Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1 Part 2

Dengan kekuatan ekstra, aku menyentil kening Louis dengan keras,"Jangan coba-coba! Awas saja!" kataku, senang melihat wajah kesakitannya Louis.

Dia meringis, "Ya ampun! Aku bahkan belum memulainya. Kamu ternyata sangat agresif," Dia mengawali kalimat keduanya dengan tatapan penuh seringai. Aku tidak tahan untuk tidak mengusirnya. Apalagi setelah dia memegang daguku tanpa ijin.

Aku mencekatnya, "Sudah sana pergi!" pekikku, tanganku menunjuk ke arah pintu.

"Kembalikan dulu essaiku!" Dia ngotot.

"Aku tidak tahu dimana essaimu! Kamu pikir aku peduli?" Aku mengecilkan volume suaraku setelah melihat bayangan ibu di kaca pembatas ruang tamu dan meja makan.

Ibu pasti tadi masuk lewat pintu belakang.

"Ah... kita ternyata kedatangan tamu! Ibu pikir tadi ada maling di rumah, karena kamu berteriak segitunya." kata Ibu, kepalanya menyembul keluar dari gorden. Sebuah senyum dia hanturkan kepada Louis. Huh, sejauh mana ibu mendengar semuanya? Apa dia tahu aku tadi hampir dicium Louis? Mati aku!

"Hai, Bibi. Salam kenal. Aku Louis. Maaf menganggu," Ibuku menggeleng sambil memasang senyum simpulnya.

Kemudian menatapku, "Tidak menganggu, kok. Hanya saja aku mau kalian selesaikan urusan kalian dengan tenang. Tidak enak didengar tetangga,"

Louis mengangguk, selanjutnya ibu pergi begitu saja meninggalkan aku.

"Pulanglah. Aku tidak ada urusan denganmu!" kataku, kemudian meninggalkannya sendiri di ruang tamu.

Aku pikir dia akan pulang juga dengan sendirinya. Tapi, ternyata dia sama sekali tidak mengacuhkanku.

Tanpa adab sopan-santun, dia mengikutiku ke kamar. Dan bahkan dia yang sampai terlebih dahulu. Dia mengambil tas-ku dan mengeluarkan isinya secara sembarang.

"Apa yang kau lakukan?!" Aku berteriak histeris, mengingat beberapa peralatan make up ku di dalam tas keluar berserakan.

"Lihat ini!" dia mengeluarkan beberapa lembar kertas print-an, "Sudah tahu salah masih ingin mengelak," katanya menyeringai. Aku tercengang. Aku sama sekali tidak tahu bagaimana essainya itu ada di dalam tasku. Aku bersumpah!

"Nah..." Dia berkacak pinggang, "Lauren menitipkan lembar esainya dan temannya juga, kan? Tentu saja teman yang dia maksud itu aku," seringainya, kemudian pergi keluar kamar. Senyumannya sangat menjijikkan bagiku. Aku masih tak menyangka. Essai yang Lauren titipkan di sekolah tadi... ehm, itu pasti suruhan Louis. Iya kan?

"Oke, Bye-bye!" Dia melambaikan tangannya sebelum benar-benar pergi dari rumahku. Aku menggeleng tidak percaya. Dia setidaknya harus mengucapkan maaf karena masuk tanpa ijin ke kamar seorang gadis. Dasar!

Aku mendapat sebuah pesan,

Louis: Kamarmu sangat berantankan! Bereskan sana!
Airies: Berhenti mengirim pesan! Aku tidak akan membalasnya.
Louis: Lihat! kau membalasnya.
Airies: Airies keluar dari obrolan.
Louis: Kau sangat lucu❤

Aku membanting ponselku ke kasur.

"Menyebalkan."

Tok... tok..

"Masuk saja. Tidak aku kunci, kok!" Aku kemudian membereskan barang-barangku dan memasukkannya kembali ke dalam tas.

"Ehm, jadi dia pacarmu?" Ternyata Ibu yang menghampiriku. Di duduk di pinggir kasurku. Aku kemudian duduk disampingnya setelah menaruh tasku di kursi belajar.

"Bukan, Bu. Dia itu parasit." kataku sarkastik.

"Parasit apanya? Ibu hampir memergoki dia melakukan yang tidak-tidak denganmu." Bulu kudukku berdiri. Mati aku! Ibu melihatnya.

"Ibu tidak lihat aku menepisnya!" jawabku spontan.

"Mungkin karena kamu tahu jika ibu ada di sana, tapi jika tidak? Ibu tidak tahu yang bisa kamu lakukan tanpa sepengetahuan ibu,"

Dia kemudian menyentil puncak hidungku, "Ingat ya! Ibu tidak mengizinkan kamu berpacaran! Awas saja jika kamu berani coba-coba. Ibu..." Aku memotong ucapan ibu.

"Iya aku tahu. Lagian aku yakin dia hanya mau mempermainkan aku. Di sekolah dia itu terkenal usil, Bu. Jadi, mungkin saat ini aku adalah targetnya." lirihku lemas.

"Dia mau mem-bullying kamu?!" sontak ibu mengeraskan suaranya.

"Tidak seperti itu. Hanya saja dia itu orangnya memang suka iseng." Intonasi suaraku ikut mengeras. Ibu hanya menggeleng, tidak habis pikir pada teman anaknya yang satu itu. Ralat! Aku bahkan tidak berteman dengannya.

"Jangan dekat-dekat dengannya. Dan jangan suruh dia datang lagi." titah Ibu.

"Iya aku paham." Aku sangat paham.

Syukurlah Ibu ternyata mendukungku untuk tidak dekat-dekat dengannya. Momen ini bisa kujadikan alasan untuk menghindarinya jika dia mendekatiku.

"Dan jangan bicara pada intonasi yang seperti itu. Ibu tidak suka!"

"Ehem..." Aku mengangguk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro