Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12 { the Darkness that Begins to Fade }

Ohayooo!

Author lagi good mood nih jadi berbaik hati kasih double up. Selamat membaca dan moga suka😘

********

Laboratorium kecil di masa lalu kini telah berubah menjadi lebih luas dan lengkap. Semua alat hingga tanaman tersusun rapih di tempatnya masing-masing, tidak seperti dulu dimana alat-alat itu tercecer di sembarang tempat hingga ke lantai.

Gaara pun menuntunnya ke sebuah meja besar di tengah ruangan, yang kini menampakan beberapa potong bagian tubuh boneka dengan kepala kucing yang mengeluarkan cairan berwarna kehitaman.

"Kazekage-sama, ini hasil laporan penelitiannya," ucap salah seorang pria tua yang memakai kacamata bulat di seberang meja itu.

Gaara pun segera mengambilnya dan memberikan pada sang gadis musim semi, "Dia yang akan memulai penelitiannya dan mengobati Kankuro. Apa kau masih ingat siapa dia?"

Pria tua itu nampak menurunkan kacamatanya dan memicingkan matanya untuk memperjelas pandangannya, "Dia ... Sa ... Sanemi?"

"Bukan," Tepis Gaara sembari menggerakan telunjuknya untuk menggambarkan huruf S pada pria tua itu.

"Ehm ku yakin nama awalnya dari S ... Apakah Satsuki?"

"Bukan,"

"Sa ... Sakai?" Tanyanya lagi yang membuat Gaara segera menggeleng, "Itu namamu,"

"Ah ya benar. Namaku Sakai haha, gomen-nee aku lupa namaku sendiri. Kalau begitu Sa ... Sadako?"

Gaara seketika menghela napas sembari menggeleng lagi, "Sakura. Namanya Sakura, ia pernah menolong Kankuro juga diriku dulu,"

"Ah ya! Sakura, orang yang begitu anda cintai tapi gadis itu malah ... hmpph!"

Sasori tiba-tiba ada di sana dan membungkam mulutnya, "Bekerjalah dengan benar atau aku akan menggelitikmu dengan bonekaku. Pak tua," ucapnya membuat Sakura seketika merinding, pria merah itu tetap saja sama memiliki aura mengerikan sekalipun berbicara santai.

"Kalau begitu aku akan duduk di sudut itu sampai Itachi datang," ucap Gaara sembari melangkah ke sisi yang ia maksud.

Sakura kembali mengangguk lalu mulai membaca laporan itu. Pria tua di sisinya juga mulai menjelaskan setiap bagian tubuh boneka itu juga bagaimana cara kerjanya sesuai yang di katakan Kankuro saat itu. Sembari mendengarkannya Sakura mulai memeriksa boneka itu dengan sarung tangan khusus di bantu oleh Sasori.

Aroma asam juga bahan peledak yang telah di cairkan, menguar begitu kuat hingga Sakura merasa mual saat membongkar bagian tangan, cakar juga kepala boneka itu. Beberapa jam berlalu, setelah selesai menganalisa. Ia segera membersihkan diri lalu segera duduk di sebuah kursi sembari kembali memeriksa hasil pekerjaannya.

Tiba-tiba saat tengah mencatat beberapa hal yang ia lupakan, seseorang meletakan cangkir kopi di hadapannya. Ketika ia mendongak nampak Gaara langsung terduduk di hadapannya, "Beristirahatlah sebentar. Kau sudah bekerja begitu keras selama berjam-jam,"

"Arigatou-nee," ucap Sakura sembari perlahan mengambil cangkir itu dan langsung meminumnya sedikit demi sedikit.

"Bagaimana hasil penelitianmu?"

"Sesuai dugaan, Kankuro ingin membuat boneka yang bisa menghancurkan tubuh lawan dengan cepat dan dia juga ingin membuat bonekanya bisa meledak dengan kuat di saat terakhirnya. Namun, ia memasukan komposisi yang salah. Zat asam yang ia masukan berubah menjadi racun yang akan menyerang dan menghancurkan organ vital dalam waktu lambat karena tercampur dengan bahan peledak,"

"Dan rasanya itu ibarat pasir besi tajam yang bergerak mengalir dan menggores pembuluh darah," sela Sasori yang kini ikut bergabung duduk dengan mereka, "Seperti ini," sambungnya sembari mengusapkan telapak tangannya pada Gaara yang langsung tersentak kaget karena perih hingga ia reflek langsung menepisnya.

"Tak hanya itu, ada bisa ular juga pada racun itu. Aku benar-benar bingung senjata gila macam apa yang ingin di buat Kankuro dan untuk menyerang siapa," ucap Sakura yang kini terlihat bingung sembari menopang dagu.

"Untuk Deidara," ucap Gaara membuat Sakura maupun Sasori ternganga kaget, "Deidara meledeknya minggu lalu dan seperti biasa Kankuro menanggapinya dengan serius,"

Sakura seketika mengacak rambutnya dan mendongak ke langit-langit, "Mattaku, ternyata tidak hanya dia yang memiliki sifat kekanakan," gumamnya membuat kedua pria merah itu saling melempar pandangan bingung.

"Memangnya siapa yang memiliki sifat kekanakan selain Kankuro?" Tanya Sasori sembari menyodorkan permen padanya.

"Sekalipun kau menyogokku dengan satu gentong permen, aku tidak akan mengatakannya. Nah, aku akan kembali bekerja," ucapnya sembari kembali berdiri namun Gaara tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

"Tunggu, kau belum makan sejak tadi siang. Aku akan menyuruh Matsuri membawakan makanan untukmu,"

Sakura pun segera melepaskan tangannya lalu bersedekap, "Tidak, terimakasih Gaara. Aku akan makan nanti bersama Itachi," ucapnya sembari berbalik namun lagi-lagi panggilan pria merah itu menghentikan langkahnya.

"Bagaimana jika ia pulang besok atau beberapa hari lagi?"

Gadis musim semi itu pun menoleh sembari tersenyum, "Aku punya cukup banyak chakra untuk menahan rasa lapar juga hausku. Kau tidak perlu khawatir. Permisi,"

Gaara pun hanya bisa terdiam, menatap kepergian Sakura. Hingga tiba-tiba Sasori meletakan sikunya pada bahu Gaara, "Anda tidak perlu bersikap menyedihkan seperti itu kazekage-sama. Masih banyak wanita di luar sana yang mau dengan anda,"

"Tapi tidak ada yang sama seperti Sakura,"

Sasori seketika mengernyitkan alisnya lalu menatap pada sang gadis musim semi yang kini kembali bekerja, "Aku akan mewarnai rambut para gadis itu menjadi merah muda dan mendandani mereka seperti Sakura. Jika anda bersedia,"

Gaara pun menepis sikunya dan berdiri, "Sekalipun kau menciptakan ribuan boneka yang mirip dengannya. Aku tidak tertarik karen hatiku hanya tertambat pada yang asli. Jagalah dia aku masih banyak pekerjaan," ucapnya sembari berjalan pergi dengan cepat dari sana.

Sasori kini memperhatikan Sakura sembari bertopang dagu. Meracik dan meneliti obat bukanlah keahliannya jadi ia hanya bisa duduk diam saat ini. Menit demi menit berlalu, tak terasa Sakura malah ketiduran saat memperhatikan tetesan cairan obat yang tengah ia buat.

Sakura perlahan terbangun saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Ketika ia membuka matanya, ia begitu terkejut melihat Itachi sudah ada di sisinya dan membelai pipinya dengan lembut.

"I ... Itachi-kun sejak kapan ... Argh aku lupa cairan obatnya!" Pekik Sakura yang seketika bangkit dan memeriksa alat di hadapannya yang sudah tidak ada pada tempatnya.

"Sakura, kau tidak perlu panik. Aku sudah memindahkannya," ucap Itachi sembari kembali mendudukannya dan menunjukan sebuah tabung berukuran sedang di sisi catatannya.

Gadis musim semi itu seketika menghela napas lega sembari menyandarkan diri pada kursi itu, "Mattaku, jantungku terasa merosot ke perut," ucapnya membuat Itachi terkekeh kecil sembari menggeleng pelan.

"Ah ya, kapan kau datang? Dan dimana Sasori?"

"Beberapa menit yang lalu. Anak itu sedang tidur, katanya ia mengantuk. Lalu kau juga belum makan hmm! Apa kau ingin sakit?" Omelnya sembari menjawil hidung gadis musim semi itu.

"Itte, ia itu karena aku menunggumu," jelasnya membuat sulung Uchiha itu melepaskan hidunya dengan tatapan tak percaya, "Benarkah? Padahal kalau kau mau makan tinggal makan saja. Tidak perlu menungguku,"

Sakura seketika mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari bertopang dagu, "Nee, dulu aku memang bisa makan sendiri tapi kini berbeda. Rasanya tidak enak jika tanpamu," ucapnya dengan nada sedikit rendah seolah ingin menyembunyikannya.

Itachi pun terlihat hanya tersenyum tipis di sisinya, "Nah kalau begitu cepat cuci wajahmu. Aku sudah kelaparan," ucapnya sembari mengacak rambut gadis musim semi itu yang seketika membuatnya tertawa kecil lalu berlari dari sana.

Tak lama Sakura kembali dengan pakaian yang lebih bersih juga wajah yang telah di rias dengan makeup sederhananya. Itachi nampak mematung di kursinya dengan tatapan takjub.

"Kita akan makan dimana?" Tanyanya membuat gadis musim semi itu menatap ke sekitar ruangan laboratorium yang kosong, lalu duduk di hadapannya.

"Jika kau tak keberatan, kita makan di sini saja. Ada beberapa racikan obat yang harus ku awasi,"

Sulung Uchiha itu pun mengangguk lalu mulai membereskan catatan juga alat di sana dan menata makanan pada meja itu bersama Sakura. Setelah selesai, Sakura seketika menghentikan tangannya yang akan menyuapkan makanan itu pada mulutnya, karena Itachi terus menatapnya sembari bertopang dagu.

Ia pun mengesturkan tanya dengan mengangkat alisnya. Namun, Itachi hanya menggeleng sembari tersenyum. Merasa tak enak karena terus di perhatikan, Sakura mengurungkan niatnya untuk makan dan malah menyodorkan makanan yang sudah ia sendok pada Itachi.

Mengerti dengan sikapnya, Itachi pun memegang tangannya lalu memakan makanan yang di sodorkan oleh Sakura sembari tersenyum. Ia juga nampak terus menatapnya hingga semburat kemerahan terukir pada pipi gadis musim semi itu yang kini terlihat tersipu malu.

Tak di sangka Itachi juga menyodorkan makanannya, hingga mereka kini saling menyuapi satu sama lain. Saat Sakura akan menyimpan piring yang telah kosong itu, Itachi tiba-tiba menahan tangannya dan menarik gadis musim semi itu ke dalam pangkuannya.

Kegugupan Sakura kembali hadir saat pria itu memeluknya, "I ... Itachi-kun. Ini ... Ini masih di lab,"

"Aku tahu. Aku tidak akan melakukan apapun. Aku hanya ingin bertanya," ucapnya sembari menyandarkan kepalanya pada bahu Sakura.

"Uhm nee, kau bisa bertanya apapun tapi ... Bisakah aku duduk di sisimu saja?"

"Apa kau tidak nyaman bersamaku?" Tanyanya yang semakin menelusupkan wajahnya pada bahu gadis musim semi itu.

"Bu ... Bukan begitu. Tapi ..."

"Ini sudah pukul sebelas. Semua orang sudah tidur. Kau tidak perlu khawatir akan ada yang datang," ucapnya membuat Sakura terdiam dan menyandarkan diri padanya.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Nagato," ucapnya membuat Sakura terbelalak dan kembali mengingat kejadian tadi pagi, "Kau dan Zinan terlihat begitu takut saat aku menyebut namanya tadi. Ada apa? Apa dia mengancam kalian?"

Keraguan seketika kembali pada diri gadis musim semi itu. Ia ingin mengatakannya namun entah kenapa ia merasa kalau Itachi akan marah jika ia menceritakan semuanya. Ia pun menyandarkan kepalanya pada dada sulung Uchiha itu sembari menggenggam tangannya, "Apa kau tidak akan marah jika aku menceritakan segalanya?"

"Jika ia menyakitimu, maka aku akan menghancurkannya,"

Sakura seketika kembali terdiam, tak salah jawabannya sama dengan yang ia perkirakan. Ia pun menghela napas pelan agar keyakinan dalam dirinya meningkat dan mulai berbicara, "Apa kau tahu tentang Amaya?"

Itachi seketika mengernyit mendengarnya, "Amaya? Amaya-Kazane?"

"Nagato-san hanya bilang dia memiliki kekasih bernama Amaya,"

Itachi pun mengangguk lalu mengeratkan pelukannya, "Nee, kekasih dari Nagato adalah Amaya-Kazane. Putri seorang saudagar dari Kirigakure. Ia juga seorang kunoichi sekaligus medicnin yang selalu mengawal dan mengobati Nagato selama empat tahun,"

"Lalu?"

"Dia meninggal karena meminum racun pada teh yang di peruntukan Nagato saat perjamuan di Kirigakure, setahun yang lalu," ucapnya membuat Sakura seketika terbelalak kaget karena begitu syok ternyata pria itu sudah menyimpan mayat kekasihnya selama satu tahun.

"Nagato sangat mencintainya, lebih dari apapun di dunia ini. Ia yang tidak terima dengan kematian Amaya, mengambil mayatnya lalu mengawetkannya di ruangan rahasia rumah itu. Yahiko dan Konan sudah angkat tangan dengan masalah ini, karena jika mereka menghalanginya maka Nagato akan menghancurkan Amegakure. Lalu kenapa kau menanyakannya?"

Dengan ragu dan perlahan Sakura menceritakan kejadian tadi pagi secara rinci. Itachi nampak mengernyit saat mendengarnya hingga raut wajahnya berubah menjadi dingin saat Sakura menceritakan bagaimana Nagato menatapnya dengan begitu dalam.

"Aku mengerti, kau tidak perlu takut atau khawatir ia tidak akan melakukan apapun padamu," ucap Itachi setelah Sakura menceritakan segalanya.

"Sungguh?"

"Nee, sekarang kau tidurlah. Obat-obat itu biar aku yang urus,"

Sakura seketika mendongak tak percaya saat menatap manik onyxnya, "Aku sudah terbiasa bergadang. Biar aku saja yang mengurus dan kau beristirahat. Kau pasti lelah setelah bekerja tadi,"

"Tidak, kau harus ..."

"Aku sudah tidur tadi. Kini giliranmu," selanya sembari bangkit berdiri dan menidurkan Itachi pada kursi itu, "Oyasumi," bisiknya sembari mengecup keningnya.

*****

Raut lega juga puas terukir pada paras sang gadis musim semi pagi itu. Usahanya kemarin akhirnya membuahkan hasil. Sebagian tubuh Kankuro yang membiru kini telah kembali ke warna aslinya, nafas juga detak jantungnya juga mulai stabil. Masa kritisnya sudah lewat dan beberapa jam lagi ia akan di pindahkan ke ruang rawat biasa.

Sakura kini menyuntikan obat yang telah di buat semalam pada pria itu dengan hati-hati, "Teruslah berjuang Kankuro. Semua orang sudah menantimu." bisiknya pada telinga sang pria kugutsu.

Saat ia keluar dari ruangan, Temari tiba-tiba memeluknya sembari terisak dan terus berterimakasih. Itachi yang melihatnya hanya tersenyum tipis, lalu berjalan mendekat dan menggenggam tangannya. Sebuah kecupan manis ia berikan pada bibirnya membuat Temari sekaligus Sakura sendiri kaget dan langsung tersipu malu.

"Kau sudah bekerja dengan baik. Aku bangga padamu," ucapnya sembari mengacak pucuk rambutnya.

"Ups, aku tidak melihat kejadian tadi. Percayalah," ucap Temari sembari menutup kedua matanya sembari tersenyum jahil.

"N ... Nee. Aku harus menyiapkan obat lain, jaane,"

Sakura pun seketika kabur dari sana karena Itachi akan melakukan hal lain yang lebih dari itu jika ia diam di sana.

Brak!

Sasori dan pria tua di laboratorium itu seketika tersentak kaget saat Sakura menutup pintu dengan begitu kencang. Ia terlihat begitu terengah-engah karena berlari cukup jauh dan sesekali tersenyum sembari meremas kerah jasnya sendiri.

"Hoy, apa kau habis di grebek dan di kejar warga hingga bersikap seperti itu?" Celetuknya dengan wajah datar seperti biasa yang membuat Sakura kesal.

"Berisik. Tumben pagi-pagi kau sudah ada di sini," ucapnya sembari perlahan mendekat ke meja kerja mereka.

"Kazekabweh, menyuwuhku bwekeja awa,"  ucapnya dengan tak begitu jelas karena tengah mengemut lolipop yang cukup besar dan membuat Sakura mengernyit bingung lalu tak menghiraukannya lagi.

"Ah nee, ada kiriman bunga untukmu di jendela tadi," ucap kakek tua itu sembari menunjukan sebuket bunga mawar merah di ambang jendela.

Sakura pun segera bergerak ke sana dan kembali mengernyit bingung karena hanya tertera namanya saja di sana, "Sakai-sama, siapa yang mengirimnya?"

Pria tua itu seketika mengangkat kedua tangannya, "Aku melihatnya sudah ada di ambang jendela tadi,"

"Mwukin dawi itai, dwia ...."

"Sasori, bicara yang benar atau aku akan menjejalkan permen itu lebih dalam," Omelnya yang kini mulai kesal dengan Sasori yang seperti sengaja seperti itu.

"Mungkin dari Itachi, ia kan tipe pria yang diam-diam menghanyutkan. Mungkin ia malu memberikannya langsung jadi ia letakan di situ," Jelasnya membuat Sakura terlihat bingung karena Itachi sedikit alergi dengan bunga mawar.

"Kalau begitu sekarang kita lanjutkan pekerjaan ini. Kesehatan Kankuro-dono adalah prioritas kita sekarang. Jangan sampai Kazekage marah karena kita bergerak lambat," ucap pria tua itu dengan begitu semangat.

Tok ... Tok ...

"Sakura, ada yang ingin ku bicarakan denganmu,"

"Itachi-kun? Masuklah,"

Pintu itu perlahan terbuka, Sakura segera berlari memeluknya saat pria itu melangkah masuk, "A ... Ada apa?"

"Arigatou-nee, kau mengabaikan alergimu demi kebahagiaanku," ucapnya membuat Itachi mengernyit.

"Alergi? Kebahagiaan? Apa maksudmu?"

Sakura pun perlahan melepas pelukannya dan menunjukan bunga mawar itu yang langsung membuat Itachi bersin, "Tolong singkirkan itu," ucapnya sembari menutup hidung dan melangkah mundur satu langkah

"Ada apa? Bukankah kau yang mengirimnya tadi pagi?"

"Semalaman aku bersamamu. Bagaimana bisa aku mendapatkannya?" Tanya Itachi yang kini membuat gadis musim itu menjadi bingung.

"Kalian bersama semalaman? Apa kalian sepasang kekasih?" Tanya pria tua itu yang perlahan mendekat.

Sakura pun segera menjauhkan bunga itu lalu merangkul tangan Itachi, "Dia suamiku. Uchiha-Itachi,"

"Ah ku kira kau kakak gadis ini. Gomen aku tidak tahu,"

"Tidak apa. Lalu siapa yang mengirim bunga itu untuk Sakura?"

"Bunga itu sudah tergeletak di depan jendela saat aku membuka jendela pagi tadi,"

"Itachi-kun, apa kita tanya Zinan saja?"

"Dia sedang bertugas di luar sejak kemarin," ucapnya membuat gadis musim semi itu seketika tersadar jika Zinan memang tidak bersamanya sejak kemarin, tapi entah kenapa ia selalu merasa di awasi seperti biasa oleh Zinan.

"Rasanya ada yang aneh," gumam Itachi.

*******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro