Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 - Kasus ditutup

Laura hanya bisa menunduk begitu berada di dalam ruang Divisi Investigasi Kriminal. Laporan forensik yang ia bawa tergeletak di atas meja kerja Alka begitu saja.

"Apa kau ingin melawan perintah atasan?" cecar Airlangga dengan mata berkilat emosi. "Aku menyuruhmu untuk tinggal di kantor. Bukan pergi ke labor dan melakukan sesuatu seenak jidatmu."

Laura diam dengan gigi menggigit bibir bawah. Laura akui, dia salah. Tetapi, dia juga ingin menunjukkan bahwa dia itu bisa dan berguna.

"Saya minta maaf Kapten," aku Laura dengan perasaan tulus. Dia masih berdiri dengan menunduk menatap sepatu kets-nya.

Alka hanya memutar bola mata malas mendengar penuturan maaf Laura. Lalu ia mulai sibuk mengisi informasi baru di whiteboard.

"Lakukan tugasmu," titah Airlangga pendek pada Laura. Pria ini lalu beranjak pergi ke ruangannya yang terpisah dengan ruang anggota Divisi Kriminal. Seketika saja, Laura menghela napas berat. Tatkala pintu ruangan tersebut tertutup dari dalam.

Wanita berambut hitam ini kembali menarik kursi dari bawah meja dan duduk menatap lurus layar dekstop windows komputer miliknya.

Laura berusaha tidak mempedulikan apa pun. Termaksud keberadaan Alka yang masih ada di sebrang ruang rapat.

"Inilah malasnya bekerja sama dengan wanita." Alka tiba-tiba menyelutuk dengan tangan masih sibuk menulis di papan tulis.

Laura pun mendadak menghentikan kegiatan mengetiknya pada laman microsfot word dan melirik ke arah Alka dengan perasaan dongkol.

"Itu namanya diskriminasi," protes Laura sembari kembali fokus mengetik. Alka meletakkan spidol di tempatnya semula. Kemudian menoleh ke arah Laura.

"Ck."

Begitu saja kata yang terucap oleh Alka. Lalu ia sendiri kembali sibuk di meja kerjanya. Untunglah, ada sekat yang memisahkan mereka. Jika tidak, Laura merasa muak menatap wajah Alka yang akan meledak-ledak seperti petasan.

Menjelang senja, ruangan divisi hanya berisi Laura dan Alka. Arjuna dan Andara masih belum kembali sejak ditugaskan menginterogasi saksi.

Laura pun memutuskan untuk segera pulang, mengingat memang sudah jadwalnya untuk lepas dinas.

Namun, saat ia melihat Alka yang masih di mejanya sejak tadi dan Airlangga yang belum juga kunjung keluar dari ruangannya. Membuat alis wanita itu bertaut bingung.

"Kalian tidak pulang?" tanya Laura pada Alka seramah mungkin.

"Tunggu Airlangga," jawab Alka acuh.

"Kalian tinggal bersama?"

"Tidak."

"Oh, kalian mengemudi berdua?" Laura kembali bertanya. Tentu saja, hal ini membuat emosi Alka terpancing.

Dengan kesal, Alka pun menghentakkan tangannya ke atas meja dengan bunyi yang begitu keras.

"Kalau kau mau pulang. Pulang saja sana! Jangan banyak tanya!"

Laura tersentak. Untung saja, jantung nya tidak melompat keluar. Dengan wajah cemberut, Laura pun berjalan meninggalkan Alka sendirian. Ia bersumpah dalam hati, semoga Alka bakal bertemu Mbak Kunti di tengah perjalanan pulang.

...

Sambil menunggu bus di halte yang berada tidak jauh dari kantor pusat kepolisian. Laura sengaja memutar lagu dari musik player pada ponsel dan mendengarkannya lewat earphone.

Sesekali, Laura ikut bersenandung mengikuti beat. Matanya mengedar ke sekitar halte. Menatap dan mempelajari setiap kesibukan para calon penumpang yang mungkin saja, mampu menbuat suasana hatinya kembali membaik.

Begitu bus yang ditunggu tiba. Laura segera naik ke dalam dan berdiri bergelantungan akibat seluruh kursi telah terisi penuh oleh penumpang.

Di bagian atap bus, terdapat sebuah layar televisi yang menampilkan informasi perkembangan penyelidikan kasus mereka melalui salah satu siaran redaksi terkini. Tampak pada layar kaca, istri korban sedang di wawancarai oleh beberapa wartawan.

Laura melepaskan salah satu earphone dari telinga kanannya. Bus mulai bergerak dan ia menangkap pembicaraan mereka.

"S-saya sangat yakin Bapak dibunuh. Bapak tidak mungkin bunuh diri. Ini tidak benar, seseorang pasti sedang mencoba mengacam keluarga kami."

Beberapa orang yang menyimak siaran tersebut, menyetujui pendapat si Istri, sedangkan sisanya tampak menduga itu hanyalah kasus bunuh diri biasa.

Tidak ingin mendengar komentar miring lainnya. Laura kembali menggunakan earphone di telinga dan bersenandung pelan mengikuti irama.

...

Di hari kedua satuan divisi investigasi, Laura mendapati mendung di raut wajah Andara dan Arjuna bagai manusia yang tidak ingin hidup. Alka belum kelihatan batang hidungnya, barangkali karena pasti datang bersama Airlangga si Ketua tim.

"Ada apa dengan wajah kalian berdua?"

Laura mengambil tempat untuk duduk di meja kerjanya. Ia meletakkan sebotol susu kemasan rasa cokelat dan sebungkus roti daging di atas meja.

"Kasus kemarin ditutup," jawab Andara dengan mimik wajah sedih pada Laura.

"Pak Kepala meminta kita untuk menutup kasusnya. Mereka akan melakukan konferensi pers siang nanti. Alka dan Airlangga sedang pergi untuk protes," imbuh Arjuna dengan raut wajah yang tidak jauh berbeda dari Andara.

"Kenapa?"

"Kau belum dengar?" tanya balik Arjuna. "Penyelidikan Airlangga bersama Alka ke Chiko Malino menuai protes. Mereka menganggap kita menuduh mereka sebagai tersangka utama."

"Padahal sudah jelas, 'kan?" tambah Andara. "Jika tidak ada bukti kerusakan properti, artinya pelaku adalah orang yang dikenal korban. Orang tersebut dipersilahkan masuk ke dalam rumah. Lalu membunuh korban tanpa meninggalkan jejak. Jelas ini adalah pembunuh profesional."

"Cuma masalahnya tidak ada indikasi orang lain di TKP." Laura menimpali. "Aku berencana meminta izin untuk pemeriksaan ulang forensik."

"Tim forensik punya banyak pekerjaan. Mereka tidak akan mau pergi menurutimu." Arjuna tersenyum tipis. Menganggap remeh rencana laura.

"Aku punya identitas ganda sebagai anggota forensik. Apa kau tidak tahu?" tanya Laura dengan nada mencibir.

Arjuna bungkam. Dia seperti kehilangan kata-kata. Tetapi sebelum dia berucap. Airlangga dan Alka masuk ke dalam ruangan. Tampang emosi yang terlukis di wajah Airlangga, jelas menjelaskan usulan protes mereka telah ditolak.

"Sialan!" Laura tersentak mendengar suara Alka yang begitu tiba-tiba. "Kasus ini di tutup."

Alka jauh lebih terlihat emosional daripada Airlangga. Laura sendiri agak waswas berada di dekatnya. Itu jenis temperamental yang sangat buruk.

Tidak ada yang membuka suara. Semua saling diam. Laura, Andara dan Arjuna masih menanti perintah atau informasi yang akan diucapkan Airlangga.

Namun tampaknya, Airlangga tidak berniat berbicara lebih lanjut. Dia hanya berjalan dalam diam ke dalam ruangannya.

Sementara itu, Alka hanya bisa menghempaskan diri di kursi dengan wajah masih penuh emosi.

"Istri korban meminta kasus ditutup. Dia berubah pikiran, kasus suaminya adalah bunuh diri."

...

Siang ini. Tidak ada seorang pun yang berani menyinggung kasus tersebut. Mereka berempat, kembali disibukkan mengurus berkas harian. Fokus semua orang tertuju pada layar monitor masing-masing.

"Andara," panggil Laura dengan bisikan. "Mau makan siang bersama?"

Andara lantas melirik ke arah Arjuna dan Alka. Arjuna yang entah mengapa tiba-tiba menoleh menatap Andara. Lalu pria fotografer forensik itu memberikan kode gerakan ayo pergi makan.

Arjuna mengganguk setuju. Lalu memberikan bahasa isyarat untuk tidak mengajak Alka dan Airlangga.

Ketiganya pun pergi dengan diam-diam dalam balutan gerakan tenang tanpa suara. Alka yang sudah tahu gerakan mendadak mereka bertiga, hanya mendongak menatap punggung tiga rekannya yang menghilang dibalik pintu.

...

Tuan Airlangga.
Berdasarkan CCTV terdekat. Ditemukan mobil Maserati Ghibli milik Tuan Malino. Berserta plat mobil terdaftar.

Airlangga menggerakkan tangannya ke udara. Membuka tampilan hologram yang diproyeksi oleh kacamatanya semakin membesar di ruang udara terbuka.

Terlihat citra Chiko Malino turun bersama seorang pria berjas hitam. Keduanya sejenak berbincang di luar mobil. Saat pria misterius itu pergi. Chiko kembali masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan lokasi.

Jelas, walau Chiko bisa dijadikan saksi. Airlangga berpendapat bahwa pria itu adalah dalang pembunuhan terjadi.

Tipe rencana pembunuhan ruang tertutup yang hanya bisa dilakukan oleh tenaga profesional. Mereka membunuh korban dengan membuat korban seolah bunuh diri.

Ada bekas seseorang mencuci piring saat kejadian berlangsung. Itu artinya Tuan Rumah sedang menyajikan minuman untuk seseorang yang ia undang masuk.

Sesaat setelah membunuh Tuan Ali. Pelaku membersihkan bukti tersebut dengan sangat rapi. Menusuk korban hingga lemah dan meninggalkan korban meninggal sampai kehabisan darah. Kemudian merekayasa TKP.

Airlangga memukul meja dengan kesal. Dia sendiri tidak bisa berbuat banyak untuk membuat Chiko Milano menjadi tersangka. Satu-satunya petunjuk tersisa adalah ponsel korban.

Airlangga lantas beranjak pergi dari ruangannya. Tetapi tersentak melihat Alka yang baru saja mengetuk pintu.l dan membukanya dari luar.

"Kapten mau makan siang bersama? Andara dan yang lainnya sedang pergi makan."

Airlangga berpikir sejenak. Mengikuti saran Alka atau pergi dengan urusannya sendiri. Lalu ia menjawab, "aku punya urusan."

__/_/__/_____
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro