Chapter 17- Pencurian
Laura cuti, tetapi yang merana di kantor adalah empat orang pria yang berkutat dengan tugasnya masing-masing.
Mereka diberi tugas menangani kasus pencurian di sebuah toko distributor sebuah kebutuhan pokok. Karena ini masuk dalam penyelidikan ringan. Yang pergi ke TKP hanya Alka, Arjuna dan Andara.
"Gila!" seru Alka saat mengamati cctv bersama Arjuna. Andara sedang sibuk memotret keadaan toko di setiap sudut.
"Gila apanya?" komentar Arjuna yang berdiri di belakang Alka, sedangkan Ibu Pemilik Toko mengamati mereka dari luar meja kasir.
"Laura. Diam-diam sebar undangan. Gue syok. Gak heran juga, tipe dia kayak Sergio."
Arjuna, sebenarnya malas membicarakan Laura. Dia sudah berusaha fokus pada penyelidikan. Tetapi, malah diingatkan kembali oleh Alka.
"Fokus," tegur Arjuna cuek. "Apa ada hal-hal mencurigakan?"
"Sejauh ini enggak ada sih." Alka masih memeriksa keadaan tiap pembeli yang tertangkap layar. "Tidak ditemukan adanya pintu dan jendela yang dibuka paksa. Tidak ada pula tanda-tanda orang mengutil di rekaman cctv. Bu, yakin nih? Benar-benar kecurian?"
"Yakinlah! Kalah enggak yakin, ngapain saya panggil kalian ke sini. Jadi gimana nih?"
Alka dan Arjuna hanya saling menatap. Lalu kembali fokus memeriksa rekaman cctv kembali. Arjuna pun memilih untuk pergi menemui Andara. Barangkali, pria itu memiliki petunjuk lain.
Belum sedetik beranjak. Suara Alka yang menggema, sekonyong-konyong mencegah langkah Arjuna. "Ar, ke sini cepat!"
"Apaan sih?"
Arjuna mendekat dan dia melihat tayangan anak penjaga toko yang sedang menjaga kasir. Tidak ada hal ganjil di sana. Anak itu menerima barang, memeriksa harga dan menerima pembayaran.
"Lihat hantu?" protes Arjuna dengan kesal. "Enggak ada tuh."
"Ck, bukan itu. Perhatikan baik-baik adegan ini."
Alka kembali memutar ulang rekaman yang menunjukkan tiga remaja laki-laki yang sedang membayar. Lalu menekan tombol pause di adegan si pembeli menyerahkan uang. Mata Arjuna menyipit sedikit untuk melihat lebih seksama.
"Oke, lanjut."
Setelah Arjuna mengatakannya. Alka pun kembali menekan tombol enter dan sekejap saja. Arjuna paham, bagaimana kasus pencurian itu berlangsung.
"Bu," ucap Arjuna, "anaknya pulang sekolah jam berapa?"
"Kenapa tiba-tiba nanyain anak saya?" Si Ibu bertanya ketus. Tampak tidak terima dengan arah penyelidikan.
"Anak ibu yang curi." Alka langsung berujar tanpa ba-bi-bu lagi. Alhasil, dia mendapatkan tendangan kaki dari Arjuna.
"Kalau ngomong yang benar. Kalian ini kan polisi!"
Emosi Alka tersulut. Untung saja, Andara datang di saat yang tepat. Dia menatap heran pada keributan kecil yang tercipta.
"Pelakunya udah ketemu?" tanya Andara. "Aku sudah memotret berbagai sudut untuk demi kepentingan penyelidikan. Mau lihat?"
"Enggak perlu." Arjuna menolak halus. "Anak si Ibu ini yang mencuri di toko keluarganya sendiri."
"Hah? Bagaimana?"
Andara kebingungan, ia menatap kedua rekannya silih berganti. Belum juga menjelaskan, rambut Alka dan Arjuna malah dijambak si pemilik toko.
"Aduh! Sakit, woy!" Alka berusaha melepaskan tarikan yang hampir mencambuk rambut dari akarnya.
"Jangan ngada-ngada ya! Anak saya enggak mungkin kayak gitu! Kalian ini kerja yang benar!"
Andara bergerak cepat membantu melepaskan tangan si Ibu. Meskipun kewalahan, si Ibu berhasil ditangani dengan pergulatan yang mengeluarkan banyak tenaga.
"Coba, kalian jelaskan alasannya apa?" Andara masih menjauhkan pemilik toko dengan keberadaan Alka dan Arjuna. Tidak etis pula, kalau mereka berkelahi dengan orang tua.
"Sepertinya, teman-teman anaknya ini. Kalau berbelanja tidak pernah membayar. Mereka hanya berpura-pura melakukan transaksi di depan kasir sebagai kamuflase. Perhatikan sendiri rekaman cctv dengan seksama. Anak ibu," ucap Arjuna panjang lebar. "Di sekolah, kurasa dia sering dibully."
"Aku setuju." Alka menimpali. "Perudungan bisa saja terjadi. Lagipula, kalau semua video cctv diperhatikan di anak-anak ini. Jawabannya akan tetap sama."
Bu Tari, selaku ibu dan pemilik toko menjadi sangat terpukul mendengarnya. Ia tidak bisa mempercayai bahwa putri kesayangannya mendapatkan perlakuan seperti itu.
Karena masih jam sekolah. Arjuna dan yang lainnya sepakat untuk pergi menemui gadis tersebut di sekolahnya. Mereka akan menunggu sampai jam pulang sekolah berakhir, untuk menangkap para pelaku yang membulli.
"Laura," ucap Arjuna secara misterius. Alka yang duduk dibalik kemudi, mengangkat salah satu alisnya.
"Kenapa tiba-tiba bicara tentang Laura. Naksir, Bro?" celutuk Alka asal. Namun ia terkejut dan tersedak melihat anggukan kepala Arjuna.
"Jun? Itu istri orang. Sadar!" Andara menimpali dari kursi belakang. Dugaannya menjadi benar. Arjuna ada maksud hati dengan rekan mereka.
"Bukan naksir. Lebih ke ... peduli sih. Laura enggak pernah cerita masalah dia ke kalian, 'kan?"
Alka dan Andara menggeleng serempak. Ujung bibir Arjuna tersenyum tipis. "Kayaknya, hanya diriku seorang yang tahu hal ini. Barangkali suaminya enggak tahu."
Merasa bahwa pola pikir Arjuna sedikit belok. Alka menghadiahi sebuah jitakan di kening Arjuna dengan begitu keras. Berharap pria berumur 26 tahun itu, bisa segera sadar.
"Jangan ngadi-ngadi!" protes Alka. "Masa iya, Laura mau naksir sama orang seperti dirimu. Jelas-jelas tipe dia serupa Sergio."
"Udah, enggak usah bicarakan istri orang." Andara mengambil alih. "Fokus ke penyelidikan."
Arjuna pun memilih diam. Dia hanya menggerutu sesekali dengan bekas jitakan Alka yang mulai memerah. Pukul satu siang, begitu gerbang sebuah SMA terbuka. Ketiga anggota tim satu ini, mulai berjaga untuk menghadang para bocah bermasalah.
Andara bergerak cepat menahan, Indah anak dari Bu Tari. Disusul Alka dan dan Arjuna yang menahan tiga orang siswa laki-laki yang berjalan tidak jauh di belakang Indah.
"Apa-apan ini? Lepaskan!"
Si remaja laki-laki mencoba memberontak. Alka meyakini, ia adalah si ketua genk. Dilihat dari perawakannya yang sok sangar dan sok nge-bos. Ditambah, di belakang kerah seragam. Ada beberapa coretan pena bertuliskan nama-nama pemain sepak bola ternama.
"Om-om ini siapa?" Antek-antek si Bos ikut berkomentar. Tetapi mereka tidak mendapatkan jawaban. Arjuna dan Alka, kemudian menuntun mereka berempat ke sudut gerbang sekolah dan mengurung jalur pelarian.
"Nah, Indah," ujar Andara dengan ramah. "Apa bocah-bocah tengik ini suka membullimu?"
Mendengar kalimat Andara. Wajah Indah mendadak menjadi tegang, ia terbelalak sekaligus tidak percaya bahwa orang asing yang mencegatnya mengetahui sesuatu yang tidak pernah ia ungkapkan ke orang lain.
"Katakan saja." Arjuna turut menimpali. Tangan kanannya menekan bahu remaja laki-laki yang berdiri di dekatnya dengan sangat kuat. "Bullying secara umum dapat dijerat hukum sebagaimana diatur pada Pasal 80 ayat (1). Pasal 76C UU 35/2014. Apabila bullying tersebut dilakukan secara verbal dan mengandung unsur hasutan-hasutan untuk bunuh diri dan menyebabkan korban bunuh diri maka dapat pula dijerat dengan Pasal 345 KUHP. Kalian bisa terkena pasal ini loh." Seringai Arjuna mengakhiri kalimatnya.
"Penghinaan, pemalakan, atau pemerasan. Ini juga termasuk ke dalam perbuatan kriminal dengan sanksi berat." Andara pun menimpali. "Kalian suka mengutil di tokonya Indah, bukan? Hayo ngaku!"
"Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900. 000. KUHP Pasal 35, 364, 366, 486."
Mendengar pasal-pasal yang diucapkan oleh Arjuna. Air wajah keempat remaja tersebut berubah menjadi panik. Pelaku pembuli tidak mau menjawab apa pun. Ketiganya hanya terus mencoba melepaskan diri.
"Buang-buang tenaga saja," komentar Alka yang mencengkram bahu dua siswa tersebut.
Tahu, bahwa mereka akan digiring paksa. Salah seorang dari siswa tersebut pun berteriak. "Pak, Kepsek!"
Sontak saja. Alka, Arjuna dan Andra menoleh cepat. Mereka lengah, dan tiga siswa itu pun melarikan diri. Tidak ingin kehilangan mangsa. Alka segera mengejar mereka. Ia menghalau semua yang ada di depannya.
"Pulang ke rumah ya," ujar Andara pada Indah sebelum akhirnya. Ia juga ikut berlari mengejar Alka dan Arjuna.
Mereka berenam terus berlari melewati trotoar jalan. Menabrak para pejalan kaki dengan kasar. Kadang juga melemparkan sesuatu yang ada tergelatak di jalan.
Namun semua itu tidak membuat Alka dan yang lainnya menyerah. Arah kejaran pun mulai berbelok ke arah sebuah jalan lainnya. Alka memacu otot-otot kakinya untuk menggapai kerah mereka. Tetapi itu masih belum cukup dekat.
Di area pertokoan dan kedai-kedai makan, anak-anak tersebut berlari masuk ke dalam sebuah warung makan cepat saji dan menghilang di ruangan dibalik warung makan tersebut.
Napas Alka tersengal-sengal. Dia kehilangan jejak untuk masuk lebih jauh, jika dia melakukannya. Maka itu akan masuk dalam tindakan ilegal. Lagipula, suasana tempat tersebut. Menyerupai perkumpulan para preman dan gangster.
"Alka!" Arjuna berhasil menyusul. Setelahnya adalah Andara yang tiba dengan napas putus-putus.
"Tuh bocah cepat banget larinya. Di mana mereka?" Mata Andara terbelalak. Mereka seperti salah masuk kandang.
Beberapa pria berbadan sangar beranjak dari tempat duduknya masing-masing. Ada yang memegang pemukul bisbol di tangan. Sebagiannya lagi menyeringai dengan beberapa luka di pelipis dan leher.
"Wah, wah. Apa yang membuat tiga orang polisi berada di sini?"
Andara menelan salivanya. Pria yang berbicara dengan potongan rambut 1 cm adalah salah satu ketua kelompok preman yang sering membuat masalah. Mereka terkenal suka berbuat kriminal. Sering keluar masuk kantor kepolisian dengan kebebasan bersyarat.
"Nah, ini dia." Praksa berbicara mencibir. "Detektif Alka Senandika. Cecunguk dari anggota tim satu divisi investigasi kriminal. Lama tidak berjumpa, Alka?"
__/_/___
Tbc
Yes, 17 chapter. Aku lagi kejar target. Bisa enggak ya? Dapat 20 chapter sebelum tanggal 17 agustus. Kalau udah tgl 17 agustus. Kira-kira udah berapa episode yang tayang?
Hem, soalnya, kan aku lagi ikut event Ponyo dan pengumuman 10 naskah lolos seleksi, bakal di umumkan di tanggal itu. Kalau senayan express lulus. Itu artinya harus fokus nyelesain naskah di sana yang totalnya ada 18 bab.
Kalau enggak lolos, yaa ... aku bakal tetap nulis di sini. Senayan express bakal ku unpublish.
Lagipula, aku mau fokus selesaikan Mavro Koraki. Sebab, ada cerita kedokteran yang mau kutulis.
Udah riset sana sini, sekarang lagi menabung beli buku-buku kedokteran yang baru. Ebook-ebook juga udah ada. Tapi tetap, itu masih kurang. Aku perlu buku cetak yang bisa dipeluk...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro