Chapter 14- Vaccination Certificate
"Secepat ini?" tanya Laura yang harus ikut Sergio berburu cincin pernikahan.
"Ya, kamu pikir penyelidikan akan seperti apa? Semakin cepat kita menikah, maka semakin cepat kamu mendapatkan informasi. Ini perburuan, Lau."
Sergio menarik tangan kanan Laura dan mencocokkan sebuah cincin berliontin berlian putih di jari manis sang pujaan hati.
"Kamu suka?" tanya Sergio yang masih serius memilih cincin.
"Ya." Laura hanya menjawab asal. Dia tidak yakin, apakah semuanya harus berjalan seperti ini. Laura merasa sedang mempermainkan ikatan sakral sebuah pernikahan.
Sergio pun menyerahkan cincin tersebut kepada pegawai toko. Dia akan membeli cincin itu dengan beberapa permintaan tambahan. Setelah menyelesaikan pembelian cincin, mereka kembali masuk ke dalam mobil yang di parkir pada area depan toko.
"Berikan foto KTP mu dan semua hal yang menjadi syarat pernikahan lewat gmail ku. Paling lambat malam ini aku akan menerimanya."
Laura hanya mengganguk. Dibiarkan Sergio membuka pintu mobil untuknya. Mobil kembali melaju, Laura sudah masa bodoh dengan tujuan Sergio mau membawanya ke mana.
"Gio, beri aku satu informasi tentang kasus Mika. Hitung-hitungan, aku udah bersedia menikah denganmu. Namun, ini pernikahan kontrak bukan? Kita perlu membuat surat perjanjian itu."
Sergio hanya tersenyum tipis. Terkesan meremehkan permintaan Laura. Namun, wanita ini tetap berpikir positif. Sudah biasanya, ia melihat sikap Sergio yang sulit untuk diartikan.
"Oke, informasi pertama. Pelaku adalah anggota kepolisian. Itu saja informasi yang bisa kamu ketahui, Lau. Sekarang, mari kita pergi mencari butik pengantin."
...
Laura kembali setelah malam menjemput langit Malaka. Dia masih belum menceritakan apa pun pada Mika yang baru saja selesai menggunakan kamar mandi dengan rambut habis keramas.
Dia akan mencari timing yang tepat untuk menjelaskan kepada Mika. Di perhatikannya, Mika yang sedang memoles wajah dengan cream malam pada meja rias.
"Ada sesuatu yang mau kamu katakan?" tanya Mika tanpa menoleh menatap Laura. Dia hanya menatap pantulan wajah Laura dari arah cermin meja rias.
"Ya."
"Sergio bilang apa? Dia tidak akan buka mulut, 'kan? Apa kubilang, tidak ada seorang pun di labor yang mau buka mulut. Ini seperti sia-sia saja. Bukannya aku tidak mempercayaimu, Lau. Tapi, jika ingin menyelidiki. Bawa salah satu rekanmu dari tim satu. Airlangga misalnya? Dia punya pesona untuk mengorek informasi."
Mika masih bisa tersenyum penuh maksud pada Laura. Di satu sisi, Laura merasa senang. Karena Mika sudah kembali ceria. Akan tetapi, ia akan syok mendengar kabar yang akan Laura sampaikan.
"Lusa, aku dan Sergio akan menikah." Laura mengucapkannya dalam satu kali tarikan napas.
Mika menoleh begitu cepat. Keningnya berkerut. Tatapan mata Mika seperti ingin menertawakan Laura.
"Kamu bilang apa? Menikah dengan Sergio? Perasaan tadi, tujuan awalmu bukan itu. Aduh, Lau. Jangan bicara yang aneh-aneh."
"Aku serius."
"Bohong," elak Mika serius.
"Percaya padaku. Kami sudah memesan cincin pernikahan, pakaian, bahkan gedung acaranya. Dia melamarku tadi siang dan aku ... aku, aku menerimanya. Aku tiba-tiba tersentuh dengan kegigihan Sergio. Aneh ya? Perasaan seseorang bisa berubah semudah itu."
Laura memilih berbaring lebih awal. Dia tidak akan membujuk Mika untuk percaya. Dia sendiri, masih tidak mempercayai kejadian tersebut. Belum juga, Laura menutup mata. Mika datang dan menarik paksa Laura untuk bangun.
"Kamu gila! Enggak mungkin! Enggak ada badai dan petir hari ini. Bagaimana semua itu bisa terjadi? Katakan Laura. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu dan Sergio sepakati bersama gadis bodoh?"
Mika mengguncang-guncang tubuh Laura berulang kali. Dia tidak menduga mendengar kabar yang sungguh di luar kepala.
"Apa ... karena aku?" Mika menebak. "Tapi, bagaimana bisa? Itu aneh Laura. Cepat katakan!"
"Aku luluh dengan rasa dan kasih sayang Sergio selama ini," tukas Laura dengan penuh tekad. "Dia serius mengajakku menikah. Bagaimana bisa aku menolak pria yang sejak lama mencintaiku dengan tulus? Apalagi, dia ingin membuktikan kesungguhan hatinya dengan ikatan pernikahan. Sebagai wanita, aku benar-benar tersentuh dengan tekad Sergio."
Mika melepas cengkraman kedua tangannya dari bahu Laura. Dia syok, terpana dan terkejut. Tidak tahu, harus berkata apa lagi pada Laura. Tindakan selanjutnya adalah, Mika memeluk Laura dengan begitu erat.
Maaf, Mika.
Laura membatin.
Aku egois. Aku tidak bisa tinggal diam melihatmu dalam bahaya.
...
Tim satu, bebas kasus beberapa hari terakhir. Tentu saja, ini ada kaitannya dengan penangkapan Felix Milano beberapa waktu. Namun, mereka secara diam-diam ikut menyelediki kasus Brigadir R.
"Seorang penjahat tanpa disadari pasti akan meninggalkan jejak. Sehingga ketika polisi dipanggil ke tempat kejadian perkara, tempat kejadian perkara, akan segera ditutup dengan pita kuning police line untuk mencegah pencemaran bukti- bukti penting." Alka membuka sesi diskusi mereka. Apalagi, berita tentang kematian Brigadir R sedang naik daun di kalangan sosial media.
Di dalam internal kepolisian. Semua terasa begitu aneh, beberapa menghindari untuk terlibat. Entah secara langsung maupun tidak langsung.
"Ahli forensik harus bergegas ke tempat kejadian sebelum bukti penting yang mungkin membantu mengungkap kejadian hilang atau dirusak." Laura menimpali. "Barang bukti forensik yang ditemukan harus diambil sampelnya untuk diperiksa di laboratorium demi mendapatkan data pelengkap dan pendukung. Cuma masalahnya, sampai sekarang. Pihak kepolisian dan penyidik yang bertanggung jawab dengan kasus ini belum juga mengumumkan barang bukti. Mereka terus berkata bahwa cctv di lokasi kejadian telah rusak oleh petir."
"Padahal, menurut ramalan cuaca, saat kejadian BMKG tidak menemukan ada titik perubahan cuaca adanya musim penghujan. Di musim yang jelas adalah musim kemarau." Arjuna tampak tersenyum tipis menatap lampiran data ramalan cuaca yang ia kumpulkan dari BMKG secara langsung.
"Kapten?" panggil Alka. "Apa kita tidak bisa meminta untuk bergabung dalam penyelidikan di tim tiga? Mereka terlalu lamban."
"Enggak bisa," ujar Andara yang mewakili Airlangga. "Itu namanya intervensi pekerjaan."
"Mavro Koraki," ucap Laura penuh makna. "Sejak kasus ini mencuat. Dia sudah mempublikasikan beberapa keganjilan dan sisi kelam kepolisian terkait kasus ini. Bagaimana, jika kita menghubungi Mavro dan mengajak kerjasama? Kita bisa sama-sama mengungkap kasus ini."
Airlangga dan Arjuna saling melemparkan tatapan. Keempat pria di dalam ruang rapat ini, memandang Laura penuh makna.
"Di akun instagram Mavro Koraki. Dia mengatakan, saat itu, Nona J sedang melakukan PCR dikediaman mereka guna kepentingan pergi ke Dubai. Akan tetapi, di situs resmi ke Vaccination Certificate. Tidak ada update PCR dilakukan. Yang aku heran, dari mana Mavro mengetahui semuanya? Dia pasti memiliki kemampuan meretas sistem komunikasi dan penyelidikan lapangan yang akurat."
"Kita akan bergerak dengan kemampuan kita," tukas Airlangga. "Mengandalkan orang luar bisa saja. Tapi ... Mavros itu sangat membenci polisi. Pikirmu, dia akan tertarik bekerja sama dengan kita?"
___/_/_/___
Tbc
Lah, aku up lagi hari ini. Aneh aja, siang-siang kok, kayak pengen banget lanjut tentang novel ini.
Aduh, parah. Besok Laura menikah. Tim satu belum tahu. Laura bakal kasih tahu atau diam-diam menikah?
Petir muncul di musim kemarau. Bisa jadi Dewa Zeus lagi turun ke bumi. Ye kan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro