Bab 13 { First Farewell }
Ketenangan Gaara pagi itu terusik dengan suara ketukan yang cukup kencang pada pintu ruangan kerjanya. Ia pun segera menyimpan cangkir teh yang baru akan menyentuh bibirnya dan menyandarkan diri pada kursi.
"Siapa?" Ucap suaranya yang cukup berat karena sedang sakit tenggorokan.
"Uchiha-Itachi,"
"Masuk,"
Kazekage itu seketika mengernyit saat melihat Itachi yang baru membuka pintu nampak menutupi hidungnya dengan tangan, bersama Sakura di sisinya yang terlihat memegang sebuket bunga mawar.
"Ada apa kalian kemari?"
"Apa anda yang mengirim ini pada Sakura?" Tanyanya sembari mengambil bunga itu dan meletakannya pada meja sang kazekage.
"Bunga?" Ulangnya sembari mengambil buket bunga itu lalu memperhatikannya, "Bagaimana bisa kau menuduh orang yang baru bangun tidur?" Tanyanya dengan penuh penekanan membuat suasana ruangan itu menjadi sedikit panas.
"Itu ... Karena anda sangat mencintai Selina. Jadi saya fikir anda yang menaruhnya," ucap sang pria tua yang kini menyembulkan kepalanya di sisi Itachi.
Gaara seketika mendecih saat mendengarnya sembari memijat pangkal hidungnya, "Namanya Sakura," gumam pria merah itu. Perlahan ia kembali menatap pada mereka, "Aku memang mencintai Sakura, aku akui itu. Tapi kini berbeda, dia sudah jadi milikmu dan aku tidak mempunyai niat untuk mendekatinya lagi. Jika kau tak percaya tanyakan saja pada Baki-sama. Ia selalu mengawasiku 24 jam penuh,"
Itachi pun terdiam beberapa saat mendengarnya lalu menundukan kepalanya, "Sumimasen Kazekage-sama,"
"Hmm, jika kau masih penasaran. Coba tanya adikmu. Sekalipun mulutnya terus berkata tidak tapi aku bisa melihat dari matanya jika ia juga mencintai Sakura," ucapnya membuat sang gadis musim semi terbelalak, ia tak percaya jika Sasuke juga mencintainya.
"Nee kazekage-sama,"
"Jika dia juga mengatakan tidak, aku akan meminjamkan pasukan khusus untuk menyelidikinya padamu,"
"Arigatou, kazekage-sama,"
Itachi pun segera menggenggam tangan Sakura dan membawanya keluar dari sana. Kebetulan setelah menuruni tangga, mereka menemukan sang bungsu Uchiha itu tengah mencatat sesuatu di ruang tunggu.
"Sasuke," panggilnya membuat pria itu mendongak dengan malas, "Nee, Niisan?"
"Apa yang kau lakukan pagi ini?"
Sasuke seketika mengernyitkan alisnya, "Asahi sudah mencatat semua yang ku lakukan pagi ini. Niisan bisa melihat atau bertanya padanya," ucapnya dengan acuh sembari kembali menulis.
"Dia kenapa?" Bisik Sakura yang merasa aneh dengan sikapnya.
"Malam tadi ia baru di sembur oleh Ibiki-sama," ucapnya membuat Sakura hampir tertawa.
Saat Itachi menjentikan jarinya, sang pria dengan rambut kemerahan seketika muncul dan berlutut di hadapannya, "Hai, Itachi-sama?"
"Katakan apa yang di lakukannya pagi ini,"
Asahi segera mengambil buku catatan berukuran sedang di balik kimononya, "Pukul 5, Sasuke-sama mandi dan bersiap-siap. Pukul 6 beliau sarapan makanan yang saya siapkan. Pukul 06.30 beliau ke perpustakaan dan sejak pukul 07.50 hingga saat ini beliau duduk di sini menunggu panggilan Kazekage-sama sembari mencatat pekerjaannya,"
"Apakah itu benar?"
Asahi seketika menundukan kepalanya lebih dalam, "Nee, saya bahkan tidak berkedip sejak tadi,"
Sulung Uchiha itu seketika mengangguk lalu menarik kursi di seberang meja Sasuke di ikuti sang gadis musim semi, "Kau belum bersiap?" Tanyanya membuat Sakura kini menatap Itachi dengan bingung.
"Bersiap? Kalian mau kemana?"
"Pulang," ucapnya sembari menggenggam tangan sang gadis musim semi dan membuat Sasuke mendelik, mencoba tak perduli dengan dua orang di hadapannya, "Entah sekacau apa desa kita sekarang," sambungnya sembari mengurut keningnya.
"Kenapa desa kita kacau? Kemarin aku melihat semuanya baik-baik saja dan kita juga hanya telat 2 hari kesana,"
"Karena dia menitipkan desa pada dua orang gila itu," jawab Sasuke membuat gadis musim semi itu semakin tak mengerti.
"Dua ... Orang gila?" Ulangnya sembari menatap penuh tanya pada Itachi yang lebih memilih menatap ke arah lain.
"Nee, Karin dan Suigetsu," ucapnya dengan setengah bergumam.
Sakura seketika ternganga mendengarnya, bagaimana bisa Itachi memberikan tugas menjaga desa pada dua orang pengacau itu. Dua bulan kemarin saja laboratorium Orochimaru mereka ledakan dengan alasan konyol dan sekarang entah bagaimana jadinya dengan desa Itachi.
"Kami-sama ...." Gumam Sakura sembari mengacak rambutnya, "Bagaimana kau bisa berfikir untuk mempercayai mereka? Kau juga tahu selama satu tahun ini mereka terus berulah dan sudah hampir lima kali akan menghancurkan Otogakure. Shannaro," omelnya membuat Itachi menutup matanya sembari bersedekap bersandar pada kursi.
Sementara Sasuke lebih memilih pergi dari sana dan membuat Sakura semakin bingung. Entah omelan pedas apa yang di lontarkan Ibiki hingga bungsu Uchiha itu menjadi begitu dingin dan tak berulah seperti biasa.
"Aku juga baru tahu tadi pagi," ucap Itachi membuat Sakura seketika terbelalak, "Apa? Ba ... Bagaimana bisa?"
"Sai bilang Deidara salah membaca pesanku. Seminggu sebelum aku melamarmu, aku menyuruhnya mengirim pesan pada Guy yang ada di Otogakure agar ia menjaga desa kita. Karena saat itu aku yakin jika akan kembali cukup lama. Namun, di tengah jalan ia jatuh ke sungai dan membuat catatan itu sedikit pudar. Kebetulan di Otogakure juga Guy sudah pergi ke desa lain dan ia yang pelupa parah malah memberikannya pada Orochimaru,"
"Mattaku, kenapa kau memberi tanggung jawab pada orang pelupa seperti itu?"
"Deidara cukup lama bekerja sebagai pengantar pesanku. Sekalipun pelupa ia orang yang cukup bertanggung jawab. Mungkin kali ini ia lalai karena tulisan pada pesannya tidak jelas,"
"Tapi kemarin saat kau membawaku ke desa semuanya nampak baik-baik saja dan aku tidak menemukan mereka,"
"Nee saat itu mereka sedang tidur, katanya. Mungkin mereka belum berulah saat itu,"
"Jadi sekarang bagaimana?"
"Kita harus segera pulang Sakura," ucapnya membuat gadis musim semi itu menundukan pandangannya.
"Kita tidak bisa pulang sekarang, Itachi-kun. Kankuro belum mendapatkan kesadarannya kembali. Aku khawatir dengan kondisinya, tenaga medis di sini masih belum cukup mengerti dengan kondisinya sekalipun aku jelaskan dengan rinci,"
"Lalu jalan tengahnya bagaimana Sakura? Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri di sini. Sasuke juga akan ikut denganku,"
Gadis musim semi itu perlahan menggenggam tangannya sembari tersenyum tipis, tanpa berani menatapnya karena perisai bening telah terbentuk pada emeraldnya, "Kau pergi saja terlebih dahulu. Jika Kankuro sudah sadar aku akan mengirim pesan agar kau menjemputku,"
"Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri, Sakura. Bagaimana jika ..."
"Kau tidak perlu khawatir, aku bisa menjaga diri juga hatiku. Saat ini tugas kita lebih penting demi kebaikan semua orang," ucapnya membuat Itachi tertunduk dan Sakura juga tak bisa lagi menahan air matanya. Namun, ia nampak segera menyeka pipinya sembari berpaling ke arah lain agar Itachi tak melihatnya.
Sulung Uchiha itu terlihat mengangguk pelan lalu kembali menatapnya, "Kau semakin pintar dan bijak, aku bangga memiliki istri sepertimu," ucapnya sembari membelai lembut pipinya, "Baiklah, aku akan mengikuti keputusanmu tapi aku juga tidak akan membiarkanmu sendiri di sini. Aku akan memanggil seseorang,"
"Hmm siapa?" Tanyanya begitu gagak Itachi tiba-tiba muncul di bahunya dan langsung ia bisiki.
"Rahasia," jawabnya membuat Sakura seketika melotot dan meninju pelan lengannya, "Kau curang Shannaro!"
"Biarin," ledek sulung Uchiha itu sembari menjulurkan lidahnya membuat Sakura semakin kesal dan memukul bahunya terus menerus. Namun, Itachi malah tertawa dan langsung memeluknya untuk meredam kekesalan gadisnya itu, "Ia akan datang malam nanti atau paling lambat esok pagi," bisiknya.
Saat mereka tengah melempar canda juga tawa, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu kaca ruangan itu. Begitu mereka menoleh nampak Zinan berdiri di sana dengan pandangan tertunduk seolah merasa ragu.
Itachi pun menggerakan dua jemarinya, mengisyaratkan agar ia masuk dan seperti biasa pria hijau itu langsung berlutut. Namun, kali ini ia juga membungkukan diri hingga keningnya hampir menyentuh lantai.
"Sumimasen, Itachi-sama. Saya lalai dalam bekerja kemarin. Tolong ampuni saya dan berikan saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan saya," ucapnya dengan nada bergetar seolah merasa begitu bersalah.
"Kemarin?" Ulang Itachi sembari menegakan posisi duduknya dan menatap Zinan, "Ah, ya aku ingat. Kemana saja kau kemarin dan baru kembali sekarang?"
"Saya ... Saya .... Sa ..."
"Bagaimana kabarnya?" Potong Itachi membuat pria hijau itu mendongak dengan tatapan penuh tanya, "Kau kemarin bertemu dengannya bukan? Bagaimana kabarnya?"
Zinan kembali tertunduk lalu mengangguk pelan, "Duduklah, menemui seseorang yang kau cintai bukanlah sebuah kejahatan. Kau tidak perlu takut," ucapnya membuat Zinan perlahan menegakan tubuhnya.
"Ada seseorang yang kau cintai di Suna? Kenapa kau tidak bilang?" Tanya Sakura membuat pria itu tersenyum tipis.
"Sumimasen Sakura-sama,"
"Nah, karena kau sudah ada di sini. Tolong jaga Sakura hingga beberapa hari ke depan dan kali ini jangan alihkan pandanganmu sedikitpun darinya. Karena aku akan kembali ke desa,"
"Anda akan pulang tanpa membawa Sakura-sama?"
"Nee, tapi nanti aku akan menjemputnya. Aku juga telah memanggil seseorang untuk memperketat penjagaan Sakura. Lalu jangan alihkan pandanganmu pada jendela,"
"Jendela?" Ulangnya yang tak mengerti maksud dari pria itu, "Baik Itachi-sama. Saya aka mengamankan jendela,"
Zinan seketika pergi dari sana setelah Itachi memberi isyarat lagi padanya dan kembali bercanda juga memanjakan Sakura sebelum pergi.
****
Dua jam berlalu, dengan berat hati Sakura melepaskan pelukannya pada Itachi di gerbang desa Suna siang itu. Sunggingan senyuman manis diantara celah air matanya membuat pria itu hampir kembali sulit melangkah.
Dengan lembut ia menyeka pipinya lalu mengetuk keningnya dengan jemari, seperti yang biasa ia lakukan pada Sasuke lalu mulai melangkah pergi dari sana. Emerald itu terus menatap sosoknya hingga ia menghilang dari jangkauan pandangannya.
Ketika ia akan pergi, langkahnya seketika terhenti saat Gaara berdehem. Sebuah tepukan pada pundaknya membuat gadis musim semi itu kini menatap sang kazekage yang ada di sisinya, "Jika kau ingin, kau bisa pulang sekarang. Kami tidak akan berkata apapun pada godaime,"
Sakura pun segera menurunkan tangannya dan menghadapkan diri pada sang pria merah, "Tugasku belum selesai, Gaara. Ini bukan perihal takut di marahi oleh shisou, ini perihal tanggung jawabku sebagai seorang dokter. Takdir telah memberiku anugerah untuk membantu dan menyelamatkan nyawa seseorang. Maka untuk membayar anugerah itu aku harus memenuhi peranku hingga akhir," ucapnya sembari berjalan melewati sang pria merah.
Sekarang bukan waktunya untuk bermain-main atau sekedar curhat sana-sini. Kini ia harus berfokus pada pekerjaannya agar bisa segera kembali pada Itachi. Saat ia baru menapakan kakinya di pintu rumah sakit, beberapa perawat tiba-tiba berlari menghampirinya dengan wajah yang begitu panik.
Sakura pun segera berlari ke ruangannya setelah mendengar penjelasan dari para perawat itu. Begitu tiba ia di sambut dengan teriakan juga erangan kuat dan menyakitkan dari Kankuro. Tubuhnya nampak kejang dan bibirnya juga terlihat gemetar seolah merasakan kedinginan.
Para perawat yang menahannya juga terlihat mulai kewalahan. Sakura pun dengan cepat bergerak kesana dan terkejut karena suhu tubuhnya sangat panas. Saat ia akan memberi perintah, dua orang perawat sudah datang terlebih dahulu membawa bak besar berisi es yang sangat banyak.
Sakura pun segera menyuntikan sebuah obat penenang lalu Zinan membantunya memasukan Kankuro ke bak itu. Saat ia tengah menimang-nimang botol kecil berisi obat racikannya. Tiba-tiba tangan Kankuro bergerak memegang pergelangannya sembari bergumam sesuatu yang tidak jelas.
Brak!
"Sakura! Ku dengar Kankuro kritis lagi?" Tanya Temari begitu tiba di ruangan itu dan langsung menghampiri mereka dengan raut yang begitu panik, bahkan ia bisa melihat manik matanya yang berkaca-kaca, "Ke ... Kenapa .... Kenapa tubuhnya begitu panas namun ia juga terlihat menggigil? Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Obat yang ku berikan mulai bereaksi, tubuhnya kini sedang melawan racun juga virus. Kau tidak perlu khawatir Temari-san ia akan baik-baik saja,"
Temari perlahan tersenyum mendengarnya, "Arigatou-nee, tapi bolehkan aku di sini saja? Aku ingin menemani adikku,"
"Nee, para perawat juga nampak kelelahan karena menahannya. Jadi tunggulah di sini," ucapnya sembari tersenyum dan menunjukan tangan Kankuro yang terlihat menggenggam pergelangannya dengan kuat.
Temari pun mengangguk mengerti dengan isyarat yang di berikannya. Ia segera duduk di sisinya untuk melepas tangan Kankuro dan menggenggamnya, sementara Sakura kembali mencatat juga mempersiapkan obatnya.
"Sakura, sampai kapan adikku di rendam seperti ini?"
"Jika suhu tubuhnya sudah menurun, satu jam juga cukup," jawabnya membuat Temari mengangguk.
"Ku dengar Itachi kembali ke desa, kenapa kau tidak ikut Sakura?" Tanyanya lagi membuat Sakura menatapnya selama beberapa detik lalu kembali menggoreskan penanya.
"Bagaimana bisa aku kembali saat pasienku masih koma? Aku akan di cap sebagai dokter yang tidak kompeten dan namaku juga Itachi akan rusak jika aku lebih mementingkan urusan pribadiku. Kau tahu kan ucapan masyarakat sangat pedas jika kita melakukan kesalahan sedikit saja dan akan cepat tersebar luas,"
"Nee, lalu katanya ada yang akan datang untuk menjaga juga menemanimu. Siapa dia?"
Sakura seketika mengendikan bahunya, "Entah, dia tidak mengatakannya,"
"Hemm, sepertinya aku tahu. Mau taruhan?" Tanyanya sembari mengulurkan tangan di depan wajah gadis musim semi itu.
"Siapa? Aku juga tengah curiga dengan seseorang,"
"Aku akan mengatakannya jika kau mau bertaruh denganku,"
"Apa taruhannya?"
"Yang kalah tidak boleh makan apapun selain coklat selama tiga hari. Juga yang menang akan mendapat pelayanan istimewa selama tiga hari, Bagaimana?"
"Baiklah, aku setuju," ucapnya sembari menjabat tangan wanita itu, yang seketika tersenyum senang.
"Aku bertaruh Deidara yang akan datang. Karena ia orang kepercayaan Itachi," ucap Temari dengan begitu bersemangat.
"Aku malah kepikiran Naruto, karena hanya dia yang selalu menemani juga menghiburku di saar sulit,"
"Baiklah, jawaban sudah di kunci dan kita lihat hasilnya nanti,"
******
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro