Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 30- Andara

Di lantai penjara yang dingin. Cale sedang terduduk dengan menyilangkan kaki sambil melipat kedua tangan di depan dada. Ia tampak tenang sejak ditangkap.

Pengacaranya telah meminta untuk Cale dibebaskan bersyarat. Tetapi Airlangga dan tim menolak melakukannya sampai sidang di mulai.

"Sergio belum menunjukkan reaksi," seru Arjuna setelah dua hari penangkapan Cale. Sejauh ini, yang keluar masuk kantor polisi adalah pengacara mereka.

"Mustahil, jika Sergio melepaskan tangan kanannya." Arjuna pun turut berkomentar. "Orang itu pasti merencanakan sesuatu."

Mereka berempat pun serempak menoleh menatap Cale. Airlangga yakin, mereka tengah mempersiapkan sesuatu. Hanya masalah waktu, sampai kejutan itu ditampilkan.

...

"Kau sudah melakukan yang kuminta?" tanya Laura yang kini duduk di meja makan bersama Aslan. Sejam yang lalu, Sergio telah berangkat kerja.

"Tentu saja. Aku tidak mengerti dengan kalian berdua. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Aslan pun menyerahkan ponselnya pada Laura. Wanita itu menerimanya dan melihat beberapa jepretan kondisi markas kepolisian dan ruangan tim divisi satu. Tentu saja, Aslan memotret itu secara diam-diam.

"Apa aku harus menemuinya?" bisik Laura pada dirinya sendiri.

"Siapa? Mantan kaptenmu?" sela Aslan. "Lebih baik jangan Laura. Kau tahu siapa kakakku bukan? Dia tidak ingin kau terlibat lagi dengan divisi investigasi. Kalau melakukannya, tidak perlu kukatakan. Kau pasti mengerti."

Laura hanya tersenyum tipis. Aslan mungkin mengetahui kinerja Sergio di dunia gelapnya. Bukan tidak mungkin, ia tidak mengetahuinya. Sejak SMA, Aslan sering terlibat dengan beberapa preman yang segan dengannya. Jika sang kakak mengatur kelas atas, tugas Aslan mengatur kelas bawah.

Ditambah, postingan terbaru Mavro Koraki yang ia lihat dari ponsel Aslan semakin membuat Laura menjadi tidak tenang.

Seorang polisi yang menutup mata terhadap kejahatan di depan matanya adalah seorang sampah.

Laura mengigit bibir bawahnya. Ia seolah merasa disindir. Airlangga seperti sedang mengibarkan bendera perang untuk melawannya. Dia juga teringat janji Airlangga yang ingin membantunya. Terlebih Arjuna dan Andara. Jika saja, Sergio dan mereka tidak saling bermusuhan. Laura yakin, masalahnya tidak akan serumit ini.

"Hey, Lau." Suara Aslan membuyarkan lamunan Laura. "Kau ingin apa? Aku akan membantumu."

Laura terdiam sejenak. Memikirkan sesuatu yang mungkin bisa membantunya berkomunikasi dengan Airlangga.

"Kau bisa membawa surat kepada mereka?"

"Tentu saja. Jauh lebih baik dari membeli ponsel baru diam-diam. Hades itu pasti mengetahui sesuatu."

"Makasih, tolong bawa surat tersebut kepada mereka."

...

Sesuai permintaan Laura. Aslan menggunakan jasa pos untuk mengirimkan semua surat-surat tersebut.

Keesokan harinya, ketika kurir membagikan surat tersebut, hanya Alka seorang yang tidak mendapatkannya.

"Surat dari siapa?" Alka mencoba mencuri pandang milik Arjuna. Tetapi pria itu buru-buru menyembunyikannya. Melihatnya saja, Alka sudah bisa menebak identitas sang pengirim.

Airlangga yang membaca surat tersebut, mendadak merasa sangat bahagia. Tetapi jenis senyum yang ia tunjukkan mengandung sebuah makna tersembunyi.

"Kalian dapat surat dari Laura?" tanya Alka yang wajahnya mulai memerah menahan kesal. "Dia tulis apa sih sebenarnya?"

"Bukan urusanmu," balas Andara dengan nada mencibir. "Untuk apa pula Laura mengirimkan surat padamu. Kapten?" seru Andara pada Airlangga. "Kurasa setiap surat punya isi berbeda. Ini tidak baik, memancing Laura mengenai kasus ayahnya. Ditambah, lawan kita bukan hanya Sergio. Namun, Abrian."

"Laura tidak punya pilihan, Andara. Sampai kapan dia mau menutup mata dengan kejahatan suaminya. Jika saja, dia tidak hamil. Laura pasti bisa bertindak lebih cepat. Kehamilan itu membuatnya terlihat lemah."

Andara tidak tahu, apakah Airlangga benar-benar membenci Sergio sampai anak yang dikandungnya. Bagi Andara ini sangat berbahaya, kandungan Laura bisa terjadi sesuatu. Dia akan melakukan sesuatu.

Dan benar saja, tanpa sepengetahuan siapapun. Andara pergi ke Labor forensik dan meminta untuk bertemu dengan Sergio yang sedang bekerja menganalisis sampel DNA dari kasus pembunuhan.

Selain menemukan jejak darah. Mereka menemukan sesuatu yang sedikit berbeda dengan darah, yaitu jejak sperma.

Pemeriksaan ini akan dilakukan menggunakan air mani dan susunan DNA nya. Air mani tersebut akan resapkan ke potongan kasa. Kemudian, separuh dikeringkan dan dikembalikan ke petugas penyidik. Jaga-jaga, bila dilakukan pemeriksaan ulang.

Sisa sampel yang lain, akan digunakan untuk pemeriksaan susunan DNA dan pengamatan mikroskop. Air mani pada pinset, dioleskan ke kaca mikroskop dan ditetesi cairan warna.

Sperma yang terlihat dibalik mikroskop memiliki ekor saat masih baru. Setelah melakukan pemeriksaan ini, barulah Sergio keluar menemui Andara.

"Apa kau salah makan hari ini?" tukas Sergio sambil memberikan minuman kopi kalengan yang masih dingin untuk Andara.

"Tidak, tapi terima kasih untuk minumannya. Ada racun tidak?" balas Andara dengan nada bercanda, yang mana mendapatkan tatapan kesal dari Sergio.

"Tidak usah basa-basi. Jadi ... apa yang membawamu kemari? Soal Cale? Tunggu saja. Aku masih ingin lihat permainan kalian."

Andara tersenyum. Lalu meneguk minumannya hingga setengah kaleng.

"Bukan, ini soal Laura."

Mimik wajah Sergio berubah serius. Rahangnya mengeras. "Apa maumu?"

"Kau pasti tahu, apa yang direncanakan Airlangga dari postingan Mavro Koraki. Kami memang ingin menangkap dan membongkar semua kejahatanmu. Tapi, di satu sisi aku mencemaskan kehamilan Laura. Jika Laura terlibat lebih jauh dan memaksakan dirinya dalam permasalahan kita."

Andara tidak melanjutkan kalimatnya. Tidak, setelah melihat Sergio meremas kaleng kopinya sampai penyok.

"Laura itu istriku, kau tidak perlu mencemaskannya." Sergio memperingati.

"Aku tahu, karena dia temanku. Aku tidak bisa tinggal diam. Aku juga tahu, sejak kau menikah dengannya. Kau membatasi komunikasi kami. Aku tidak menyalahkan hal itu. Wajar jika suami menjaga istrinya. Tapi, sebagai seorang teman, aku masih peduli. Aku tidak tahu, apakah aku mengkhianati Airlangga seperti ini atau tidak. Ini benar-benar membuatku pusing."

Sergio tidak membalas ucapan Andara. Dia hanya duduk diam sambil terus menatap tajam Andara.

"Sergio." Andara kembali berucap. "Bagaimanapun, kami akan tetap membongkar semua kejahatanmu."

Andara pun berpamitan pergi. Sergio hanya menatapnya dengan ujung bibir tertarik tipis. "Kurang ajar."

...

Sergio pulang ke rumah lebih larut dari biasanya. Sebisa mungkin, Laura menyambut Sergio dan tetap melayaninya sebagai seorang istri.

"Gio?" lirih Laura yang melihat perubahan emosi di wajah sang Suami. "Apa ada masalah di Labor? Aslan hari ini tidak pulang ke rumah. Dia sedang pergi menemui temannya."

Laura tersentak saat Sergio meremas bahunya begitu kuat. Lalu menariknya masuk ke dalam kamar dan mendudukkan Laura di atas tempat tidur.

"Apa kau ingin menangkapku Lau?" tanya Sergio dengan dingin. Emosi di wajahnya terlihat datar.

Laura yang tidak paham mengerutkan keningnya. "Kenapa tiba-tiba?"

"Jawab, Lau!"

"Itu ... Aku." Laura tidak sanggup memandang wajah Sergio. Ia pun mengalihkan pandangan. Lalu ia tersentak saat Sergio tiba-tiba menjatuhkannya di atas tempat tidur.

"Tatap mataku, Lau! Apa kau ingin aku membusuk di penjara?"

"Gio? Ada apa?" Laura berusaha setenang mungkin. Walau nada suaranya sudah bergetar. "Kau membuatku takut."

Sorot mata Sergio mendadak melemah, saat ia melihat tangan Laura mengelus dan memegang perutnya. Tubuh pria ini pun roboh di atas dada Laura.

Perlahan-lahan, Sergio mulai terisak-isak sambil memeluk tubuh istrinya.

"Aku tahu, aku ini seorang pendosa, Lau. Kau memegang keyakinan bahwa kejahatan harus dihukum."

Laura tidak bisa bersuara untuk membalas kalimat Sergio. Hanya genggaman tangannya yang menguat meremas rambut suaminya.

"Jika kau ingin menangkapku dan melihatku busuk di penjara. Itu artinya, kau siap menjadi seorang janda dan anak ini akan lahir tanpa seorang ayah."

"T- Tidak!"

Laura akhirnya berucap dan Sergio mulai mengangkat kepalanya. "Tidak?"

Laura mengganguk. Dia tidak ingin, anak yang ia kandung mengalami nasib seperti dirinya. Hidup tanpa orangtua yang utuh. Laura tidak sanggup dan tidak ingin itu terjadi.

Ujung bibir Sergio tertarik tipis. "Bagaimana aku harus mempercayaimu, Lau? Kau masih seorang polisi. Kau bisa menangkapku kapan saja."

"Hentikan!" ucap Laura yang tidak tahan dengan ketakutan dan ancaman Sergio. "Aku, tidak akan melakukan itu."

"Melakukan apa?" Sergio masih memancing dengan seringainya.

"Aku tidak akan mengusikmu dan keterlibatanmu dengan Airlangga."

"Bagus." Sergio mengecup mesra kening Laura. "Jangan terlibat apapun dengan Airlangga, jika kau tidak ingin anak kita memiliki nasib yang naas."

Laura menggeleng dan tanpa sadar air matanya tumpah. Jempol Sergio pun bergerak mengusap kelopak mata Laura dan mengecupnya lembut. Lalu membisikkan sesuatu di telinga Laura. "Aku benar-benar mencintaimu, Lau."

"Gio."

Suara lirih Laura membuat Sergio berlanjut mengecup bibir sang istri. Ia mengulum, menyesap dan memainkannya begitu lihai. Detik berikutnya, memaksa Laura membuka mulutnya dan mengajak kedua lidah mereka bermain.

Sebelum Laura kehilangan napas. Sergio menjauhkan wajahnya dari sang istri.

"Aku sudah punya nama untuk anak kita, Lau."

"N- Nama?" seru Laura dengan napas tersenggal-senggal.

"Ya, bila anak kita laki-laki. Namanya adalah Agrakara Akuwu Alatas, bila perempuan ... aku belum menemukannya."

Laura tanpa sadar mengelus perutnya. Lalu berbisik pelan mengucapkan nama Agra. Tidak, Laura tidak akan membiarkan Agrakara hidup tanpa ayah kandungnya.

Laura mungkin egois. Tetapi dia akan melakukan apapun untuk menjamin masa depan anaknya. Lalu pandangannya beralih menatap Sergio.

Pria itu tersentak melihat tangan Laura terulur dan melingkar di lehernya. Tanpa pemberitahuan, Laura menarik tubuh Sergio mendekat dan mengecup bibir ayah dari anak yang ia kandung.

Sergio tidak menolak. Ia malah membalas kecupan tersebut sampai tangan kanannya menyusup pelan-pelan ke dalam baju sang istri dan meremas sesuatu di dalam sana.

__/_/_/___
Tbc

Aku no coment (^_^;) bab ini

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro