Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Air-45-Kita Break aja dulu


Don't forget to keep Vomment-ing💕💕

Happy reading😏✌😏✌

Air-45-Kita Break aja dulu

Tidak ada orang yang paling mengerti sikap mengesalkan Dave di kantor selain Edward Frederic. Well, Dave memang loyal soal memberi gaji ataupun fasilitas yang Edward perlukan, bahkan tentang pasangan hidup, Dave rela mencarikannya di Tinder-meski-tanpa-sepengetahuan Edward. Namun seperti seimbang dengan ancaman serangan Romusha dari Dave yang tiba-tiba terjadi, efek dari beberapa hal, tapi pemicu yang paling sering akhir-akhir ini adalah Gabriella Sydney; hari ini, ada jadwal rapat Dewan Direksi di perusahaan, dan Dave berulah lagi.

"God!" Edward hampir saja meneriaki ponselnya. "Argh...!"

Berkali-kali Edward menelepon Dave, hasilnya sama saja, hanya suara operator dan tut ... tut ... tut....

Tadi Edward datang dengan senyum perawatan gigi seharga sepuluh jutanya, tapi sekarang sudah tak ada niatan untuk melukiskan keramahan, yang ada dia hanya mau mengumpat dan mengumpat.

Tolong dicatat! Rapat Dewan Direksi merupakan peristiwa penting yang terjadi di perusahaan mana pun, yang tidak setiap bulan diadakan. Namun Dave-yang pasti bertindak sebagai pemimpin rapat, malah belum memunculkan batang hidungnya. Ya ampun! Edward sampai berpikir bahwa Dave memang sudah tidak memiliki otak, atau otaknya itu cuma buat pajangan yang dibawa ke mana-mana dan dipakai kalau dia mau saja. Edward udah pengin makanin kursi, meja, sampe tembok-temboknya sekalian jika bisa.

Para anggota rapat pun sudah mulai berdatangan dan masuk ke ruang rapat, sementara Edward masih bersembunyi di balik tembok, berharap ada titik terang tentang keberadaan bosnya yang kayak sedang bertanduk seperti dirinya.

"Elah ini orang! Minta banget gue kirim ke Amazon!" Pekikan Edward akhirnya lepas juga, hingga beberapa orang sampai mencari sumber suara yang penuh kekesalan itu.

Edward kembali bersembunyi sambil membekap mulutnya dan bersumpah serapah. Beneran, jadi bawahan Dave, bikin Edward bakal cepet tua. Kayaknya Edward harus minta naik gaji lagi buat nabung, perawatan wajah atau asuransi kejiwaan.

Tanpa Edward ketahui, ada sekumpulan orang yang berjalan dengan santai, dan beberapa di antaranya mengobrol soal bisnis serta saham. Salah satunya adalah seorang papah muda yang pakaiannya membuat dia tampak berkali-kali gantengnya, tapi sayang, orang itu tidak punya pikiran untuk punya bini kedua apalagi selingkuhan.

"Ya begitu, Pah. paling nggak aku udah punyalah saham besar di sana," kata Bara Pradipta dengan gaya seriusnya dan bangga, dia tengah berbicara dengan ayah mertuanya.

Handoko menepuk bahu anak menantunya. "Kerja bagus, Bara. Papah bangga sama kamu."

Sementara pria yang berambut cepak, yang mengenakan jas juga, yang berdiri di samping Handoko; tersenyum. "Sukses kamu, Bar. Kalo gini, masa depan ponakan-ponakan aku cerah-cerah."

Bara tertawa kecil, menggaruk tengkuknya kikuk. "Mereka alasan aku bekerja keras, Kak Josh."

Dan suara tawa Handoko yang lebih keras daripada Baralah, yang membuat Edward keluar dari persembunyiannya, dan saat dia melihat mereka sedang bercengkerama dengan riang gembira, ponsel yang Edward pegang jadi meluncur jatuh dengan dramatis.

"Modaaaar gueee...," ucap Edward, segera berbalik dan menepuk jidat mulusnya.

Sialnya saat Edward ingin kabur, Bara sudah melihatnya. "Edward! Itu hapenya jatuh!"

Menyebut nama hewan sekebun binatang pun, Edward sanggup. Dia terpaksa berbalik badan dengan takut-takut, dan tersenyum kaku, apalagi saat dia harus bersitatap dengan ayahnya David Triandra. Edward hanya memohon kepada Tuhan agar setidaknya, izinkan dia untuk masih bisa melihat hari esok, supaya dia bisa membalas dendam terhadap Dave atas segala kelakuan orang itu yang kurang bertanggung-jawab kepada pekerjaannya.

Handoko, Bara, Joshua dan Edward sudah berdiri lumayan dekat.

Edward tersenyum ramah, mengulurkan tangannya. "Selamat siang, Bapak Handoko."

Handoko membalas keramahan Edward, tanpa tahu kenapa pria itu sampai berkeringat dingin. "Di mana David?"

Selayaknya di kartun-kartun, entah kenapa, Edward rasa, barusan ada backsound kematian di akhir ucapan Handoko.

"Itu ... itu ... anu...." Dia gelagapan.

"Pak Dave ... anu...."

~°°~

Rapat telah usai, dan beruntung ada Bara yang dengan sukarela mau menggantikan posisi Dave untuk presentasi, berhubung dia juga punya saham di sini, jadi sah-sah saja. Edward masih berkeringat dingin, biarpun semuanya bisa berjalan dengan lancar. Dia hanya tidak enak dengan Handoko dan Joshua, biarpun semua anggota keluarga mereka tahu kalau Dave rada urakan. Cuma, kenapa Dave tidak bisa cepat berubah dan seperti tidak ada niat untuk memperbaiki dirinya, itulah yang ada di benak ayahnya.

"Sabar, Pah," ucap Joshua, mencoba membuat ayahnya untuk menghela napas, tidak usah marah-marah.

"Ingat kesehatan, Pah. Josh nggak mau Papah dirawat lagi," lanjutnya, menggiring Handoko untuk pergi duluan, dan memberi kode agar Bara tetap tinggal untuk mengurusi sisanya.

"Dasar anak nggak guna si David," kata Handoko, kemarahannya sudah hampir menyapa ubun-ubun.

Pria tua itu sampai-sampai harus memegangi dadanya, dan hal itu membuat Edward semakin waswas. Bara tersenyum simpul saat dia melihat wajah kekhawatiran Edward, sekeluarnya dari ruang rapat dan sesuai dia berjabat tangan dengan beberapa orang.

"Tenang Ed, Papah mertua gue itu orangnya strong," ujar Bara dengan nada meyakinkan.

Edward meringis. "Untung ada elo, Bar. Kalo kagak, gue nggak tau harus gimana. Berasa kayak mau gantung diri ajalah."

Bara terbahak-bahak. "Kalo lo gantung diri, nanti yang urusin Dave siapa?"

Edward berdecih. "Bodo amat! Siapa kek! Sekretaris bohai kek, atau sekretaris jadi-jadian? Gue nggak peduli!"

"Sabar-sabar, Ed," Bara berusaha menurunkan tawanya. "Orang sabar jodohnya berderet. Percaya deh." Tapi dia tidak bisa.

"Astaga, nggak lo, nggak Bian, nggak Bos gue, semua bahas jodoh. Emang nggak ada yang lain?" timpal Edward, merasa kalau bahasan soal jodoh itu sangatlah sensitif untuknya.

Bukan kulitnya yang sensitif, tapi hatinya.

"Eh, ngomong-ngomong yang kemaren di Tinder, gimana? Sukses?" tanya Bara, dan mereka memang sedang mengobrol sambil berjalan.

"Gue laper habis rapat. Nyari kopi yuk," ajak Bara, tapi langkah Edward terhenti usai mengulangi pertanyaan Bara di kepalanya.

"Dari mana lo tau soal Tinder?" tanya Edward yang menurut sepengetahuannya, hanya Bian, dan Dave yang tahu tentang Tinder serta Sartini.

Giliran Bara yang berkata mampus di dalam hati. Dia keceplosan, gara-gara itu juga, Edward jadi menatapnya curiga.

Bara kembali membelakangi Edward dan sengaja mempercepat langkahnya. "Gue beneran laper. Laper...."

"Sialan lo, Bar," gerutu Edward, dia berusaha kalem, padahal dia sudah ingin meledakkan kekesalannya yang lain.

Karena mereka masih ingat tentang status mereka masing-masing di perusahaan, jadi tidak ada acara kejar-kejaran layaknya anak SD. Mereka cuma jalan cepat saja, susul-susulan, nanti jika sudah ada di luar perusahaan, Edward tidak janji untuk tidak mengumpati Bara habis-habisan.

Bara berjalan sambil senyam-senyum jail, sementara di belakang Edward kayak udah keluar tanduknya di kepala. Jika Bian, Dave, dan Bara dikumpulkan jadi satu, maka tingkat kejailan mereka bisa setara. Dulu Bara pun jailnya kelewatan; membuat istrinya jadi babu di apartemennya. Tapi gara-gara itu juga, mereka bisa berjodoh dan mempunyai anak.

"Awas lo, Bar," ancam Edward, yang tidak tahu, dia punya salah apa, sampai-sampat teman-temannya bentukannya begitu semua?

"Itu....?" Fokus Bara bukan menertawao Edward lagi, melainkan kepada seorang wanita yang berjalan menuju arah mereka sambil celangak-celingukan.

Wanita itu sedang mencari seseorang, dan di tangannya pun dia genggam ponselnya; siapa tahu, orang yang dia cari segera menghubunginya balik.

"Kak Gaby!" panggil Bara, setelah dia benar-benar merasa kalau dia tidak salah mengenali orang.

Gaby mencari sumber suara orang yang memanggilnya, dan dia menemukan Bara tengah tersenyum lebar dan berjalan mendekatinya.

"Bara?" Gaby melambaikan tangan. "Bara!"

"Kak Gaby, apa kabar? Baru kali ini kita ketemu lagi," kata Bara, saat mereka sudah berhadap-hadapan dan cipika-cipiki.

"Thank God, I'm good. Kamu gimana? Ambar? Abby? Al?" cerocos Gaby yang tahu bahwa Bara itu orangnya ramah sekali.

"Thank Lord, they are good," jawab Bara, "Omong-omong, ada angin apa Kak Gaby ke sini? Kak Gaby baru datang?"

"Hm?" Gaby mengedipkan matanya bingung, dia seolah blank usai ditanyai alasan kenapa dia bisa ada di sini. "Itu ... pengin bikin kejutan aja buat Dave. Ini pertama kalinya aku ke kantor dia. Tadi kita nggak bisa makan siang bareng, so, buat permintaan maaf, aku mau kasih dia kejutan."

"Oh," tanggap Bara yang berusaha menyembunyikan mimik prihatinnya. "Tapi, Kak Dave sayangnya nggak ada di sini, Kak."

"Nggak ada?" Dahi Gaby mengerut, "Loh?" dia memeriksa arlojinya, "Ini udah lewat jam makan siang dan harusnya dia udah balik dong."

Edward baru sampai di sebelah Bara, dan dia heran melihat siapakah yang sedang berbicara dengan Bara, karena mereka pun tampak akrab.

"Tadi ada rapat direksi, kami, oh iya, ini kenalin," Bara menarik tangan Edward agar terulur untuk Gaby, "Dia sekretarisnya Kak Dave."

Gaby menoleh kepada Edward dan dia meneliti pria itu dari atas hingga ke bawah, dan dari bawah sampai ke atas lagi. Gaby benar-benar terperangah; sekretaris Dave cowok?!

Sambil menunggu Edward dan Gaby saling memperkenalkan diri, Bara mengatakan, "Kak Dave juga nggak menghadiri rapat direksi, Kak. Kita nggak tahu dia ke mana. Aku kira malah dia mungkin lagi sibuk sama kakak."

Edwardlah orang yang menarik tangannya duluan, padahal mereka belum berjabat tangan, karena dia menggunakan tangan itu untuk menunjuk Gaby. "Emang dia siapanya si Dave?"

"Pacarnya abang ipar guelah, Ed. Siapa lagi, makanya kenalanlah," sahut Bara.

Bukannya tersenyum atau bersalaman, Edward langsung menengok kembali ke arah Gaby. "Jadi Anda yang suka bikin Bos saya uring-uringan nggak jelas? Yang bikin dia nyobekin surat kontrak kerja sama? Jangan-jangan ... Anda ... Anda juga yang bikin Bos saya tega ninggalin saya buat pulang ke Indonesia?!"

Bara dan Gaby sama-sama menatap Edward dengan wajah bingung.

"Maaf?" tanggap Gaby, meminta Edward lebih memperjelas maksud dari ucapannya. "Bos? Bos kamu?"

"Astaga!" Edward melepas kacamatanya, mengusap kepalanya kasar dan meninggalkan kedua orang itu. "Gara-gara perempuan gue jadi korban Romusha!"

"Gara-gara perempuan!" lanjutnya yang mengerutu sambil jalan. "Emang Bos nggak guna!"

Seperti seorang wanita yang telah tertipu janji manis seorang pria, itulah yang bisa menggambarkan perasaan Edward sekarang. Seperti terkhianati? Ya, beda tipis.

Gaby menyenggol-nyenggol Bara. "Itu sekretaris Dave kenapa sih? Kok aneh gitu?"

Bara menggidikkan bahu. "Mungkin obatnya abis, Kak. Atau efek dari nggak nikah-nikah. Auah, aku sendiri aja bingung jadi orang yang paling waras buat ngadepin dia."

"Oh," kata Gaby, dan dia menganggut-anggutkan kepala.

"Yah... Edward nggak ada, yang nemenin ngopi siapa," gumam Bara, tadinya dia ingin punya teman untuk mengobrol.

Melihat Gaby sedang menganggur di sampingnya sembari masih memegangi ponsel, Bara punya ide untuk mengajak wanita itu berbincang-bincang di kafe paling dekat dari kantor.

Namun belum sempat Bara mengajaknya, dia melihat perubahan raut wajah Gaby yang tadinya tenang, kini berubah seperti syok.

"Dave ... Dave," kata Gaby, dan Bara lihat juga bahwa tangan Gaby yang memegang ponsel sekarang jadi gemetaran.

"Kak Gab, kakak kenapa?" tanya Bara, dia khawatir, apalagi saat Gaby mendongak dan menampakkan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Bar ... Bar," kata Gaby dengan bibir yang udah pengin mewek.

"Hape Dave dibajakkah?" tambahnya, dan dia tunjukkan balasan WA dari kekasihnya itu.

Kang begalku : Kita break dulu ya.

Empat kata dan satu titik, yang sukses melongsorkan pundak Gaby, hingga Bara pun harus menahannya.

Bara pikir, jahanam sekali, si pembajak ponsel Dave. Tapi Bara tidak yakin jika ponsel Dave itu dibajak. Pesan itu, memang benar terkirim dan diketik oleh David Triandra di tengah kekalutannya dan dia ambil keputusan cepat, mengenai hubungan percintaannya.

Kang begalku : Aku serius.

Itu WA yang terbaru.

~•••~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro