Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 - Alasan

Laura digerek Alka ke ruang rapat setelah Sergio pergi dan membuatnya duduk di sana. Airlangga pergi mengikuti Sergio. Entah benar mengantarnya pulang atau sedang mencari lapangan untuk adu jontos.

"Sekarang jelaskan! Kenapa pria brengsek itu bisa ke sini bersamamu, hah?!" cecar Alka dengan emosi yang sudah naik ubun-ubun.

Laura menarik napas. Tampak tidak nyaman dengan moment tersebut.

"Kita punya banyak pekerjaan."

Laura berniat tidak menanggapi. Tetapi saat ia bangkit dari kursi. Alka malah menahan tangannya di pundak Laura dan menyuruhnya untuk tetap duduk.

"Jelaskan Laura!" bentak Alka.

"Angkat tanganmu," seru Laura dengan emosi yang berusaha di tahan. "Kau tidak punya wewenang untuk menginterogasi kehidupan pribadiku."

Alka yang tersulut emosi, mendadak melayangkan tangan ke udara dan hampir saja menampar pipi Luara. Namun dengan cepat,Laura menghindarinya. Kemudian menggunakan siku untuk memukul tulang belakang Alka. Berlanjut, dia melayangkan tendangan ke junior kesayangan Alka hingga pria itu ambruk di lantai dengan raut wajah kesakitan.

Airlangga yang baru saja kembali segera menahan serangan kedua Laura.

"Hentikan!" cegah Airlangga. Lalu ia melirik ke arah Alka yang meraung di atas lantai. Meminta Arjuna dan Andara untuk membawanya keluar.

"Lepaskan!" titah Laura. Suasana hatinya buruk. Tim investigasi ini membuatnya stress.

"Aku tidak akan menyalahkanmu memukul Alka," seru Airlangga saat Laura berjalan membelakanginya. "Tapi satu hal yang perlu kau ketahui. Berhati-hatilah."

Laura hanya diam mendengarkan. Lalu beranjak pergi meninggalkan ruang rapat.

...

Menjelang tengah malam. Laura memilih tidur di ruang ganti wanita, sedangkan para pria masih sibuk berkutat dengan komputer masing-masing hingga Airlangga datang menyerahkan sebuah dokumen ke arah Arjuna.

"Aku menemukan sopir taxinya."

"Eh?" seru Arjuna yang terkejut. "Maksud Kapten?"

"Plat nomor pada taxi tidak tertangkap oleh CCTV. Jadi, aku berpikir kemungkinan besar taxi yang beroperasi saat kejadian memiliki pangkalan tidak jauh dari sana. Lalu, aku menghubungi beberapa perusahaan taxi tersebut. Kemudian, salah satu dari perusahaan tersebut menyebutkan ada sopir di sana yang mengaku membawa orang yang kita cari. Besok, kau dan Andara pergi memeriksa sopir tersebut. Lalu kirimkan laporannya segera."

Arjuna mengganguk takzim. Andara merasa sebagian beban dipundaknya terangkat. Tetapi, saat ketiganya melirik Alka yang masih meringgis kesakitan. Rasa iba dan kasian hadir pada pria temperamental tersebut.

"Kau juga salah," semprot Airlangga. "Seharusnya kau tidak kasar pada wanita."

Alka yang tidak suka pun menyahut.

"Orang yang jomblo seperti Anda lebih baik diam. Sia-sia menyukai seseorang yang tidak pernah bisa dimiliki."

Tangan Airlangga terkepal kuat. Andara yang tahu akan ada perkelahian baru segera mencegah.

"Sebaiknya kita tidur. Laura sudah tidur," ajak Andara dengan menarik lengan Airlangga.

"Lepaskan aku!" Airlangga menepis ajakan Andara.

"Ya benar. Aku juga sudah mengantuk." Arjuna memberi kode dengan gerakan wajah pada Andara. Yang mana langsung dimengerti oleh sang fotografer forensik.

"Kalian tahu? Airlangga masih suka sama cinta pertamanya waktu SD." Alka tiba-tiba mengoceh, membuat Arjuna dan Andara sama-sama tertengun. Pria ini sedang cari mati.

"Gara-gara itu, dia menolak cinta senior di akademi dan membuat para wanita di sana menggangap dia pedofil. Gegara ketika ditanya, gadis yang ia sukai adalah ...."

Alka mendadak berdiri dengan tegap lalu menirukan gaya Airlangga saat berbicara.

"Aku menyukai Aura. Dia gadis manis di kelas 5. Tidak ada yang semanis Au."

Andara yang tidak mampu menahan tubuh Airlangga pun terlambat menghentikan bogem mentah di pipi Alka.

Kapten Divisi Investigasi Kriminal itu meledak jika mengungkit masa lalunya.

"Seharusnya aku membiarkan Laura memukul juniormu lebih lama."

Alka terhenyak. Mata dia nanar dan mulai berkaca-kaca. Airlangga pun lantas meninggalkan mereka semua dengan emosi yang meledak-ledak.

Airlangga sempat menendang lemari dengan sangat kuat sebelum keluar. Tidak dapat dipungkiri, sejak Laura bergabung. Temperamental dia juga tidak bisa terkontrol dengan baik. Ada apa dengan para pria ini?

Di dalam ruang ganti pria. Airlangga segera menjatuhkan diri di salah satu tempat tidur tingkat. Mengangkat lengan kanan untuk menutupi wajahnya.

Kenangan masa lalu perlahan berpendar. Ada gadis kecil yang menangis di sudut lapangan. Airlangga kecil tidak bisa mendekat. Gadis itu menangis dalam dekapan seorang wanita.

"Ayahku tidak bersalah! Dia dibunuh! Aku melihatnya! Kenapa kalian tidak percaya padaku! Bukan ayahku yang melakukannya!"

Si gadis berpita strawberry itu terus menangis. Tanpa sadar, mata dia dan Airlangga bertemu. Namun, buru-buru Airlangga membalikkan tubuh.

"Ayah bilang, ayahnya dibunuh." Seorang gadis kecil lain hadir di dekat Airlangga dengan rambut dikepang dua.

"Polisi lalulintas itu dijebak. Dia kan saksi tabrak lari seorang kakak SMA."

Airlangga yang mendengar itu hanya bisa terdiam dengan tangan terkepal.

"Itu bukan urusan anak-anak," omel Airlangga. Lalu menoleh ke arah gadis kecil yang telah menghilang.

"Pasti berat ya? Ayahnya dituduh bersalah. Padahal enggak. Kasian ya mereka? Ayah bilang, di dunia ini. Uang itu raja. Kau sama seperti ibu Ai. Kita tidak boleh mengasihani mereka. Orang-orang itu seperti monster."

Tanpa diduga, Airlangga kecil mendorong tubuh gadis berkepang dua.

"Kau penyihir jahat! Kau itu penjahat! Aku akan meminta tolong pahlawan untuk menolong mereka!"

Si gadis yang tidak terima di dorong Airlangga hanya bisa berdengus kesal melihat pakaian indahnya jadi kotor.

"Aku benci padamu! Kau bodoh Airlangga! Aku tidak suka punya adik sepertimu! Tidak ada pahlawan di dunia ini. Dongeng-dongeng itu berbohong. Di dunia orang egois, hanya orang egois yang menang! Aku akan melapor pada ayah! Huwaaaa!!!"

Airlangga dewasa membuka mata. Sesak di dadanya masih ada setiap kali ia mengingat peristiwa tersebut.

"Benar," lirih Airlangga. "Di dunia yang egois. Hanya orang egois yang menang. Anak yang menabrak si polisi tersebut sedang menjabat sebagai Gurbenur kota termuda. Seorang ayah dan suami yang mencoba bersifat jujur dibunuh dan dibuat seolah bunuh diri. Putrinya adalah orang yang pertama menemukan jasad ayahnya dan menjadi saksi yang tidak dapat dipercaya."

Airlangga tersenyum tipis. Ia lalu mengangkat tangannya ke udara. Menatap telapak tangannya tersebut.

"Jika kau tidak punya uang, jabatan dan kekuatan. Kau akan kalah."

Airlangga bergumam kembali.

"Hukum bisa dibeli dan dipermainkan. Benar, kalian merasa bebas karena Sergio adalah dalang dari manipulasi jasa kejahatan tersebut."

Tangan Airlangga terkepal kuat. Emosinya kembali memuncak.

"Akan kukirim kalian semua ke dasar neraka.

...

Pukul 5 pagi. Laura sudah berada di area treadmill kepolisian dan sedang melakukan jogging dengan mendengarkan musik.

Sekonyong-konyong, seseorang ikut berlari di dekatnya. Tanpa berbalik, Laura sudah tahu siapa pria tersebut dengan merasakan hawa keberadaannya.

"Kau sudah berlari sejak dini hari." Airlangga membuka percakapan. Dia sudah memperhatikan Laura yang terus berlari mulai jam 4 subuh."

"Aku berlari jika lagi banyak pikiran," sahut Laura.

"Begitu?"

Airlangga mulai berlari dengan kecepatan sedang.

"Aku melihat latar belakangmu," aku Airlangga. "Kau pernah bekerja di beberapa divisi. Kenapa pada akhirnya kau memilih Divisi Investigasi Kriminal?"

Laura terdiam sebentar. Mengatur napas dengan baik sebelum menjawab.

"Balas dendam," jawab Laura. "Apa itu pantas untuk seorang anggota kepolisian?"

"Tidak juga. Semua orang punya tujuan hidup yang berbeda-beda."

Laura terkekeh. Ia melirik sekilas ke arah Airlangga. Lalu buru-buru memalingkan wajah.

"Ayahku dibunuh lalu diftnah." Laura berujar. "Saat aku berusia 10 tahun. Dia tidak sengaja menjadi saksi kasus tabrak lari. Tiga hari setelah kesaksiannya. Ayah ditemukan bunuh diri di pos jaga dengan selembar surat bunuh diri."

Airlangga yang mendengar hal tersebut. Kontan berhenti berlari. Mata hitamnya terbelalak menatap Laura.

"Malam itu saat hujan turun. Aku melihat beberapa pria datang ke pos jaga. Mereka membekap mulut ayah, sedangkan yang lain berjaga di luar. Aku yang bocah malah bersembunyi dan keluar saat orang-orang tersebut telah pergi. Ck, benar-benar pengecut. Jika saat itu, aku jauh lebih berani. Ayahku pasti masih ada. Sialnya, tidak ada seorang pun yang mempercayai kesaksianku."

Ingatan dalam kepala Airlangga berputar-putar. Ia mencoba mencocokkan wajah Aura kecil dengan Laura yang ada di hadapannya. Di mana jika semakin di perhatikan. Keduanya memiliki warna mata amber yang kontras.

"Aku masuk divisi karena ingin membuka kasus tersebut dan menangkap pelakunya. Jika Kapten tidak menyukai bekerja sama dengan wanita. Sebaiknya Kapten memikirkan cara bagus untuk menyingkirkanku."

Laura pun menghentikan kegiatannya. Mematikan mesin dan berjalan meninggalkan Airlangga yang masih tercengang.

"Naomi," bisik Airlangga. Raut wajahnya masih syok.

"Lakukan penelusuran Laura Pitaloka lebih jauh lagi. Identitasnya pasti telah berganti dengan yang sekarang dan juga, beli seluruh properti tempat tinggal Laura dan area radius 30 kilometer."

Siap Tuan.
Saya akan menampilkan skema struktur wajah Aura Seiji dengan Laura Pitaloka bahwa keduanya memiliki kecocokan akurat 99%.

Aura Seiji mulai tinggal bersama seorang wanita bernama Ataya di sebuah panti asuhan. Sejak ayahnya Seiji Kato meninggal.

Ada sebuah jejak di pencatatan sipil yang mencatat pengajuan perubahan nama seorang gadis panti. Sayang, arsip tersebut tidak melampirkan nama identitas terkait.

Tidak diragukan lagi, Laura adalah alasan Airlangga menjadi polisi hingga saat ini. Demi Laura dan tidak ingin melihat anak lain bernasib malang akan lemahnya hukum di Malaka. Airlangga bersumpah akan mengirim semua pelaku kejahatan ke lubang paling tergelap di perut bumi ini.

__/_/_/_/_____/_///_____
Tbc

Gaje gak sih? Masih banyak belajar....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro