Chapter 35- Tahap Kedua
"Kalian!" Abrian menggeram kesal. Lalu dia melirik ke arah Arum. "Kau merencanakan ini? Brengsek!"
Arum hanya menghedikkan bahu. Andara segera menyuntikkan obat bius, sedangkan Arjuna bergerak cepat meraih ponsel Abrian dan mulai melakukan scanning perpindahan data menggunakan ponselnya.
Semua data Abrian Lewas akan di copy demi mencari para sekutu yang bekerja dengan menjilat kedua kakinya.
Peristiwa yang terjadi di hotel tersebut. Segera di tangani oleh para anak buah Sergio. Insiden penembakan dibersihkan dengan sangat cepat.
Mereka bahkan mengangkut Abrian yang tertidur menggunakan tong pakaian kotor untuk menyembunyikan kecurigaan. Pakaian para medis yang sebelumnya digunakan Andara dan Arjuna telah berganti peran dengan pakaian cleaning service.
...
Abrian yang perlahan-lahan mulai mendapati kesadarannya hampir terlonjak dari tempat tidur. Ia pikir, Andara dan Arjuna membawanya ke dalam sel.
Alih-alih, tempat tahanan. Dia malah dirawat di ruangan VIP sebuah rumah sakit dan dia semakin terkejut melihat Arum duduk di dekat tempat tidur.
"Kau!" Abrian bangun sambil menunjuk wajah Arum. "Kau masih punya muka setelah mengkhianatiku, huh?"
"Bapak berbicara apa? Semalam Bapak mabuk berat dan berkelahi dengan teman Bapak. Alhasil, kedua bahu Bapak kena sasaran penembakan."
Alis Abrian bertaut bingung. Kepalanya mendadak sakit dan berdenyut. Ia tidak mungkin salah ingat. Semalam, ada seorang sniper yang melukainya di hotel.
Lalu dia tiba-tiba tertengun, saat Arum mulai mencium bibirnya dengan sentuhan tipis. "Saya benar-benar khawatir, Bapak kenapa-napa. Untung saja, pihak hotel segera memanggil ambulance. Bapak Anes segera ditangkap tadi pagi atas kepemilikan senjata ilegal."
Abrian masih tidak mempercayai omong kosong yang diceritakan oleh Arum. Dia mendorong tubuh Arum menjauh. Namun, wanita itu tidak bergeming. Ia kembali menangkup kedua wajah Abrian dan mulai mengecup bibirnya dengan sentuhan lembut yang terarah.
Abrian bahkan sampai mengerjabkan mata. Ia tidak pernah dicium oleh seseorang dengan cara seperti itu. Tertarik dengan sentuhan Arum. Abrian menarik kepala sang asisten lebih dekat untuk membuat bibir mereka saling bertaut.
Arum tersenyum dan bahkan dengan berani dia naik ke atas tempat tidur Abrian dan menindih pria tersebut.
...
Bagi Abrian, dia harus segera pergi memeriksa hotel tempat yang menjadi TKP penembakan. Dia masih berpikir bahwa Arum sedang membohonginya. Akan tetapi, dia hanya bisa mematung melihat dinding jendela tampak utuh. Tidak ada bekas retakan atas insiden semalam.
"Bapak baik-baik saja?" tanya Arum yang berdiri di belakang Abrian.
Pria itu tidak menjawab. Dia berpaling dan pergi turun ke lobi hotel. Abrian berencana menemui manager hotel. Mustahil insiden semalam bisa beres secepat itu. Ditambah, operasi yang dijalani untuk mengambil peluru, masuk dalam kategori operasi ringan.
"Kau!" Abrian menarik dan meremas kuat kerah pria yang menjadi manager hotel. "Katakan padaku apa yang terjadi di ruang VVIP semalam?"
"Melihat Anda tampak kuat menarik kerah pakaian saya. Saya yakin, Anda sudah baik-baik saja."
Abrian menurunkan kekuatan cengkramannya. Alisnya tertekuk menatap manager hotel.
"Alkohol memang berbahaya. Tapi kami sudah memberikan kesaksian bahwa Bapak Abrian tidak salah dan Bapak Anes lah yang bertanggung jawab, karena tidak dapat mengontrol emosi dan melakukan penembakan."
Abrian benar-benar kehilangan akal sehatnya. Skenario yang sulit diterima. Dia menghempaskan si manager dan beralih menarik tangan Arum untuk pergi.
Aslan dan Sergio yang sedang duduk di lobi hotel, saling tersenyum penuh arti.
"Dia percaya." Aslan berseru semangat. "Ini akan sangat menarik, Hades."
"Pertunjukan belum dimulai, bodoh." Sergio tampak asyik menonton rekaman tumbuh kembang Akuwu. Sesekali ia akan tersenyum bahagia. Lalu ia beralih menatap Aslan. "Kematian terlalu mudah untuknya. Ayo, Aslan. Kita harus bergerak."
...
Abrian bergerak ke kantor dinas. Di sana, ia disambut oleh para reporter yang mengerubunginya bagai semut melihat gula.
"Apa benar, Bapak menjadi korban penembakan?"
"Tolong beri klarifikasinya?"
"Apa selama ini Bapak Anes melakukan impor senjata ilegal?"
"Ada kabar yang beredar, bahwa Bapak dan kawan-kawan yang lain senang menyewa wanita penghibur setiap malam?"
Sopir yang mengendarai mobil dinas milik sang Gurbenur terpaksa berhenti sebelum memasuki area parkiran. Abrian tampak berpikir keras sambil menggigit bibir bawah. Para reporter, terus-menerus mendesak untuk melakukan wawancara.
Melihat kondisi yang terjadi. Abrian merasa ragu dengan insiden yang ia alami. Prasangka akan dikhianati oleh teman sejawat berangsur-angsur terkikis. Namun masalah baru kembali muncul. Informasi soal dia bermain seks dengan wanita penghibur menjadi poin yang harus dibenahi.
Di dalam ruang kerjanya. Abrian sudah disambut oleh tumpukan berkas yang harus ditanda tangani. Arum ada di sana, berdiri tak jauh dari Abrian. Sesekali, dia akan memeriksa notifikasi pesan masuk di dalam ponselnya.
"Kau sudah mengurusnya?" komentar Abrian tanpa mengalihkan fokus dari lembaran berkas di atas meja. "Empat rekannku memberikan kesaksian apa?"
"Mereka ... mereka meminta tidak terlibat dalam kasus Anes." Arum menjelaskan. "Soal kepemilikan senjata, mereka juga tidak mengetahuinya."
Abrian menghentikan gerakan tangannya. Semua kondisi lingkungan benar-benar mendukung pernyataan Arum. Dia menelisik wanita tersebut dengan ekor mata memincing tajam. Mustahil, orang seperti Arum bisa membuat permainan yang menipu.
Dia tidak bisa mengendalikan pers, menciptakan TKP palsu dan mengurus semuanya sendiri. Satu-satunya hal yang mungkin terjadi adalah dia menyewa sebuah jasa. Tetapi masalahnya, Arum tidak mungkin punya uang sebanyak itu. Abrian menjadi kembali ragu. Mampukah Arum melakukannya dengan cara berbeda?
Abrian lalu bergerak mengambil ponselnya. Dia mencari sebuah nomor dan menghubungi seseorang.
"Aku ingin kau menyelidiki sesuatu," kata Abrian pada seseorang di sebrang telepon. "Kutunggu hasilnya dalam satu jam ke depan. Instruksinya akan ku kirim lewat pesan text."
Arum berdiri diam dengan jantung berdebar keras. Dia tidak bisa mencuri pandang apa yang diketik oleh Abrian.
Lima menit kemudian, dua orang pria asing masuk ke dalam ruangan. Alis Arum bertaut bingung, saat salah satu dari mereka mengunci pintu dari dalam. Seingatnya, ini tidak ada dalam rencana.
"Kalian sudah datang?" Abrian tersenyum lebar. Dia lalu melirik ke arah Arum sambil menelengkan kepala. "Dia orangnya, silakan nikmati."
"Bapak?!"
Arum tersentak, dia panik dan memberontak saat kedua pria tersebut menariknya dari sisi Abrian. Salah satu dari mereka mengikat kedua tangan Arum ke belakang pinggang, yang lain tanpa permisi menggunting setelan blezer dan blouse yang dikenakan oleh Arum. Mereka membuatnya setengah telanjang tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh bagian atas.
Tubuh Arum lalu dibaringkan di atas ubin lantai yang dingin dan tangis wanita itu mulai pecah saat ia dilecehkan dan digilir satu persatu oleh para pria suruhan Abrian.
"Katakan, siapa yang menyuruhmu melukaiku? Para polisi?" tanya Abrian sambil melipat tangan di depan dada. Ia menaikkan kedua kakinya di atas meja dan tampak puas melihat wajah Arum yang terkejut.
"Oh, benar mereka? Aish, tidak heran para polisi itu bisa bekerja sama denganmu. Tampaknya satuan divisi satu tidak menyerah. Siapa namanya?" Abrian bertanya dan menjawab sendiri. "Airlangga? Kapten Airlangga Dirgantara?"
Arum memilih membisu dan menahan sakit yang bertubi-tubi di organ kewanitaannya. Dia sudah hancur dan rusak. Arum sudah tidak mempedulikannya, asal Abrian bisa dikirim ke dasar neraka paling terdalam.
Mendadak, sebuah pesan singkat masuk ke dalam notifikasi ponsel Abrian.
Tidak ada penembakan yang dilakukan sniper yang dilakukan di kamarmu. Tampaknya Anda benar-benar mabuk semalaman dan salah mengingat.
Apa Anda ingin meminta bantuan Serigala Lapar? Mereka bisa membereskan masalah ini. Anggota tim divisi satu akan kami ringkus nanti malam.
Squad Noir bisa mengurus sisanya. Berikan perintah, maka semua nama personel akan terpahat di batu nisan.
___//_/____
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro