
XXXI. ✾ Troli Makanan ✾
~•¤•~
Ainsley menghela napas lega ketika berhasil membuka penutup ventilasi yang sangat berkarat tepat waktu. Gadis itu merangkak masuk ke dalam. Ia harus segera menemukan Rasbeth bagaimanapun caranya.
Rasbeth tertangkap karena kesalahan Ainsley, maka dari itu dia harus bertanggung jawab untuk membebaskannya.
Untung saja, anak laki-laki berjubah hitam tadi berusaha mengulur-ulur waktu dengan mengajak monster tersebut berbincang. "Jadi, namanya adalah Hugo? Tunggu sebentar! Bukannya barusan monster ular memanggil Hugo dengan sebutan jendral 'kan? Dugaanku benar. Kalau Hugo adalah anak buahnya Fis."
Ainsley terdiam beberapa saat. "Berarti, secara tidak langsung keberadaanku sudah terlacak olehnya." Dia spontan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bodoh! sekarang tamatlah hidupku, anak itu pasti akan melaporkan semua kejadian tadi kepada Fis! Tapi ... jika anak itu ingin melapor, kenapa ia harus menyelamatkanku dari monster berambut ular? Sebenarnya, apa yang sedang dipirkannya?"
Ainsley memikirkan semua kejadian tadi hingga lima menit lamanya. Tak terasa gadis itu sudah berjalan cukup jauh, sehingga terlihat penutup ventilasi lain di ujung lorong.
"Ventilasi lagi? Tempat ini sebenarnya kastil atau toko bangunan sih? Sudah berapa banyak ventilasi yang aku temukan di tempat ini?"
Ainsley berjalan merangkak mendekati ventilasi tersebut. Si Felton Kecil berniat memeriksa suasana luar dari celah-celah ventilasi.
Sejauh mata memandang, terlihat koridor gelap yang hanya diterangi secercah cahaya temaram. "Sepertinya, ventilasi tadi menuntunku ke koridor kastil. Di mana para penjaga berkepala beruang? Tempat ini terlihat sangat sepi."
Trrrttt.
"Suara monster lagi." Ainsley terkejut, memantau keadaan di luar dari dalam ventilasi yang menurutnya sangat aman. Satu monster berkepala sosis berjalan seraya mendorong troli makanan bertaplak merah. "Sepertinya, juru masak berkepala sosis ini hendak mengantarkan makanan."
Suara derit roda troli terdengar nyaring di telinga Ainsley. Hingga membuatnya secara spontan menutup gendang telinga dengan tangan.
"Berhenti!"
Terdengar suara lain---berasal dari koridor depan---monster berkepala sosis lantas berhenti tepat di depan ventilasi milik Ainsley.
Monster berkepala beruang mengenakan seragam lengkap khas seorang prajurit, berjalan kemari. "Apa yang kau bawa?!"
"Makanan," jawab monster sosis.
"T-tunggu sebentar mereka bisa berbicara? Kupikir mereka satu saudara dengan monster kelinci," pikir Ainsley seakan-akan mendapatkan pengetahuan baru.
"Ke mana kamu akan membawanya?"
"Ruang penyiksaan," jawab monster sosis itu singkat.
"Apa! Ruang penyiksaan! Makanan itu pasti diantarkan untuk anak-anak yang kekuatannya hendak di ambil oleh Fis!" Ainsley memekik dalam hati. "Kemungkinan besar juga, Rasbeth berada di sana! Aku harus segera pergi ke tempat itu, tapi bagaimana caranya?"
Mata Ainsley secara tidak sengaja tertuju pada troli makanan yang tengah dibawa oleh si monster. Lebih tepatnya rak bawah troli tersebut. "Troli makanan cukup besar untuk menyembunyikan seorang anak manusia. Sepertinya akan muat untuk kumasuki."
Sebelum melakukan aksinya, Ainsley memeriksa keadaan sekitar terlebih dahulu. Tentu saja, keamanan merupakan prioritas penting. Kedua monster masih berbincang-bincang lama, mereka cukup akur rupanya.
"Jika dilihat dari percakapan mereka, membutuhkan waktu lama agar selesai. Jadi, ini adalah kesempatanku untuk keluar dari sini!" Ainsley membuka penutup ventilasi dengan perlahan tapi pasti. Sesekali gadis itu menoleh ke atas, mengecek kedua monster di dekatnya.
Untung saja ventilasi di koridor ini berada di bawah sehingga mempermudah Ainsley berjalan merangkak keluar menuju rak troli.
Ainsley membuka taplak merah yang sangat panjang, kemudian memasuki rak troli secara diam-diam. Setelah berhasil masuk, Si Felton Kecil terdiam dalam posisi merangkak.
"Baiklah, pergilah! Selesaikanlah tugasmu," kata monster berkepala beruang.
Monster berkepala sosis melanjutkan aktivitasnya, mendorong troli makanan bersamaan dengan perginya prajurit berkepala beruang.
Ainsley tidak bisa melihat keadaan luar dikarenakan troli tersebut ditutupi oleh taplak dengan warna yang lumayan gelap, sehingga menghalangi pandangannya. Hanya sepasang kaki besar milik sang monster sosis lah yang bisa ia temukan.
Sang monster tidak memakai alas kaki, terlihat dengan jelas tiga jari dengan kuku yang tajam menyembul keluar dari sana. Ainsley bergidik ngeri ketika memperhatikannya.
Sudah cukup lama Ainsley berada di bawah rak troli, namun benda tersebut tak kunjung sampai ke tempat tujuan. Hingga samar-samar terdengar sorak-sorai dan tepuk tangan tak jauh dari koridor yang kini mereka lewati. Suara itu kian mendekat ketika troli berjalan semakin maju.
Namun, troli makanan berbelok ke koridor sebelah kiri, sehingga membuat suara tepuk tangan menghilang.
"Tunggu sebentar! Kau mau mengantarkan makanan itu ke penjara bawah tanah 'kan?"
Sosok lain mencegat, membuat monster berkepala sosis yang mendorong troli secara reflek berhenti melangkah. Terlihat sepasang kaki serupa dengan milik monster berkepala sosis, berjalan mendekat.
Si monster juga mendorong troli makanan. Terbukti, suara derit roda miliknya terdengar lebih nyaring daripada milik troli yang Ainsley kendarai.
"Jika dilihat dari bentuk kakinya, monster ini satu jenis dengan monster berkepala sosis," pikir Ainsley menyimpulkan.
"Ada apa?"
"Kita salah menu, makanan yang kau bawa itu untuk Tuan Fis di arena pertunjukkan! Aku sudah mengantarkan makanan ke ruang penyiksaan. Sebaiknya, kau segera pergi ke arena. Beliau menunggu," kata monster sosis yang satunya.
"T-tunggu apa?! Fis?!" pekik kaget Ainsley dalam hati.
"Baiklah." Monster sosis yang tengah mendorong troli milik Ainsley menjawab cepat.
"Apa! Tidak!" teriak Ainsley di dalam hati mendapati troli miliknya berputar balik. "Tidak! Aku mau ke penjara bawah tanah! Bukan ke tempat Fis! Aduh, bagaimana ini?"
Troli yang Ainsley kendarai berjalan lebih cepat dibandingkan sebelumnya, menuju suara ribuan orang yang saling bersorak ria. Teriakan itu semakin dekat dan terdengar sangat jelas.
"LAWAN DIA!"
"TERUS!! LAWAN MAKHLUK ITU!"
"YA! SERANG DI BAGIAN PERUTNYA!"
Teriakan orang-orang membuat Ainsley bergidik. Si Felton Kecil yang sangat penasaran, berusaha membuka sedikit taplak merah dengan segala keberaniannya. Ainsley pun terkejut menemukan arena raksa di depan mata.
Langit gelap yang hanya diterangi cahaya bulan berwarna merah dan desiran angin dingin, menyempurnakan aura kengerian. Dikelilingi oleh para penonton berkulit hijau dengan tempat duduk yang bertingkat-tingkat---kericuhan semakin menjadi-jadi---menyoraki kedua makhluk tak berdosa sebagai boneka hiburan dalam arena.
Para penonton mirip dengan manusia biasa, bedanya kulit mereka berwarna hijau muda terang layaknya daun segar. Pakaian yang dikenakan juga aneh dan kemungkinan besar beraneka ragam.
Seorang anak laki-laki dengan seluruh kepala ditutupi kain, berusaha melawan seekor kelelawar raksasa berkepala serigala hanya dengan bantuan satu tongkat yang ujungnya runcing. Arena ini mengingatkan Ainsley pada pertarungan Gladiator di zaman Romawi kuno.
"Bagaimana bisa mereka melakukan hal keji seperti ini!" gumam Ainsley tidak percaya.
BRAKK.
Hempasan sayap monster kelelawar berkepala serigala melemparkan tubuh rapuh anak laki-laki tak berdosa itu ke dinding hingga membuat beberapa tempat hancur.
Tubuhnya jatuh ambruk ke tanah. Para penonton yang melihat aksi tersebut bukannya bersedih ataupun menyesal, justru sebaliknya, mereka bersorak puas. Beberapa penjaga mengangkat tubuh si korban dan membawa anak laki-laki yang lainnya untuk melawan sang monster yang beringgas.
Troli milik Ainsley berjalan semakin ke atas menuju kursi singgasana. Ainsley mendapati Fis duduk dengan tenang di sana. Pria berumur sekitar 30-an tahun, menikmati pertunjukkan yang tak layak ditonton.
"Cih, harusnya kau beruntung Fis! Jika kau berada di negaraku sudah kupastikan kau akan terjerat hukum undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak!" pikir Ainsley.
Ketika troli yang dikendarai Ainsley hampir mendekati singgasana Fis, gadis itu tanpa berpikir panjang segera menutup taplak merah seperti sedia kala.
"Lama sekali! Yang Mulia sudah menunggu dari tadi!" ucap penjaga berkepala beruang yang sejak tadi berdiri di belakang Fis seraya mengambil alih troli. Lantas ia pun mendorongnya menuju ke tempat Fis dan berhenti tepat di samping kakinya.
"Silahkan hidangannya, Yang Mulia."
Ainsley terdiam di bawah rak.
Jantungnya berdegup kencang. Dia tidak boleh ketahuan. Hingga secara tidak sengaja sebuah garpu milik Fis terjatuh, lebih tepatnya benda itu jatuh terpental masuk ke bawah troli.
Jantung Ainsley kini berdetak lebih cepat. Nasibnya sungguh sial.
"Akan saya ambilkan, Yang Mulia," ujar penjaga berkepala beruang.
"Tolong Ainsley, Ya Tuhan," bisik gadis itu takut.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro