Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 19 { Arousing the Lion's Wrath }

Hawa dingin di kamar itu membuat Sakura harus terbangun dari mimpi indahnya. Sekalipun ia sudah menarik selimut hingga ke atas kepala, tetap saja tak merubah apapun. Saat tangannya meraba ke sisi untuk membangungkan sang suami, ia seketika mengernyit karena hanya halusnya bantal juga kasur yang ia rasakan.

Ketika ia menurunkan selimutnya, Sakura perlahan membuka matanya yang masih terasa berat dan mendengus kesal, "Terbang kemana gagak itu pagi-pagi buta seperti ini?" Gumamnya.

Sakura pun perlahan terduduk setelah melihat pada perapian di sisi lain tempat tidurnya yang hanya memercikan bara api kecil, penyebab ruangan itu menjadi dingin, "Itachi-kun," panggilnya namun sekalipun sudah mencoba memanggilnya beberapakali, tapi tidak ada sahutan apapun dari pria itu.

Dengan malas ia turun dari kasurnya sembari mengucek matanya yang masih sedikit kabur lalu mengambil mantelnya sebelum turun ke bawah.

"Zinan ... Sasuke," panggilnya lagi akan tetapi yang muncul malah sang nenek tua penjaga rumah mereka yang membuatnya terkejut.

"Obaasan, kenapa kau masih terjaga? Ini masih pukul empat dini hari"

"Saya mendengar anda memanggil Itachi juga yang lain begitu keras jadi saya terbangun. Ada apa Sakura? Apa ada yang bisa saya bantu?" ucapnya membuat Sakura menjadi tak enak.

"Uhmm gomen-nee, obaasan. Aku tidak bisa tidur tanpa suamiku," elaknya karena ia tak mau merepotkan nenek tua itu hanya untuk menyalakan perapian.

"Oh saya kira ada sesuatu yang penting. Itachi barusan pergi karena ada panggilan darurat, sementara nak Sasuke dan nak Zinan memantau sekitar," ucapnya membuat gadis musim semi itu mengangguk mengerti, "Apa anda mau tidur bersama saya sampai Itachi kembali?"

"Bolehkah?"

"Tentu, saya akan sangat senang,"

"Kalau begitu aku mau mengambil minum dulu sebentar. Obaasan tunggu saja di kamar," ucapnya membuat nenek itu mengangguk lalu pergi kembali ke kamarnya.

Entah kenapa perasaannya kini menjadi tidak enak setelah mendengar kemana perginya ketiga pria penghuni rumah ini. Hatinya terus bertanya-tanya ada keadaan darurat apa hingga Itachi harus pergi selarut ini, di tambah di luar sedang terjadi badai salju.

Tiba-tiba saat ia baru mengambil gelas minum, lampu rumah itu seketika mati. Untung saja pandangan Sakura cukup tajam hingga ia masih bisa melihat bayangan benda juga sudut dapur itu.

Prang!

Ketika ia akan pergi ke meninggalkan dapur itu, tiba-tiba pintu kaca tak jauh di belakangnya pecah dan membuatnya terkejut bukan main. Sakura yang merasa aneh pun perlahan mendekat. Pintu kaca itu telah di desain tak mudah pecah walau tertekan oleh tumpukan salju atau benturan benda tajam tapi ...

"Hmpph ...." Sebelum Sakura sampai di depan pintu itu, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dan membuatnya seketika tak sadar karena sapu tangan yang di kenakan untuk membekapnya telah di beri obat bius.

Sementara itu di gedung kepala desa Miragatana, keadaan tengah begitu tegang karena Sasuke juga Zinan berhasil membekuk sosok yang selalu mengirim bunga berdarah di depan jendela kamar Sakura setiap pagi.

Zinan nampak menekuk tangannya ke belakang dan menginjak betisnya hingga sosok itu tak bisa bergerak sedikitpun. Sementara Itachi berdiri di hadapannya dengan tatapan yang begitu tajam dari mata semerah darahnya, "Apa maksudmu melakukan semua ini, Kiba?" Tanyanya namun pria Inuzuka itu masih bungkam sedari tadi.

"Niisan, kita tidak punya banyak waktu untuk menunggunya berbicara. Biar aku buka mulutnya," Ucap Sasuke sembari menyingsingkan lengan pakaiannya dan maju. Namun, Itachi segera menahan pundaknya lalu berjongkok di hadapan Kiba.

"Kiba, tolong katakan sejujurnya kenapa kau melakukan semua ini. Aku tidak akan marah atau mengangkat tanganku jika kau segera mengatakannya,"

"Jika aku tak mau mengatakannya apa yang akan kau lakukan hah!"

Sulung Uchiha itu pun kembali berdiri setelah di rasa cukup lelah menanyainya, lalu menatap Ibiki di sisinya. Setelah memberi isyarat lewat tatapan matanya, Itachi pun meninggalkan ruangan sembari menarik Sasuke karena jika sang bungsu tidak di bawa ia pasti akan kalap dan menghabisi Kiba.

Ia juga sama emosinya dengan Sasuke bahkan lebih marah. Tapi mengingat Kiba adalah sahabat baik Sakura, emosinya bisa sedikit ia tahan dan kontrol walau menyesakan dada juga memusingkan kepalanya.

Saat ia akan membuka pintu ruang kerjanya, Itachi seketika terhenti saat merasakan derap langkah beberapa anbu mendekat. Mereka seketika berlutut sembari memohon ampun begitu tiba di hadapannya.

"Itachi-sama, keamanan gerbang desa berhasil di bobol oleh beberapa orang dan ...."

"Dan apa! Katakan dengan jelas!" Teriak Sasuke membuat mereka semakin ciut.

"Sakura-sama berhasil di bawa oleh mereka,"

Itachi yang mendengarnya seketika terbelalak kaget dan tanpa berfikir panjang, ia langsung berlari pulang secepat mungkin tak perduli dengan badai salju yang mulai terasa membekukan tubuhnya.

Beberapakali ia hampir terjatuh karena menyandung sesuatu dan membuat kakinya terluka. Namun, sulung uchiha itu nampak tak perduli dan terus berlari. Bibirnya yang bergetar menahan dingin terus menggumamkan nama Sakura sembari terus berharap ucapan para anbu itu tidak benar.

Akan tetapi setibanya di depan rumah, semua harapannya telah terpatahkan. Beberapa anbu nampak berlalulalang memeriksa setiap sudut rumahnya dan langsung terhenti untuk memberi hormat saat Itachi masuk.

Shisui yang melihatnya segera mendekat pada pria itu dengan tatapan bersalah juga menyesal, "Itachi," panggilnya sembari menyentuh pundaknya.

Namun, pria itu hanya terdiam memperhatikan rumahnya yang berantakan. Saat manik merahnya menemukan mantel Sakura yang tergeletak di lantai ia segera berjalan cepat ke sana dan mengambilnya.

"Kapan mereka mengambil istriku, Shisui?"

"Obaasan bilang satu jam yang lalu listrik rumah ini mati dan terdengar pecahan kaca yang cukup keras. Aku yakin saat itu mereka menculiknya,"

Pandangan mereka kini teralih pada Sasuke yang baru tiba dengan napas terengah-engah karena kesulitan mengejarnya, "Sasuke, mereka pasti belum jauh kita kejar sekarang," ucap sulung Uchiha itu.

"Tapi di luar masih ...."

"Tidak ada tapi-tapi. Kita kejar sekarang sebelum terlambat,"

"Itachi kau bisa mati membeku jika berjalan keluar sekarang!" Teriak Deidara sembari menahan tangannya agar tidak pergi. Namun, pria itu segera menepisnya dan kembali berjalan hingga langkahnya terhenti melihat sesosok pria berdiri di ambang pintunya.

Seorang pria yang memiliki rambut perak itu kini menatap dalam padanya, "Apa yang akan kau lakukan Itachi? Apa kau ingin menyelamatkan Sakura atau kau ingin bunuh diri?"

"Apa maksudmu, Kakashi? Tentu aku ingin menyelamatkan Sakura sekarang juga," ucapnya sembari kembali melangkah. Namun, Kakashi tiba-tiba menyentil keningnya dengan keras hingga ia mundur beberapa langkah.

"Bagaimana kau bisa menyelamatkan Sakura saat alam tengah mengamuk seperti ini? Jika kau bersikukuh seperti ini maka nyawamu saja yang sampai ke sana dan kau tak bisa menyelamatkannya,"

Itachi seketika terdiam mendengarnya lalu memegang keningnya yang mulai terasa berat, "Lalu apa yang harus ku lakukan?"

"Duduk dan tunggu sampai badai ini reda. Aku berjanji kita akan menemukannya secepat mungkin dengan bantuan para ninkenku," ucapnya sembari menuntun sulung Uchiha itu duduk di sebuah sofa.

"Bagaimana dengan nenek itu? Apa dia baik-baik saja?" Tanyanya membuat Shisui langsung mengangguk dan duduk di sisi sang pria perak.

"Kiba juga telah di tangani. Aku tak menyangka kau akan datang secepat ini Kakashi,"

"Kemarin Godaime mendapat surat ancaman dari seseorang yang mengatakan ingin meratakan Konoha. Jadi aku langsung kemari setelah mendapat perintah dan tak di sangka aku malah di sambut dengan sebuah petaka," ucapnya sembari melirik Itachi yang masih tertunduk diam menatap mantel sang gadis musim semi.

"Maaf merepotkanmu Kakashi-san,"

"Sakura adalah muridku dan selamanya akan ku anggap seperti itu. Jadi sudah menjadi kewajibanku untuk menolongnya,"

Mendengar itu, manik onyx Itachi kini menatap tajam pada cincin yang melingkar di jemarinya dan bergumam, "Kau dengar itu, sayang. Kau tidak perlu takut, aku berjanji akan menghancurkan siapapun yang berani menyentuhmu walau hanya sehelai rambut. Tunggulah sebentar lagi, aku akan segera datang. Chancalaku,"

******

Suara tetes-tetes air di kiri juga kanan, membuat Sakura perlahan tersadar. Gelap, dingin, pengap dan lembab itulah suasana yang pertamakali Sakura rasakan juga lihat saat pertama kali membuka matanya.

Kegelapan di sekitarnya tak biasa, karena ia benar-benar tak bisa melihat apapun hingga ia mengira jika sudah buta saat ini. Bahunya juga terasa pegal sekaligus linu karena tertekuk ke belakang dan ia juga merasa ada sebuah tali yang mengikatnya pada sebuah pilar atau tiang hingga ia tak bisa bergerak sedikitpun.

Saat ia menggerakan kakinya, terdengar suara gemerincing yang keras dan sudah di tebak kakinya juga di rantai. Sunggingan senyuman kesal samar-samar terukir pada bibirnya, para penjahat yang menculiknya ternyata cukup bodoh. Mereka mungkin lupa kalau Sakura adalah Kunoichi terkuat di Konoha dan akan sangat mudah melepas semua ikatan ini.

Tapi karena ia ingin tahu dalang semua ini, Sakura pun hanya diam menunggu para penjahat itu datang.

"Keluarkan aku shannaro!" Teriaknya untuk memancing para penjahat itu.

Tak lama terdengar suara derit pintu besi yang terbuka di hadapannya, di iringi sebuah cahaya yang menyilaukan. Sakura pun menyipitkan matanya, membiasakan retinanya untuk menerima cahaya yang menyakitkan itu.

"Uchiha-Sakura, akhirnya kau bangun juga," Ucap sebuah suara yang membuatnya seketika merinding.

"Siapa kau dan untuk apa kau menculikku!" Teriaknya membuat sosok pria itu perlahan menurunkan lentera yang ia bawa dan mengangkat jubah yang menutupi wajahnya.

Gadis musim semi itu seketika terngaga begitu melihat wajah Hidan yang seharusnya sudah mati beberapa tahun lalu. Keringat dingin seketika bercucuran saat pria itu perlahan berjalan mendekat dan berjongkok di hadapannya, "Wajahmu begitu pucat. Apa kau sakit atau .... Kau sudah tahu siapa aku?" Ucapnya sembari mengankat dagu sang gadis musim semi dengan belati yang di pegangnya.

"Ba ... Bagaimana .... Bagaimana kau bisa hidup?" Gumamnya.

"Aku abadi, apa kau lupa? Murid dari Sarutobi itu memang telah membunuhku tapi sepertinya dia tak tahu tekniknya,"

"Lalu kenapa kau menculikku? Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu, shannaro!"

"Kau tidak mengenalku tapi kau begitu pucat. Kebohonganmu itu sangat manis hingga membuatku ingin segera melenyapkanmu,"

"Coba saja kalau kau berani menghadapi kemarahan suamiku!" Teriaknya membuat pria itu terbelalak marah dan menjambak rambutnya hingga wajah mereka sejajar, "Memangnya apa yang akan Itachi lakukan? Dia bahkan tidak bisa menemukan tempat ini,"

"Cepat atau lambat ia akan menemukanku, aku yakin itu. Ia juga akan menghancurkan dan membakarmu hingga abu jasadmu saja tak bisa di temukan siapapun, shannaro!"

"Berisik!"

Pria itu seketika melepaskan tangannya dari Sakura lalu memukul tengkuknya hingga kembali tak sadarkan diri. Menit demi menit berlalu, dentang lonceng yang begitu keras menyentak sang gadis musim semi hingga ia perlahan tersadar.

Manik emeraldnya kini bisa melihat sebuah bangunan hitam juga tinggi di hadapannya. Sebuah lonceng juga nampak bergerak di puncak bangunan itu. Bangunan yang semakin terasa jauh itu membuat Sakura tersadar jika ia tengah di gendong di bahu seseorang.

Tubuhnya terasa begitu dingin hingga tak bisa di gerakan, tenggorokannya juga begitu sakit hingga tak mampu berkata sedikitpun. Tangannya juga kini terlihat jelas tengah di rantai dan ada bekas memar di sana.

Setelah beberapa saat memaksa otaknya untuk berfikir bagaiamana cara untuk kabur, akhirnya Sakura menyerah karena kini ia tidak mempunyai daya untuk melawan. Hingga tiba-tiba sosok yang membawanya berbelok, gadis musim semi itu akhirnya mendapat sebuah ide agar Itachi bisa menemukannya.

Sakura pun melepas ketiga cincin yang terpasang di jarinya dan menjatuhkannya di sepanjang jalan. Tak hanya itu ia juga melepas gelang dan semua perhiasan yang ia kenakan.

Setelah cukup lama berjalan, tiba-tiba sosok itu berhenti mendadak. Sakura pun melihat di sekelilingnya hanya ada pepohonan putih yang tertutup salju. Ia juga merasakan chakra lain di belakangnya dan membuat Sakura kembali berpura-pura terpejam.

"R, kau selalu membawa para wanita di bahumu. Apa kau tidak kesakitan?" Tanya sosok lain di belakangnya itu.

"Tidak. Aku sudah mengikatnya dengan kuat dan Hidan-sama sudah menyegelnya jadi cepat bawa dia. Jangan membuatnya murka," ucapnya sembari menurunkan Sakura dan mendudukannya di sebuah kereta kuda dengan kencang, hingga perutnya tiba-tiba terasa linu.

Sakura juga merasakan sebuah jemari menyibak rambutnya yang menutupi wajah, "Dia begitu cantik R. Apa Hidan-sama yakin akan mengorbankannya? Dan dari klan mana gadis ini berasal?"

"Klan Uchiha,"

"Uchiha? Ku kira hanya wanita yang ada di sel timur yang masih hidup setelah pembantaian besar-besaran saat itu," ucapnya sembari mengunci pintu kereta kuda dan membuat Sakura mengernyit. Wanita mana yang mereka maksud. Karena setahunya klan Uchiha hanya tersisa Itachi dan Sasuke saja.

"Dia istri dari Itachi-Uchiha yang berdarah dingin itu. Jadi jangan banyak bertanya lagi aku harus segera mengambil wanita lain,"

"Wah Hidan-sama sepertinya sudah bosan hidup. Ia memancing mautnya sendiri,"

"Berisik, jangan asal berbicara jika tidak ingin kepalamu lepas,"

"Tapi Hidan-sama benar-benar gila. Apa dia lupa kalau klan Uchiha itu tidak segan menabuh genderang perang saat orang yang mereka cintai di usik?"

"Itu bukan urusanku. Pergilah,"

"Ya, ya. Kau benar-benar tidak bisa di ajak bicara. Aku pergi dulu," ucapnya membuat Sakura perlahan membuka matanya saat merasa kereta kuda itu mulai bergerak.

Tak hanya sekedar melihat pemandangan dari jendela yang telah di pagari, Sakura juga mulai mengingat jalur dan setiap patokan agar ia bisa leluasa saat kabur nanti.

Saat ia tengah fokus tiba-tiba seekor gagak bertengger di jendela itu. Gagak itu menatapnya dengan dalam seolah memperhatikan wajahnya, "Kau mengerti bahasaku?" Ucapnya dengan menggunakan bahasa isyarat tangan karena ia tak bisa mengeluarkan suaranya sedikitpun.

Dan tak di sangka gagak itu mengangguk-anggukan kepalanya dan membuat Sakura tersenyum. Ia pun melepas antingnya dan mengulurkannya pada gagak itu, "Itachi-Uchiha," isyaratnya lagi membuat gagak itu lagi-lagi mengangguk dan mengapit anting itu dengan paruhnya sebelum terbang.

"Itachi, cepatlah datang," ucapnya dalam hati sembari menatap kepergian burung itu.

*******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro