Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1 Part 1

Karel menengadah, berharap aku memberinya sebungkus es krim loli. Tapi aku lupa membelinya, sontak ekspresinya berubah cemberut. Seperti kemarin, dia berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku menghela napas kecewa.

Jika aku membelinya, Karel pasti tidak akan ngambek dan membuat moodku ambruk. Hari-hari di sekolah saja sudah membosankan, ditambah Karel yang ngambek? Aku jadi prihatin pada diri sendiri.

Ibu menghampiri, "Makan siang sudah siap. Cepat ganti pakaianmu," instruksi ibu yang aku angguki saja.

Di kamar, aku tidak langsung menganti bajuku. Tapi, aku beralih pada layar ponselku yang gemas untuk disentuh. Tak heran bila orang-orang berkata mereka tidak bisa hidup tanpa ponsel, karena aku juga merasa begitu. Kuotak-atik aplikasi favoritku dengan senang. Sampai seorang penganggu menganggu notifikasi ponselku.

Louis: Ping!!

Aku terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang pas untuk bocah gila penganggu ini. Dia tidak habis-habisnya meracau dalam hidupku. Sungguh tidak penting. Huh, aku harus menghadapinya dengan kepala dingin.

Airies: Jangan hubungi aku lagi. Aku tidak akan membalasnya.

Itu jawabanku.

Louis: Kau baru saja membalas pesanku.
Airies: Itu peringatan.
Louis: Lihat, kan? Kau kembali membalas pesanku.

Aku mematikan ponselku, gemas untuk segera membantingnya jika saja aku lupa kalau tagihannya belum selesai dilunasi. Sialan!

Aku segera menganti bajuku dan pergi makan siang bersama ibu dan Karel. Aku tidak peduli jika nanti sepulangnya aku ke kamar, ponselku sudah dipenuhi notifikasi tidak penting dari Louis.

Henry Louis Le'Chatelier, remaja seusiaku yang tinggal kelas akibat sering mengacau. Dia satu sekolah denganku.

Hanya satu hal yang aku ketahui tentangnya, dia saat ini tengah mencoba mendekatiku. Entah motivasinya apa, yang jelas aku tidak tertarik padanya.

Siapa juga yang menyukai pria badboy biang masalah seperti dia?

Hidupku bisa hancur jika bergaul dengan orang dengan perilaku seburuk dia. Aku mungkin akan terbiasa hilir-mudik keluar-masuk kantor polisi. Image gadis baik-baikku bisa hancur!


"Makanku sudah selesai. Aku akan kerjakan pr," Sambil menaruh piring yang sebelumnya sudah aku cuci. Ibu mengangguk dan pergi menghampiri Karel. Jam segini, Karel biasanya akan pergi les diantar ibu.

"Huh, akhirnya aku bisa bebas." Menutup pintu dan kemudian menghidupkan laptop. Disana ada aplikasi permainan favoritku, Unknown Horizons. Dimana aku bisa membangun dan menghancurkan pulau sesukaku. Tentu aku membajak pulau orang lain.

Louis: Ping!!

Aku menghela napas sebal, dan menghidupkan ponselku. Sial! Lagi-lagi pesan darinya.

Louis: Aku lupa! Kertas essaiku ada padamu.
Louis: Kembalikan!

Menyebalkan! Mana ada kertas essainya padaku. Aku bahkan tidak pernah berinteraksi dengannya di sekolah, kecuali jika itu bagian dimana dia selalu mengejar-ngejarku. Dasar sinting! Ponselku bisa rusak jika lama-lama dikirimi pesan olehnya.

Louis: Tidak percaya? Periksa tasmu!

Aku tidak percaya.

Ting... Tong...

Aku mempekakan pendengaranku,

Ting... Tong...

"Tunggu sebentar." pekikku, kemudian pergi menuju ke ruang tamu untuk membukakan pintu. Ibu pasti sudah pulang!

"Ah!" Aku terkejut, "Bagaimana bisa kau?"

"Akh... ternyata rumahmu jauh juga ya?" Louis. Itu Louis. Ah benar juga, ibu kan bisa lewat pintu belakang. Dan tak biasanya juga dia memencet bel. Sial! Kalau tahu begitu, aku harusnya tidak membukakan pintu. Aku seharusnya berpikir panjang sebelum melakukannya.

"Ibuku sedang tidak ada di rumah. Kembalilah saat ada dia." Aku beniat menutup pintuku kembali. Tapi dia menghalanginya.

"Ibumu ada disana!" Pintu terbuka. Aku melihat sosok ibuku yang dia tunjuk. Seketika itu aku kehilangan nyaliku.

Aku menghela napas, "Masuklah." Dia duduk di kursi tamuku tanpa izinku. Aku pergi ke dapur untuk membawakan minum.

"Mau kemana?" Langkahku terhenti, "Aku tidak punya banyak waktu. Kembalikan essaiku." Dia menghmpiriku. Tangannya menengadah.

"Aku tidak punya essaimu!" Kataku menghadap ke arahnya. Tanganku bersedekap. Aku menatap yakin padanya. Dia menghela napasnya kasar.

Dia maju selangkah, "Kau belum pernah dicium ya?" katanya menatapku penuh arti.

Aku menggeleng tidak percaya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal itu.

"Baiklah. Akan aku cium." Aku melotot, sementara dia semakin melangkah maju. Ibu! Kemana kau?


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro