Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 24 { The Beginning of an End }

Di tepi sungai yang tersinari cahaya rembulan, Sakura nampak duduk bersandar di sebuah batu besar sembari menatap pantulan bayang sang rembulan. Manik emeraldnya terasa begitu hampa. Tetes-tetes air mata yang tak bisa ia bendung lagi, terus jatuh ke pangkuannya.

Ia benar-benar ingin melampiaskan semua emosinya, tapi sekarang ia tidak bisa bertindak semaunya mengingat dia adalah istri dari seorang pemimpin besar dan di segani semua orang. Ia tak mau mencoreng nama Itachi dengan sikap maupun sifatnya yang kekanakan dan lebih memilih menyimpan semuanya di dalam hati, walau itu terasa begitu menyakitkan.

Tiba-tiba terdengar suara gemerisik yang seketika membuyarkan lamunannya. Sakura pun segera menyeka kedua pipinya dan menegakan posisi duduknya.

"Sakura, kau masih di sini?" Tanya suara lembut sang gadis Hyuga yang terdengar melangkah mendekat.

"Hmm,"

Hinata perlahan duduk di sisinya sembari menggenggam tangannya, "Lebih baik kau kembali ke tenda, semua orang mengkhawatirkanmu," ucapnya namun sakura segera melepas tangannya dan menatap ke arah lain.

"Sakura, aku mengerti apa yang kau rasakan tapi kalau kau terus diam seperti ini maka Izumi-san akan semakin berani mendekati Itachi-nii,"

"Aku tidak perduli,"

"Sakura, jangan keras kepala. Apa kau tidak mencintai Itachi-nii? Apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaanya sekarang?"

"Lalu apa dia memikirkan bagaimana perasaanku juga Hinata!" Selanya membuat gadia Hyuga itu terkejut, "Aku memang tahu Itachi-kun masih terus mencari keberadaan Izumi-san sampai detik ini. Tapi aku benar-benar tidak tahu kenapa dia masih mencarinya. Apakah benar ia hanya sekedar ingin mencari atau memang ia tahu jika Izumi-san mengandung putranya. Coba kau bayangkan bagaimana hatimu jika berada di posisi ini Hinata,"

Gadis Hyuga itu nampak menatapnya dengan datar lalu tersenyum tipis, "Aku pasti akan memberi pelajaran pada wanita itu jika ada di posisimu Sakura," ucapnya membuat Sakura menoleh sembari menyeka pipinya yang lagi-lagi di basahi air mata.

"Apa kau tidak perduli pada kehormatan juga statusmu Hinata?"

"Jika itu demi kebaikan maka aku tidak perduli. Semua orang juga akan mendukung,"

"Tapi Izumi-san, sudah mengakui kesalahannya dan menebusnya selama ini. Aku tidak bisa melakukan bahkan memikirkan hal yang buruk tentangnya,"

"Kau terlalu baik Sakura, itulah yang menjadi sumber kelemahanmu. Lalu bagaimana dengan Itachi-nii?"

Gadis musim semi itu kembali membuang muka dan menatap ke arah pantulan rembulan. Ia benar-benar tidak tahu harus apa pada pria itu, bahkan untuk bicara dengannya saja ia tidak ingin karena setiap kali melihat mata pria itu, hatinya terasa semakin hancur.

Hinata kembali mengejutkan Sakura saat ia menggenggam tangannya, "Jika kau tidak ingin berbicara tentangnya. Bagaimana dengan anak itu? Apa kau akan benar-benar menerima dan membawanya ke desa?"

"Ya, dia adalah putra Itachi maka dari itu kami akan membawanya. Chio juga sangat membutuhkan sosoknya saat ini,"

"Apa kau tidak khawatir Sakura? Dia adalah anak laki-laki," ucapnya membuat gadis musim semi itu menoleh tak mengerti, "Memangnya kenapa?"

Hinata nampak menepuk keningnya sendiri dengan keras dan menatap kesal pada gadis itu, "Dia anak laki-laki pertama klan uchiha. Tentu dia akan menjadi penerus kursi kepemimpinan Itachi-nii selanjutnya. Lalu bagaimana dengan putramu nanti? Apa ia akan menjadi pelayan anak asing itu?"

Sakura kembali memalingkan wajahnya sembari menyentuh perutnya. Fikirannya kini di penuhi oleh ucapan sang gadis Hyuga yang membuat hatinya bimbang.

"Kau harus bersiap dan mengatur strategi dari sekarang, Sakura. Izumi-san bisa saja mengambil posisimu dan menyingkirkanmu karena ia memiliki perisai anak asing itu,"

"Hinata!" Teriak sebuah suara bariton yang menyentak kedua gadis itu.

Sang pria perak yang nampak membawa sebuah nampan berisi dua cangkir itu segera mendekat dengan tatapan datar yang terasa menusuk. Sang gadis Hyuga pun segera berdiri sembari menundukan pandangannya, sementara Sakura nampak tak acuh dan malah menatap ke arah lain.

"Hinata, Sai meminta bantuanmu untuk melacak jejak," ucapnya dengan nada yang kini berubah menjadi lebih lembut.

Gadis Hyuga itu segera mengangguk lalu pergi dengan cepat dari sana. Manik hitamnya kini menatap pada Sakura yang nampak melamun, lalu duduk di sisinya.

"Kopi?" Ucapnya sembari menyodorkan cangkir itu di hadapannya.

"Tidak, sensei. Terimakasih,"

Kakashi yang mengerti dengan situasinya pun tak bisa memaksa dan kembali menaruh cangkir itu di atas nampan, lalu menyimpannya di sisi.

"Sakura, aku merasa aneh padamu. Biasanya kau selalu melampiaskan semua emosimu, bahkan tak segan melontarkan tinjuanmu pada setiap orang yang membuatmu kesal. Tapi kenapa sekarang tidak?" Tanya sang pria perak sembari membaringkan diri di sisinya. Namun, melihat reaksi sang gadis musim semi yang tak menjawab apapun Kakashi pun perlahan menghela, "Apa kau ..."

"Sensei berhentilah bicara yang tidak jelas. Kepalaku sakit," ucap sang gadis musim semi sembari menyandarkan kepalanya pada batu di sisinya.

"Baiklah, aku tidak akan berbicara yang tidak perlu. Aku akan tidur saja, mataku terasa bengkak seperti di sengat tawon karena tidak tidur selama berhari-hari,"

Sakura kini melirik pada Kakashi yang sudah terpejam dengan tangan terlipat di depan dada seperti mayat. Tawa kecil tertahan gadis musim semi itu perlahan membangunkan Kakashi yang sudah akan terbang ke alam mimpi.

Saat ia membuka mata Sakura nampak tersenyum tipis sebelum kembali berpaling ke arah lain, "Sepertinya aku mendengar suara katak tertawa barusan. Haahh mungkin itu hanya halusinasiku saja karena di sisiku sekarang hanya ada peri berwajah kusut,"

"Sensei," panggil Sakura dengan tatapan kesal membuat pria itu melirik dengan tatapan jahil, "Apa? Jangan kegeeran, peri itu bukan dirimu. Tapi pakkun,"

Sakura kini kembali tersenyum mendengar lelucon garingnya dan membuat pria itu juga tertawa melihat pakkun yang berada tak jauh dari mereka seketika merengut. Tiba-tiba pria itu kembali duduk bersila dan meletakan sebuah cincin berbentuk seperti stempel berlambang dua buah katana yang menyilang, pada telapak tangan gadis itu, "Sensei, ini milik Itachi-kun. Bagaimana bisa ada padamu?"

"Pada awalnya Itachi memberikannya pada Sasuke. Namun, entah kenapa anak itu malah melemparnya padaku. Aku fikir mereka sedang bermain jadi aku serahkan saja padamu,"

"Sensei ini stempel desa Miragatana. Tidak sembarang orang bisa memakai atau menyentuhnya,"

"Ah ya, aku baru ingat sekarang. Lalu apa yang akan kau lakukan dengan cincin itu?"

Sang gadis musim semi kini meliriknya dengan kesal, lalu menarik tangannya dan meletakan cincin itu lagi pada telapaknya, "Kembalikan. Akan sangat berbahaya jika jatuh pada orang yang tidak tepat,"

Kakashi kini malah memberikan kembali cincin itu sembari mengepalkan tangan Sakura, "Aku tidak mau. Sudah belasan hari aku tercekik oleh aura seramnya dan aku tidak mau memanggil malaikat kematianku sekarang,"

"Sensei ku mohon,"

"Tidak. Sekali tidak tetap tidak," ucapnya sembari bersedekap menyembunyikan tangannya, "Kalau kau tidak mau kau pakai saja. Itu sangat cocok untukmu,"

"Cocok dari mana!" Teriak sang gadis musim semi membuat Kakashi seketika menutup kedua telinganya, karena merasa pengang, "Yang ada aku hanya akan menghancurkan desa jika memakainya," ucapnya yang kini kembali tertunduk sembari memeluk kedua lututnya.

"Kata siapa? Orang bijak sepertimu jika memakai cincin itu, akan membuat desa semakin maju tahu,"

"Bijak darimana sensei. Aku bahkan ....."

"Bahkan apa? Kau sudah cukup bijak Sakura. Sikapmu benar-benar menunjukan kualitas seorang pemimpin yang baik. Kau tidak memperdulikan atau mencampurkan urusan pribadi dalam tugasmu. Kau juga masih bisa berfikir jernih saat suasana tengah kacau. Aku bangga padamu," ucapnya sembari mengelus rambut sang gadis musim semi.

Sakura pun segera menyingkirkan tangannya dan menatap ke arah lain, "Sensei, kau tidak perlu menghiburku,"

"Terserah kau mau menganggap pujianku sebagai bualan atau apa. Tapi ucapanku itu benar adanya karena mataku sendiri yang melihat dan telingaku sendiri yang mendengar,"

Melihat Sakura yang hanya terdiam, Kakashi pun perlahan bangkit berdiri lalu menarik tangan sang gadis musim semi, "Ayo pergi dari sini, hantu di sini sangat ganas saat malam. Kau bisa kerasukan jika terus melamun,"

"Sensei aku masih ingin sendiri," tolaknya membuat pria perak itu langsung melepasnya dan mengakat kedua tangannya di udara, "Baiklah, silahkan tinggal di sini sesukamu dan jangan menyesal jika ada babi hutan yang menculik Itachi di sana,"

"Sen ...."

"Ibu Sakuraa! Kaasaaan! Papaaa!" Teriak suara Chio membuat mereka tersentak kaget.

Sang gadis musim semi seketika berdiri lalu berlari menuju sumber suara anak itu. Begitu di persimpangan jalan tiba-tiba Itachi juga tengah berlari di sisi lain, hingga tabrakan antara mereka tak terhindarkan. Untung saja pria itu sangat sigap dan langsung membalikan tubuhnya saat menangkap Sakura, hingga punggungnya lah yang pertama kali membentur tanah sebelum Sakura menimpa tubuhnya.

"Itteee!" Gumam Sakura membuat sulung Uchiha itu segera mendudukannya, "Sakura, kau tidak apa?" Tanyanya sembari memeriksa gadis itu.

Namun, Sakura segera menepis tangannya dan mendorong mundur bahunya lalu segera kembali berdiri. Saat mendengar lagi teriakan Chio, mereka pun serempak berlari menuju sumber suara, Itachi yang menemukan sesosok pria berpakaian serba ungu tengah menggendong Chio di bahunya, segera berlari lebih cepat sembari melemparinya dengan kunai.

Trak!

Saat Sakura akan menyusulnya, tiba-tiba beberapa anak panah melesat padanya. Itachi yang mendengar suara lesatan anak panah itu seketika kehilangan fokusnya dan menengok ke belakang. Ketika ia akan bersiap berbalik menuju ke arahnya, Sakura segera menggeleng lalu menunjuk ke arah Chio yang semakin jauh.

Gadis musim semi itu kini berbelok, mengalihkan perhatian sang musuh yang ingin memanah Itachi sementara pria itu kembali mengejar putranya. Pepohonan dengan daun yang rimbun itu sedikit menyulitkan pergerakannya, apalagi batang-batang pohon itu di selimuti lumut yang licin hingga ia hampir saja tergelincir.

Setelah Sakura merasa sudah cukup jauh berlari, ia segera turun dan bersembunyi di celah pohon tua yang setengahnya sudah tumbang. Hujanan anak panah masih saja terus berjatuhan, gadis musim semi itu perlahan terduduk sembari mencabut dua anak panah yang tertancap pada bahu juga punggungnya.

Saat ia kembali berdiri, jengitan rasa sakit pada perutnya seketika membuat Sakura kembali berlutut sembari meremas perutnya. Perlahan ia mengatur napas untuk meredakan rasa sakitnya sembari mengusap perutnya, "Sayang, tolong jangan rewel. Karena saat ini kaasan harus membantu tousan juga kakakmu. Tidurlah sebentar lagi," gumamnya di iringi rintik air mata yang perlahan kembali menguatkannya untuk berdiri.

Hujanan anak panah di luar nampak sudah berhenti. Sakura pun merapatkan diri di sisi lubang pohon itu dan memperhatikan sekitar. Dua chakra yang terasa tak terlalu kuat mulai terdeteksi olehnya.

Sakura kini menajamkan manik emeraldnya pada titik dimana kedua chakra itu terasa dan benar dua sosok berpakaian ungu seperti yang membawa Chio tadi nampak bersembunyi di salah satu pohon. Ia tidak punya senjata kini untuk menjatuhkan mereka namun Sakura memiliki cara lain.

Ia perlahan memejamkan matanya, sembari terus menarik juga menghancurkan kembali chakranya yang tersegel dengan memfokuskan fikirannya sepertinyang di ajarkan Itachi. Tubuhnya kini mulai terasa memanas, lonjakan hawa panas mulai naik. Sakura seketika terbatuk dan menyemburkan darah segar saat segel itu berhasil hancur. Begitu ia membuka matanya, sebuah tanda byakugou kembali terukir pada keningnya.

Melihat sang gadis musim semi perlahan keluar dari sana. Kedua sosok itu pun segera bersiap melesatkan kembali anak panahnya namun sayang Sakura segera meninju tanah yang langsung berguncang hebat hingga terbelah dan menjatuhkan kedua sosok itu.

Dengan begitu cepat gadis musim semi itu berlari menendang salah satu dari mereka hingga terpental dan merobohkan beberapa pohon di sana. Diantara pekatnya kabut bekas reruntuhan pohon-pohon itu, manik emerald sang gadis musim semi nampak bercahaya dan memancarkan aura mengerikan yang membuat sosok terakhir penjahat itu gemetar.

Saat ia akan bersiap berlari Sakura segera mencabut salah satu ranting di sisinya dan melemparkannya pada sosok itu yang seketika ambruk saat ranting itu menusuk punggungnya. Sekuat tenaga sosok itu mencoba merangkak pergi. Namun, Sakura lebih dulu tiba dan langsung menjambak rambutnya.

"Siapa yang mengirimmu dan untuk apa?" Tanya sang gadis musim semi dengan nada yang begitu dalam dan membuat pria itu semakin gemetar ketakutkan, "Jawab!"

"N ... Nee. Tolong ampuni saya. Saya tidak tahu apapun, saya hanya menjalankan perintah,"

"Perintah dari siapa?"

"Seorang pria bermata aneh dan berambut merah," ucapnya membuat Sakura tersentak kaget, "Apa perintah yang pria itu katakan padamu?"

"Habisi seluruh klan Uchiha dan ambil permatanya," ucap sebuah suara membuat Sakura seketika menoleh ke belakang.

Manik emeraldnya seketika terbelalak melihat sosok Hidan tak jauh di belakangnya bersama beberapa prajurit, berseragam sama dengan penjahat di bawah kakinya. Sunggingan senyuman menyebalkan nampak terukir pada wajah pria itu yang terlihat sudah babak belur saat ia mengulurkan tangannya.

"Ayo, suamimu sudah menunggu," ucapnya membuat Sakura mengernyit tak mengerti dan perlahan berjalan mundur, "Kenapa? Ayo cepat waktuku tidak banyak,"

Sakura yang tak percaya akan ucapannya itu pun segera berlari menjauh secepat mungkin. Dalam kondisi tubuhnya yang masih belum pulih total apalagi tengah mengandung ia tidak bisa berhadapan dengan pria menyeramkan itu.

Brak!

Lontaran batang pohon yang cukup besar mendarat tepat beberapa meter di hadapannya dan membuat Sakura jatuh terduduk karena tiba-tiba menghentikan langkahnya. Saat ia merasakan sesuatu tengah melesat ke arahnya Sakura segera melompat ke sisi lain dan menangkis tangan Hidan yang mencoba menyentuhnya.

"Gadis nakal, jangan merepotkanku cepat turuti perintahku atau aku akan menyeretmu!" Teriaknya sembari terus mencoba mendekat.

"Tidak! Aku hanya menuruti perintah dari Itachi-kun. Bukan orang asing apalagi orang gila sepertimu, shannaro!" Teriak balik Sakura sembari meninjunya sekencang mungkin hingga terseret mundur cukup jauh.

Berulangkali Hidan terus mengejar dan menggapainya dengan sabit kematiannya. Namun, Sakura yang sudah tahu teknik serangannya bisa terus menghindar darinya. Hingga tiba-tiba jalan di hadapannya buntu, Sakura pun segera mengambil ancang-ancang untuk berbelok. Akan tetapi Sabit kematian itu sudah melesat di sisi pipinya dan hampir mengenainya.

Trang!

Suara desingan senjata yang patah membuat Sakura seketika menoleh dan begitu terkejut melihat Sasuke melompat ke hadapannya. Hidan nampak membuang senjatanya yang sudah patah menjadi beberapa bagian karena tebasan katana dari sang bungsu Uchiha.

"Semakin lama kau semakin lancang Hidan. Berapa harga yang di bayar Nagato untuk menyewamu hah!" Teriaknya membuat pria itu mendecih kesal.

"Gakki! Sifat sembrono mu ternyata tidak pernah hilang ya? Apa kakakmu itu tidak mengajari sopan santun saat bertarung? Seenaknya saja kau masuk dalam pertempuran kami,"

"Urusai!" Teriaknya sembari berlari mendekat dan mencoba menebasnya. Namun, Hidan segera menghindar dengan melompat diantara pohon di sana.

Sakura yang tak menyadari pergerakannya, karena jengitan rasa sakit pada perutnya kembali terasa pun, di kejutkan dengan sosok Hidan yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan menusukan sabitnya yang telah kembali terangkai walau tak sesempurna yang sebelumnya. Akan tetapi sebelum itu terjadi Itachi tiba-tiba berteleportasi ke sana, hingga Sabit itu menembus tubuhnya.

"Chikuso! Beraninya kau menyentuh istriku!" Teriak sulung Uchiha itu dengan tatapan yang begitu tajam dari manik semerah darahnya.

Dengan sekuat tenaga ia menggenggam tali besi sabit itu lalu menariknya hingga Hidan tertarik dan langsung mendapat tinjuan kencang yang seketika membuatnya terpental, "Sialan!" Teriak pria itu yang mencoba lari namun beberapa bayangan seketika mengikatnya dan mengangkatnya ke udara.

"Itachi, Sasuke sekarang!" Teriak Shikamaru dengan begitu lantang.

Itachi segera mencabut sabit yang menancap di tubuhnya lalu berlari ke arah pria itu, bersama Sasuke yang langsung menghantamnya dengan teknik chidori yang langsung membagi dua tubuhnya. Itachi juga segera mengayunkan katanannya dan memenggal kepala pria itu dengan sekali tebas.

Pria itu seketika terbelalak saat Itachi mengambil kepalanya, "Kau bilang ingin menghabisi klan Uchiha? Bagaimana kau bisa melakukannya jika otakmu tidak di pakai Hidan. Berfikirlah sekali saja sebelum melawan kami," ucapnya yang seketika membuat pria itu meludah.

"Jika saja aku mendapat darah kalian aku akan ...."

"Akan apa?" Sela Sasuke sembari mengangkat tangannya yang masih di selimuti cahaya kebiruan, "Sebaiknya kau meminta maaf dari pada membual sebelum kematianmu,"

"Cih aku tidak akan meminta maaf pada manusia kotor seperti kalian!"

Itachi kini melirik pada Sasuke yang entah kenapa malah mengangguk pelan seolah mengerti isyarat sang kakak. Sasuke kini mundur dengan cepat saat Itachi mengangkat kepala pria itu tepat di hadapan wajahnya, "Kau telah melakukan sebuah dosa besar demi keuntunganmu sendiri maka dari itu. Inilah hukuman yang pantas untukmu," ucapnya membuat kedua mata pria itu kembali terbelalak, "Tsukuyomi," gumamnya membuat bibir pria itu seketika gemetar lalu terdiam mematung dengan tatapan melotot.

Itachi pun segera melempar kepala itu ke sebuah lubang yang telah di gali oleh Pakkun, lalu petir-petir dari jutsu kirin Sasuke mulai menyambarnya dan perlahan tanah itu kembali di tutup. Sementara tubuhnya Itachi bakar dengan jutsu Amaterasu.

Pria itu tiba-tiba jatuh terduduk lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. Tubuhnya benar-benar terluka parah, semua tenaga dalam tubuhnya hampir terkuras habis jika Sasuke dan Shikamaru tak membantunya.

Saat ia menyentuh bagian perutnya yang tertembus oleh sabit kematian Hidan, Itachi seketika teringat jika Sakura seharusnya membantu saat pertarungan tadi. Ia pun segera menatap ke sekitar dan menemukan gadis itu nampak tak sadarkan diri tak jauh darinya.

Dengan sekuat tenaga ia berdiri, lalu berjalan cepat mendekat padanya. Ia segera memangku dan mendekap gadis itu yang nampak begitu pucat. Luka pada tubuhnya juga cukup parah apalagi ada bekas guratan aneh pada tangan kanannya. Tubuhnya juga terasa panas. Aroma racun juga samar-samar tercium dari hembusan pelan napasnya.

Berulangkali ia mencoba menyadarkannya, namun Sakura tak kunjung membuka matanya. Ia pun menarik napas dalam-dalam sembari mencoba bangkit, menggendongnya. Akan tetapi sekelebat bayangan merah seketika mengambil Sakura dengan secepat kilat.

Saat Sasuke akan berlari mengejar sosok itu, Itachi segera menahan bahunya sembari perlahan berdiri, "Ini bukan pertarunganmu, Sasuke. Mundurlah dan selamatkan pada penduduk," ucapnya yang seketika menghilang dari sana.

********

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro