Week III: Advesperascit
Disclaimer by Kouhei Horikoshi
"Tidak mencari keuntungan komersil apapun dari fanfiksi ini. Semata-mata hanya untuk kesenangan belaka."
Todoroki Shouto x Reader
Waktu itu, bumantara gelap dan memberi bulan akses berjalan di antaranya. Kepekatan di mana-mana, seolah-seolah mengejekku yang terkapar tidak berdaya. Mataku lurus ke langit, seakan-akan memasrahkan segala hidupku. Terlihat seperti aku telah menyerah? Bukan.
Masalah utama adalah tubuhku tidak dapat digerakkan. Awalnya aku tidak tahu mengapa, tapi seiring pengamatanku sepertinya penjahat yang tengah kuhadapi itu pelakunya. Kemungkinan tubuhku tidak bisa bergerak karena quirk-nya. Quirk-nya apa aku saja tidak tahu, bagaimana aku akan kabur? Bahkan pahlawan yang mulai berdatangan yang mencoba menyelamatkanku dibuat tak berkutik.
Aku hanya mencoba menyelamatkan nenek tua yang tengah menyeberang dari serangannya yang tiba-tiba lalu dalam sekejap aku terlibat pertarungan nyata dengannya dan semua begitu saja hingga aku tergeletak tak dapat bergerak.
Di saat kubelum menjadi pahlawan, aku akan mati muda dengan cara yang konyol? Padahal quirk-ku ini lebih kuat dari penjahat itu. Hanya saja karena timing-nya tepat aku dibuat bergeming.
Para pahlawan di sekitar pun tidak ada gunanya. Mereka hanyalah para pahlawan kelas teri. Agensi pahlawan yang kuat masih agak jauh dari jarak ini. Apapun itu, sial sangat aku.
Kalau begini aku tidak dapat mengikuti tes uji bagi murid rekomendasi Yuuei. Sama saja seperti membuang semua kesempatanku. Mendapat undangan rekomendasi saja sudah senang. Meskipun mesti melewati serangkaian tes yang ditetapkan, aku tidak masalah. Itu berarti, Yuuei menganggap bakatku menarik dan tinggal selangkah lagi untuk diakui oleh dunia.
Namun, hanya karena penjahat yang berjarak beberapa langkah dariku ini, aku terpaksa mengubur harapanku dari jauh-jauh hari. Dan ya, untuk menjadi murid rekomendasi Yuuei pun gagal dalam sekejap. Aku mesti dibuat menunggu oleh pahlawan yang dapat mengatasi penjahat ini. Dan dalam waktu itu pula, aku dibawa ke rumah sakit dengan kondisi luka-luka ringan. The last ending, aku gagal ikut ujian rekomendasi tersebut.
Ujung-ujungnya aku malah mengikuti tes masuknya melalui jalur umum. Setengah hati aku melakukannya, tapi ketika itu aku berpikir bahwa semangatku tumbang karena penjahat dan pahlawan kelas teri adalah hal konyol.
Namun, karena itu pula aku hanya menaruh respek pada orang dengan bakat hebat. Aku memang sombong hanya karena memberi respek pada orang-orang tertentu. Akan tetapi, ketahuilah karena aku tidak ingin pahlawan berbakat lemah memaksakan dirinya untuk menjadi pahlawan.
Aku bertahan dengan pemikiranku itu selama berada di Yuuei. Akibatnya, jarang ada yang mau mendekatiku karena melihat tingkahku yang di mata mereka sombong. Ya, aku maklumi saja. Selama ini yang berani mengobrol hanyalah Midoriya yang memang selalu baik ke semua orang. Yang lain? Yang ada juga mereka segan padaku dan hanya berbicara sesekali jika menyangkut tugas.
Aku benar-benar tidak ramah, mungkin nyaris sedingin es. Meski harusnya aku tidak dapat sebutan itu, tapi yang mendapatkannya malah lelaki di depanku. Ah tidak. Sebenarnya akulah yang mendapatkan sebutan itu, padahal lelaki di depanku jelas-jelas dingin tak terkira serta salah satu bakatnya yang mengandung unsur es. Harusnya sih, dia. Namun, mungkin karena aku lebih dingin darinya, jadi begitu.
Lalu, ketika festival olahraga ada suatu hal yang membuatku tertarik. Bukan, bukan hanya satu, tapi banyak. Dimulai dari pertandingan Midoriya dengan murid dari Departemen Umum yang bernama Shinsou. Pertarungan mereka membuatku terperangah. Aku tak menyangkan lawan dari Midoriya itu mempunyai tekad yang kuat untuk memasuki Departemen Pahlawan. Oleh karena itu, pemikiranku jadi sedikit goyah.
Ditambah pertarungan Midoriya dengan Todoroki. Aku tak mengerti mengapa Midoriya mendorong Todoroki untuk mengeluarkan seluruh quirk-nya. Akan tetapi, melihatnya aku merasa sedih. Aku memang menaruh respek tinggi pada yang mempunyai bakat kuat, tapi melihat Todoroki yang enggan menggunakan seluruh kekuatannya itu... buatku merasa tragis padanya. Quirk-nya hebat, tapi ia menolak untuk menggunakan semuanya? Bukankah ia lebih sombong dariku?
"Nee Todoroki-kun, kau seharusnya tak pantas untuk berada di arena pertarungan itu," cibirku tajam seraya menyandar pada dinding dengan kedua tangan terlipat di bawah dada. Todoroki dengan seragam olahraga Yuuei yang setengah rusak itu tengah berjalan ke arahku. Spontan ia memakukan langkah.
Mata dwiwarnanya mendelik tajam padaku. "Memangnya akan masalah denganmu?" balasnya sengit. Oh, boleh juga balasannya.
"Hanya karena merasa cukup dengan menggunakan esmu, kau berlagak congkak. Asal kautahu, orang-orang yang enggan menggunakan seluruh bakatnya tidak akan menjadi pahlawan yang sebenarnya. Aku memang benci dengan pahlawan ber-quirk lemah, tapi setidaknya mereka menggunakan seluruh kekuatannya, tidak seperti kau yang setengah-setengah."
Todoroki tidak langsung membalas. Ia malah menatapku lama beberapa detik hingga akhirnya mendengkus. "Orang yang pernah melawan penjahat memang beda."
"Hah?" ucapku sambil merasakan alis menaik tinggi.
"Memang benar, salah seorang kandidat murid rekomendasi tidak dapat diremehkan. Aku tahu tentangmu, bahkan menyaksikan pertarunganmu melawan penjahat sebelum tes uji coba itu berlangsung," jelasnya yang mana membuatku membelalakkan mata.
"Kau melihatnya langsung?" Ada secuat emosi tertahan di dada. Aku tidak tahu, tapi mendengarnya membuatku naik pitam tertahan. Rasanya menyesakkan. Aku merasa malu? Bukan! Akan tetapi, rasa sesak tergores emosi ini karena ucapannya terlalu mudah meluncur. "Todoroki-kun harusnya kautahu bahwa ucapanmu tadi nyaris membuatku naik pitam. Mengingat kejadian itu membuatku kesal."
"Bukan... maksudku...."
"Kalau kau melihatnya waktu itu mengapa tidak menolongku? Apa karena kau belum mengenalku?"
"Aku tidak tahu waktu itu, tapi sekarang aku mengerti mengapa kau tertutup. Bukan urusanku untuk mengurusinya. Mungkin aku sebagai sesama cuek sepertimu tidak berhak mengatakan ini, harusnya kautahu dari sifatmu itu kau tak akan bisa menjadi pahlawan," sahutnya membalikkan ucapanku. Aku dibuat tercengang. "Sifatmu itu bisa-bisa mengundang gelap. Aku berbicara begini karena aku pernah mengalaminya."
Geming menguasaiku ketika mendengarnya. Secara tidak langsung ia menegaskan jika pemikiranku selama ini seperti mendekati kegelapan. Dari perspektif mana pun pemikiranku ini hanyalah sebuah pemikiran, tapi jika aku terlalu bertahan dengan pemikiran tersebut mungkinkah aku akan membelok ke jalan yang salah? Secara sikapku seperti membenarkan pahlawan dengan quirk lemah lebih baik dimusnahkan saja.
"Jika kau begini terus hanya karena kejadian waktu itu, kau tidak akan mendapat respek dari yang lain. Seharusnya kautahu jika mempunyai relasi dengan sesama pahlawan itu penting. Bukan berarti dulu kau pernah menjadi kandidat murid undangan membuatmu terlihat kuat."
"Kaubicara begitu karena kau dapat mengikuti tes itu, Todoroki-san. Aku berterima kasih atas waktu yang kauberi secara tidak langsung ini, tapi kalau kau mengatakan seperti itu, maka kau mesti berkaca terlebih dulu," cibirku sengit seraya mendelik tajam bak pisau yang menghunus.
Raut datar masih dipertahankan oleh Todoroki. Bukan karena maksudnya seperti ingin menantang, tapi seolah-olah ia tidak bosan dengan rautnya itu. "Maaf saja, tapi aku tidak pernah berkaca karena itu membuang-buang waktu," timpalnya seraya berbalik menjauhiku, meninggalkanku yang menatap jenuh pada punggung setengah berpakaian dan tidak itu.
Mendengarnya membuatku mencetuskan ide yang sarat akan sindiran, apa perlu aku membawakannya kaca agar ia mau berkaca?[]
Advesperascit — END
[A/N]
Aku khawatir part ini gaje. Kemungkinan gaada nyambungnya sama part depan krn dua part di week 3 pernah kuketik lebih dulu
30 Des 17
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro