Air-37-Tanggung Jawab
Btw, makasih buat ucapan² hari menetasku dari kalian di part sebelumnya.... Semoga aku nggak ngaret bgt apdetannya yak. Maacih sekali lagi😘😘
Air-37-Tanggung Jawab
Gabriella, sudah siap dengan kostum kerjanya, riasan yang membuat wajahnya kian bersinar di pagi ini. Sebenarnya, Gaby agak kecewa dengan keputusan kakaknya yang dikabarkan tiba-tiba; ternyata tidak jadi merombak struktur pekerjanya, yang artinya Gaby udah fix jadi manajer di sana. Tapi ya tidak apalah, lama-lama dia pikir bahwa lebih enak bekerja dengan kakak sendiri, ketimbang nyari makan dan jadi bawahan orang lain. Gaby tersenyum saat ponselnya berdering, tanda sebuah panggilan masuk sedang menunggu untuk dijawab. Siapa lagi kalau bukan pacarnya yang baperan, David Triandra.
"Pagi," sapa Gaby dengan ceria, namun dibalas oleh suara batuk Dave dari seberang, yang selanjutnya baru dibalas sama.
"Kok batuk? Sakit?" tanya Gaby, yang tidak jadi keluar rumah dulu, dia duduk di sofa ruang tamu.
Di apartemennya, Dave sudah mengenakan setelan kerja juga, dikecualikan dasinya yang masih tergeletak di samping piring makannya.
"Nggak. Itu... keselek aja," jawabnya bohong.
Sejak semalam, usai mereka berpelukan dan Gaby berkata bahwa dia ingin menjadi sumber tenaganya, kekuatannya, bagaimana mungkin Dave yang notabene lelaki malah terlalu tampak menunjukkan kelemahannya?
"Keselek apa?" Gaby tertawa, "Keselek sendokkah?"
"Ya kali aku keselek sendok, sayang...," sahut Dave, setelah dia meminum air putihnya.
"Kan siapa tau... saking lapernya, sendoknya ikut kekunyah," timpal Gaby lagi.
Rupanya, Dave sarapan pagi sendiri. Bian tidak pulang semalam, entah ke mana, mungkin pulang ke rumah orang tua mereka, atau tidur di rumah pacarnya-misalnya? Terserahlah, adiknya udah dewasa juga, ngapain dicariin, ntar juga balik. Pikir Dave begitu.
"Enggaklah, kamu nih," desis Dave, "Eh, udah mau berangkat kerja? Mau dijemput nggak?"
Tidak salah dengar, Dave barusan menawarkan dirinya menjadi tukang ojek untuk dirinya. Namun Gaby mempertimbangkannya, dia lihat arlojinya dan jika jam segini Dave masih sarapan, dia bisa kesiangan.
"Aku bisa pake Grab. Kamu ke kantor aja gih, kan katanya ada rapat pagi ini? Awas loh kalo telat mulu, imej hancur," kata Gaby, sembari sedikit mengingatkan posisi Dave seperti apa sekarang.
Dia lagi nggak ada sekretaris, dan Dave ingat itu. "Bener. Astaga... ya udah, aku mau cepetan makan, terus berangkat. Tapi beneran nggak masalah kalo nggak aku anterin?"
Gaby menggeleng, dia benar-benar tulus saat menjawab; "Nggak masalah. Kalo kita masih SMA mungkin bakal jadi masalah, tapi kita udah gede. Masa masih labil dan marahan karena cuma masalah nggak bisa jemput aja?"
"Mimpi apa aku ya...," kata Dave, "Punya pacar yang pengertian. Oke, aku janji, lain kali... ehm, setelah semuanya mulai teratur lagi, aku bakal lebih banyak meluangkan waktu buat kamu."
"Iya," jawab Gaby seraya mengangguk. "Ya udah, tutup aja telponnya. Aku juga mau berangkat kerja, see you, sayang...."
Sungguh, sampai saat ini, Dave masih suka merinding kalo Gaby memanggilnya dengan sebutan: sayang.
"See you, hati-hati di jalan," balas Dave dengan perasaan yang berbunga-bunga di pagi hari ini, tenaganya terasa full bahkan kayak overload.
Dave tertawa kecil saat memandangi layar ponselnya, yang rupanya menampilkan foto mereka berdua saat diambil di dalam mobil semalam.
Dia mengusap layarnya, sembari berkata, "Tuhan nggak pernah mempertemukan kita dengan orang yang salah. Kita aja yang merasa kalo dia itu nggak tepat."
Dia merasa, kalau Gaby tampak cocok berada dalam pelukannya, dan dia yakin untuk tidak bisa tidak melindungi wanita itu, ketika ada banyak impian yang baru, yang muncul setiap kali melihat wajahnya. Sesuatu yang sudah lama tidak dia rasakan, tidak dia temui di dalam diri wanita mana pun... ya kecuali istri orang itu-dulu.
Dave batuk lagi, namun dia kesampingan semua itu. Tapi dia tidak bisa mengesampingkan bunyi bel yang tahu-tahu menggema di ruangannya, yang dibunyikan dengan menggebu-gebu.
Siapa orang yang sepagi ini menekan belnya kayak mau bikin kerusuhan?
Dave mendatangi sumber suara yang tidak sabaran itu, dan saat dia membukakan pintunya, sebenarnya dia ingin marah-marah, tapi yang ada dia menyambut tamu itu dengan kedua mata berbinar-binar dan dengan segera memeluknya.
"Edward! Akhirnya lo balik juga!" kata Dave, yang senang sekali melihat kedatangan sekretaris penyabarnya, sampai-sampai dia menepuk-nepuk punggung pria itu.
Jika Edward tidak meronta, maka pelukan mereka bisa jadi salah presepsi. Jika Edward membalasnya dengan sama eratnya, maka mereka udah kayak sepasang kekasih yang nggak ketemu bertahun-tahun dan sedang saling menumpahkan rindu. Dibayangin aja udah gelinya minta ampun, apalagi kalo hal itu sampai benar-benar terjadi.... Kenajisan!
"Apaan lo," ucap Edward sambil mendorong Dave agar mejauh darinya. "Nggak usah sok manis, Dave!"
Dave memasang wajah heran. Kenapa dia lihat kalo muka Edward itu garang banget, kayak mau nyiram dia pakai air keras, atau menggelindingkannya dari sini hingga ke lobi.
"Maksud lo?" jawab Dave, yang memang belum mengerti.
Edward mendesis singkat, tahu bahwa Dave tidak akan mengaku jika tidak langsung dia tunjukkkan bukti kejahatannya. Jadi Edward mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan kontak Sartini di depan matanya.
"Liat nih! Liat! Ini pasti kerjaan lo!" Edward menunjuk-nujuk layar ponselnya. "Ngaku Dave, Ngaku!"
Dave masih bingung, buat apa Edward menunjukkan kontak seseorang yang namanya bau-bau ndeso gitu kepadanya?
"Ih sumpah Ed! Gue nggak ngerti lo ngomong apaan!" balas Dave, jujur.
"Bego. Lo kan yang bikin fake account di Tinder atas nama gue?! Foto gue juga!" tutur Edward yang matanya melotot kesal. "Lo... lo ngeselin banget! Argh!"
Dave terdiam, mencerna penjelasan dari Edward, dan dia flashback ke belakang, lalu barulah dia meledakkan tawanya usai mengingat kerjaan siapa saja soal ini.
Dave tertawa sampai memegangi pintu, dan yang ada Edward jadi semakin geram, namun dia tidak sampai bertindak pukul-pukulan. Kenapa? Karena di sela-sela tawanya, dia melihat kalo Dave itu terbatuk. Edward malah mendadak mengkhawatirkan kondisi orang yang masih menjadi bosnya.
"Itu ... itu kerjaan Bian pe'a," ucap Dave yang kini tengah memegangi perutnya karena saking heboh tawanya. "Gue... gue emang tau, eh, gue ikutan bikin. Tapi! Tapi itu lebih banyak kerjaan si Bian!"
"Masa bodoh, Dave! Lo berdua sama aja! Lo berdua merusak imej gue, jadi orang yang suka godain ce ... kemungkinan cewek sih, di Tinder lagi! Lo yang lebih pe'a!" balas Edward, dia ngotot kalo Dave memang patut disalahkan, ya dia memang salah....
Saat Dave tak sengaja menengok ke kanan, dia melihat bahwa ada Bian di sana, dia hendak kembali lagi, pergi dari situ karena ada Edward yang telah menyadari perbuatan jailnya.
"Eh Bian! Lo jangan pergi monyong! Tanggung jawab sama-sama woy! Kan kita bikinnya bareng!" seru Dave, dan kembarannya itu tidak jadi pergi, karena tindakannya telah ketahuan.
Fix mereka gila.
~•••~
Pendek euy, cuma 1000kata, lagi ada yang harus diurus, jadi update sekenanya aja dulu ya.... 😚😚 yang penting ada apdetan aja dulu sekarang😚😚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro