Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Air-21-See You

Happy reading😚 (Jangan salfok happy wedding😧)

Abis apdetan ini, gak janji cepet yak.... Aku lagi atit, hasil movie marathon😥😧😂

Luplup dari abang Dave😛

Air-21-See You

Beneran.

Ini beneran kok, si CEO masa gitu, abang yang mungkin paling pe'a; yang Bian punya, terus rekan bertengkarnya Gaby sepanjang masa dia bernapas di dunia ini, dan Dave nggak kesambet jin penunggu pohon besar ataupun kepalanya kepentok sesuatu, seriusan. Hatinya benar-benar berkata bahwa; dia tidak suka saat Gaby memilih bersandar kepada orang lain, tidak menghubunginya, menjauhinya, dan tidak mau membutuhkannya.

Gaby terdiam. Mencerna semua omongan Dave yang rumit, namun mampu membuat matanya membulat, dan segera melepaskan tawa tak ikhlas.

"Lo ngomong apa sih, Dave? Nggak ngerti gue," kata Gaby di sela-sela tawanya.

Bohong. Gaby itu ngerti kok, cuma ya, kalau Dave yang mengatakan kalimat-kalimat seperti itu, maka dia harus berpikir puluhan kali untuk menganggapnya serius.

Dave bangkit berdiri. "Masa lo nggak ngerti?"

Suara Dave agak meninggi, bukan membentak, tapi kayak; 'Ih lo bego amat! Gitu aja nggak ngerti!' Kira-kira seperti itulah.

Gaby tidak mau memandang mata Dave. "Gue ... gue ngantuk, Dave. Lo ... lo pergi aja sono, jangan sliweran di sini kayak penculik anak."

"Gue nggak peduli," sahut Dave, masih dalam mode ngotot minta diiyain. "Jawab aja Gab. Lo mau apa enggak?"

Emang sih, si Gaby, tinggal jawab aja, apa susahnya? Tapi memang, soal perasaan, itu terlalu rumit. Kadang mulut dan hati akan tidak selaras. Seperti saat ini, mulut Gaby ingin menolak permintaan Dave secara mentah-mentah, tapu hatinya masih terlalu menimang-nimang. Beruntunglah, semua penolakan itu tercekat di hatinya.

Gaby meraba sikunya, merasakan semilir angin dingin seperti menusuk tulangnya. "Gue...."

Untuk malam ini, Dave sudah dipastikan tidak bisa berkeliaran lama-lama. Dia punya banyak pekerjaan yang menunggu, maka dari itu, dia memandang Gaby dengan penuh harapan, agar wanita itu memberikannya jawaban---detik ini juga.

"Say yes or no?" tanya Dave lagi.

Bukan bermaksud mempermainkan, tapi sungguh, Gaby tidak bisa mengambil keputusan sesingkat ini.

"Gue nggak tau." Kadang memang, Gaby minta ditampol.

Dave menghela napas, baiklah....

Dia menyodorkan buket bunga hasil lemparan Tita tadi siang kepada Gaby. "Sekretaris gue ngamuk di WA, dia minta gue buat lebih fokus ngurusin proyek prioritas perusahaan. Jadi, gue bakal balik ke Indonesia, saat bunga ini layu. Dan saat itulah, gue harap lo ngasih jawabannya."

Gaby belum mengambil bunga itu, dia masih menatapnya ragu. "Kalo gue nolak, gimana?"

"Ya nggak apa-apa lo nolak gue jadi pacar li, asal nanti saat gue minta lo jadi nenek atas cucu-cucu kita, jawabannya nggak bakal sama," ceplos Dave, yang langsung bikin Gaby mendongak, dan melihat cengiran lebarnya.

"Bodo, Dave. Bodo...!" pekik Gaby, yang seakan sudah melupakan peristiwa nyaris matinya.

Dave tertawa, dan dia mencubit pipi Gaby sekilas. "Awas aja kalo lo cuma baca pesan dari gue lagi. Gue laporin ke Mamih Tabitha kalo anaknya terlalu jual mahal, ampe nggak laku-laku."

"Anjir," Gaby mendengus. "Mamih, Mamih, emang dia Mamih lo apa?"

Muka tengil Dave muncul, diselingu muka berpikirnya sejenak. "Hm... bukan sih. Tapi kok gue lebih nyaman manggil beliau Mamih daripada Tante, ya?"

Gaby yang udah punya sedikit tenaga pun jadi bisa memukul lengan Dave, meski tidak membabi buta seperti dalam imajinasinya. "Nggak pantes, Dave. Kagak! Pergi cepetan sana!"

Dave melengos sambil berkata; "Iya, iya gue pergi. Tapi tetap salah itu... bukan nggak pantes, tapi belum saatnya aja."

Gaby menjambak rambutnya, kayaknya udah hampir frustrasi. "Aman nggak ya? Bunuh jomblo jam segini?!"

Tawa Dave jadi kian keras saja. "Oke, gue pergi sekarang."

Dia pergi meninggalkan Gaby dengan sandal jepit pemberiannya, buket bunga mawar merah, dan colekan gemas di pipi Gaby yang singkat. "Selamat malam wajan! Gue tunggu jawabannya!"

Dave berjalan menjauh, namun tanpa sekalipun menengok ke belakang. Baguslah, jadi dia tak perlu melihat bagaimana ekspresi Gaby sekarang, yang menunjukkan bahwa; bukankah jika dia memang mau mulai menjalin hubungan lebih dari teman bersama Dave, itu berarti dia seperti menjadi sedekat nadi dengan Bian? Bagaimanapun wajah mereka sama.

Gaby memandang buket bunga itu, dan mencium wanginya perlahan, lalu melihat ke mana Dave pergi tadi. "See you, kang sandar," katanya, sebelum dia masuk ke dalam rumah, dan mandi air hangat untuk membantunya merilekskan diri dari segala rentetan kejadian; takdir dari Tuhan hari ini.

Gaby tahu, muka mereka berdua memang mirip, tapi kelakuan? Beda sekali. Bian bisa membuatnya nyaman dengan kelembutannya, namun Dave seringkali membuatnya gila, dengan sikap serta kalimat baperable-nya.

Mereka itu juga seperti dua tangkup roti tawar yang berbeda rasa; masa depan dan masa lalu.

Seminggu. Waktu yang cukup lama untuk menahan rindu.

Berharap aja, ada yang saling rindu.

~•••~

Dah ah, aku mo istirahat. Babay😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro