Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 23 - Ketakutan yang Aini rasakan

Ciee ... Balik lagi..

40 bab kelar yaa.. Pokoknya dinikmati aja kisah singkat ini.

Di karyakarsa udah bagian manis-manisnya.. Xixixi


---------------------------


Banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan bahagia. Namun anehnya mereka seakan lupa mengucap syukur setelah mendapatkannya.

"Terima kasih, Nak. Kapan-kapan ibu yang main ke rumahmu."

Meringis panik, Aini menolak dengan tegas kalimat yang diucapkan oleh ibunya Guntur sebelum ia diantarkan oleh pak Adi untuk pulang ke rumah.

"Jangan, Bu. Lebih baik jangan."

"Loh kenapa? Jadi ibu enggak boleh main ke rumahmu?"

"Bukan begitu, Bu. Tapi rumah saya enggak ada apa-apanya dibandingkan rumah ini. Jadi saya pikir Ibu ...."

"Kok gitu? Memangnya di sini ada yang sedang membandingkan? Enggak ada, Nak. Dan ... putra ibu, Guntur, bisa berhasil mendapatkan rumah ini pun dengan usaha serta kerja kerasnya. Sampai-sampai dia lupa berusaha mencari calon pendamping diusia yang tidak muda lagi."

"Bu ...."

"Apa sih, ba bu ba bu terus?"

Guntur meliriknya sebal. Sedangkan Aini, selepas mencium punggung tangan ibunya Guntur, ayah serta para kakak perempuan Guntur, dia langsung bergegas pamit. Apalagi banyak hal yang terjadi hari ini, dan wajib dia pikirkan baik-baik. Bahkan lamaran aneh yang Guntur ucapkan padanya pun membuat Aini terheran-heran. Mengapa pikiran laki-laki itu berubah cepat sekali?

"Pamit ya semua. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Memerhatikan Aini masuk ke dalam mobil untuk diantarkan pak Adi kembali ke rumahnya, ibu Guntur langsung menyenggol perut anaknya dengan siku tangan, seraya berkata, "Boleh juga pilihanmu, Nak."

"Apaan sih, Bu?"

"Pakai tanya lagi, ini soal Aini, hebat juga kamu milihnya."

"Dia bukan barang, Bu."

"Memang. Ibu enggak bilang dia barang. Cuma dari sekian banyak perempuan yang kemarin-kemarin ini ibu kenalkan padamu, memang belum ada yang seperti Aini. Polos dan apa adanya."

Guntur menarik simple kedua sudut bibirnya. "Memangnya Ibu cocok sama dia?"

"Cocok lah. Coba kamu tanya Rora, Esta sama Wena, ibu yakin mereka juga merasa cocok dengan gadis itu. Lagi juga ya, Nak, kenapa ibu suka dengan pilihanmu yang ini, dia lebih apa adanya. Bukan berarti ibu bilang dia gadis yang manis. Yang kalem dan lemah lembut. Bukan. Tapi bukan berarti dia tidak tahu tata krama. Buktinya dia bisa langsung akrab dengan semua kakak-kakakmu. Dia bisa langsung dekat juga dengan semua keponakanmu. Dan ibu rasa dia juga kadang bisa meledak. Ibarat sambal, dia akan terasa sangat pedas masuk ke dalam mulut kita. Tetapi anehnya kita semakin nagih untuk memakannya atau merasakan keaslian dari sambal tersebut. Itulah Aini jika ibu boleh simpulkan dalam pertemuan pertama kali ini. Benarkan apa yang ibu bilang?"

"Kok Ibu bisa tahu dia suka meledak?"

Ibunya tertawa puas mendengar pertanyaan Guntur, dia langsung merangkul lengan anak laki-laki satu-satunya yang ia miliki, kemudian bersandar nyaman pada bahu Guntur.

"Ibu bisa melihat dari caramu menatapnya."

Mendadak salah tingkah, Guntur menggaruk pelipisnya. "Ternyata enggak ada satu hal pun yang bisa Guntur tutupi dari Ibu. Karena semua yang Ibu katakan adalah benar. Aini anaknya baik. Tapi kalau sedang datang kondisi menyebalkannya, seperti cabe yang tadi Ibu bilang, Guntur lebih baik meninggalkannya. Apalagi Ibu tahu jika Guntur enggak suka pedas sama sekali. Akan tetapi masalahnya, disaat dia meledak, lalu Guntur tinggal pergi, bukan dia yang merasakan sakitnya, Bu. Tapi Guntur. Guntur sampai bingung, mengapa Guntur yang menjadi serba salah pada posisi ini. Hingga akhirnya tadi, ketika Aini meledak lagi, maksudnya memberikan Guntur kondisi menyebalkan, Guntur memilih untuk tetap tinggal. Tidak lagi menjauh seperti sebelum-sebelumnya."

"Terus responnya apa?"

Membunyikan klakson sebelum mobil yang dikendarai pak Adi pergi, Guntur melambaikan tangan ke arah mobil tersebut , dimana ada Aini di dalamnya.

"Responnya jelas kaget. Kaget banget bisa dibilang. Dia jelas enggak menyangka. Jika sebelumnya 2-3 kali dia bersikap menyebalkan, selalu Guntur tinggal pergi. Namun tadi tidak. Dia malah mempertanyakan mengapa Guntur berubah. Sampai akhirnya ...."

"Sampai akhirnya?" Merasa antusias, ibunya Guntur tidak sabar mendengar kalimat berikutnya yang Guntur katakan.

"Sampai akhirnya Guntur lamar dia?"

"Ya Allah, anak ibu akhirnya udah besar juga. Udah bisa melamar anak gadis orang. Terus ... terus? Gimana kelanjutannya? Ayo masuk ke dalam, kamu ceritain ke semuanya. Pasti ketiga kakakmu mau mendengar juga."

"Bu ... apaan sih?"

"Udah, ayo. Mumpung ibu lagi penasaran nih. Pokoknya hayuk."

***

Duduk di samping pak Adi langsung, Aini tidak bisa hanya diam saja, mengunci mulutnya dan menikmati jalanan malam ini. Dia orang yang paling sulit diam ketika ada orang di sampingnya. Karena itulah Aini membuka pertanyaan lebih dulu. Niatnya ada hal yang ingin Aini cari tahu mengenai Guntur. Tetapi pastinya dia tidak mungkin langsung bertanya ke intinya saja. Harus ada pembukaan, supaya pak Adi tidak kaget dengan sikapnya ini.

"Pak Adi, udah lama ya kerja dengan keluarganya Guntur?"

"Ah ... keluarga mas Guntur ya, Mbak? Sudah. Sudah lama sekali. Kenapa memangnya?"

"Ah, enggak sih. Enggak papa. Soalnya kelihatan si ibu bisa sesantai itu bicara sama pak Adi."

"Saya dekat karena diberikan tugas tambahan dari ibu untuk mata-matain mas Guntur."

"Mata-matain?"

"Iya. Hm, harusnya Mbak tahu, diluaran sana, banyak info kalau mas Guntur itu apa ya, bila dibilang penyuka sesama jenis. Karena belum nikah-nikah diusianya yang bisa dikatakan sudah sangat dewasa. Apalagi sekarang ini mas Guntur udah sukses banget. Semua bisnis yang dia mulai, benar-benar berkembang pesat. Bahkan saya yang jadi supirnya pun enggak nyangka. Cuma ya itu, orang tua mana sih yang enggak pusing mikirin jodoh anak disaat usia anaknya sudah sangat tepat untuk menikah? Jika mungkin diluaran sana orang terlambat menikah karena terpentok oleh biaya, sedangkan mas Guntur terpentok apa? Enggak ada kalau saya bilang. Jadinya setiap mas Guntur pergi ke mana pun, saya harus report ke ibu."

"Termasuk waktu ketemu saya? Dan nabrak saya kemarin itu?"

"Ah ... itu. Kemarin itu kejadiannya cepat banget ya, Mbak. Waktu pertama Mbak masuk ke dalam mobil ini, saya pikir semuanya cuma kebetulan. Ternyata setelahnya Mbak juga pernah bertemu mas Guntur di toko Yummy Healthy, kan? Dan itu saya enggak berada di sana. Saat itu selepas mengantarkan mas Guntur ke sana, saya ada tugas dari ibu untuk mengantarkannya ke suatu tempat. Jadinya enggak tahu ada kejadian apa di sana. Tapi sewaktu mas Guntur nabrak Mbak, saya kan yang bawa ke rumah sakit. Saya juga yang jagain di sana. Sebenarnya pada saat itu, saya mau laporan sama ibu. Cuma saya pikir, ini tuh musibah, dan mas Guntur bukan pergi ke tempat aneh-aneh waktu nabrak Mbak, jadinya saya skip. Namun kenyataannya, si ibu malah tahu dari isi pesan yang Mbak kirim ke mas Guntur tempo hari. Makanya setelah ibu tahu, saya langsung diwajibkan report apapun yang Mbak dan mas Guntur lakukan. Termasuk mas Guntur parkir mobil sembarangan di jalan, demi bisa naik angkot sama Mbak."

"Sedetail itu pak Adi ngereportnya? Ya Tuhan ...."

"Iya. Sedetail itu, Mbak. Ada yang salah, kah?"

"Enggak ... enggak. Bukan. Jujur aneh aja saya. Jadi ngerasa takut nih, nanti kalau saya ngapa-ngapain lagi bakalan direport ke ibu."

"Enggak lah, Mbak. Selama enggak ada interaksi dengan mas Guntur, harusnya aman. Lagi pula saya paham mengapa ibu bersikap demikian, karena mas Guntur adalah anak laki-laki yang benar-benar ibu sama bapak harapkan. Ketika dia lahir setelah berjarak hampir 7 tahun dengan kakak ketiga mas Guntur, ibu merasa sudah lengkap kehidupannya. Memiliki 3 anak perempuan serta 1 anak laki-laki. Jadinya wajar saja, bila ibu terlalu perhatian dengan mas Guntur."

"Serem juga, ya. Belum deket aja udah direport sana sini. Apalagi udah jadi istri?"

"Ah? Maksudnya, Mbak? Mas Guntur sudah melamar Mbak?"

Hanya bisa meringis, respon kepala Aini mengangguk. Mungkin dia merasakan salah mengatakan hal ini. Tapi entah mengapa Aini berpikir ke depannya. Jika dia sudah menjadi istri Guntur, apa kehidupan rumah tangganya akan dihantui oleh ibu mertua?

Eh, Neng Dara ngapain di sini?

Numpang bahagia....

Tapi kok nangis?

Iya karena yang nungguin cerita Dara banyak banget....


Masih gue liatin orang yang sombooonggg...


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro