakure.
Suara denyut nadi dari mesin di sisi brankar sang gadis musim semi, perlahankan membangunkannya dari tidur panjang. Ino dan Hinata yang selalu berada di sisinya seketika merasa lega saat melihat Sakura mulai membuka matanya.
Seperti tersadar akan sesuatu, Sakura tiba-tiba terduduk dengan cepat hingga perutnya sangat sakit karena lupa jika kini ia tengah mengandung. Ino pun segera menyuntikan pereda rasa sakit sementara Hinata menata bantal, untuk menyangganya duduk.
"Pig, dimana Itachi-kun?" Tanyanya pertama kali, membuat kedua wanita itu saling melempar tatap aneh.
"Dia tidak ada di sini Sakura. Ku mohon tenanglah," Jelas Ino yang membuat wanita itu menggeleng tak percaya.
"Itachi-kun yang menyelamatkan aku dan Chio kemarin. Aku mohon katakan dimana dia sekarang!" Teriaknya di iringi sebuah tangis yang seketika membuat kedua wanita itu panik. Saat Hinata memeluknya, tangis Sakura semakin kencang dan membuat Ino kelabakan.
"Sakura te ..."
Hinata seketika menghentikan ucapannya saat pintu ruangan itu terbuka. Sakura yang masih merasa terpukul dengan penjelasan menyakitkan Ino, nampak tak memperdulikan langkah kaki yang mendekat cepat ke arahnya.
"Chancala," Sebuah panggilan lembut bagai angin pertama musim semi, di iringi belayan lembut nan dingin pada pucuk kepalanya membuat Sakura seketika begitu terkejut.
Dengan cepat ia menoleh dan semakin terbelalak melihat sosok yang begitu ia rindukan selama ini, kini ada di hadapannya. Menatap penuh cinta dengan senyuman manisnya seperti pertamakali mereka bertemu.
Saat Ino dan Hinata pergi, sosok yang merupakan Itachi itu duduk di sisi ranjangnya dan menyeka pipinya yang kembali basah, "Gomen-nee. Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu seperti ini lagi,"
Sakura seketika menundukan wajahnya lalu menutupnya dengan kedua tangan dan kembali menangis dengan kencang, "Ini tidak mungkin. Kau pasti hanyalah halayanku," isaknya yang membuat sang sulung Uchiha juga menitikan air matanya.
Perlahan ia mengulurkan tangannya dan memeluk Sakura, "Ini bukan hayalan, sayang. Ini sungguh diriku, coba kau dengar detak jantungku kau pasti mengenalnya,"
Tangisnya semakin pecah begitu menyadari semua ini nyata. Pelukannya kini semakin erat, karena tak ingin ia lepas lagi dari sisinya.
"Bakayarou!" Ucapnya sembari meninju bahu sang sulung Uchiha, "Kau kemana saja shannaro! Apa kau senang melihatku menderita seperti ini!"
Dengan hati-hati Itachi pun menjelaskan jika ia selama ini di rawat oleh Orochimaru juga Tsunade. Saat insiden hari itu sampai beberapa hari kemarin Itachi, ternyata dalam keadaan koma dan begitu tersadar ia langsung kemari.
Ia juga mengatakan jika Gaara lah yang memiliki ide, menyembunyikan dirinya juga menekan Sakura agar dalang dari semua masalah ini keluar.
Tinjuan yang lebih kencang kini Sakura pukulkan pada bahunya dan membuat sulung Uchiha itu meringis. Itachi kini terlihat kembali bahagia karena bisa mendengar ocehan juga pukulan istri tercintanya.
Tak hanya itu ia juga begitu bahagia saat menyentuh perut sang gadis musim semi. Beberapa tendangan kecil yang ia rasakan, membuat air mata bahagianya menetes. Dengan penuh kasih sayang ia mengecup perutnya lalu mencium lembut bibir Sakura.
Brak!
Itachi seketika memundurkan diri begitu pintu ruangan itu terbuka. Sakura seketika tersenyum bahagia melihat Chio berlari mendekat sembari memeluk boneka beruang besar di ambang pintu.
"Ugh jagoan kecilku sudah bangun rupanya," Ucap Itachi sembari mengangkat Chio dan mendudukannya di sisi Sakura.
"Bagaimana keadaanmu Chio?" Tanya sang gadis musim semi sembari mengusap pucuk kepalanya, "Berkat ibu Chio hanya mengalami luka kecil dan memar saja. Ibu tidak perlu khawatir," Ucapnya sembari memeluk Sakura.
"Papa, gomen. Chio tidak bisa menjaga ibu dan adik dengan baik,"
Itachi nampak tersenyum simpul mendengarnya dan langsung menggendong Chio dalam pangkuannya, "Kau sudah melakukan yang terbaik. Papa bangga padamu,"
"Itachi-kun, tentang desa kita ...."
"Aku tahu. Kita tidak akan kembali ke sana, aku sudah mendapatkan tempat terbaik untuk kita,"
"Benarkah?" Tanya Chio yang seketika di jawab anggukan oleh pelukan hangat dari Sakura. Itachi juga kini membalas pelukannya dan membuat Chio sangat senang berada diantara mereka.
"Aishiteru," ucap mereka berbarengan, membuat beberapa rekannya yang mengintip di balik pintu juga jendela terharu.
End.
*******
Haah akhirnya cerita ini selesai juga, walau tidak sesuai harapan🤣 Seharusnya cerita ini selesai di bab 27 atau 28 tapi Author berasa kurang srek jadi trabas aja sampai author rasa pas.
Tenang masih ada epilog yang bakal update next week.
Terimakasih bagi para reader yang telah membaca, memberi vote juga memberi komen pada cerita ini.
Next ngeship siapa lagi ya, yang aneh😆 kalau ada saran komen aja ya, jangan malu atau takut karena author gakan gigit atau nyeruduk😆
Oh ya, untuk cerita Hatake or Sabaku. Author hiatus bentar ya😁 { Bentar kok paling tahun depan updatenya 😆 canda ehh,😁}
Ok segitu aja yang pengen author sampaikan, sekali lagi terimakasih dan see u in next story. 🤗
********
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro