Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Serangan Tak Terduga







Di kamar rumah sakit yang hangat oleh sinar matahari sore yang memancar lembut melalui jendela, suasana terasa nyaman dan akrab. Beomgyu duduk bersandar di ranjangnya, tubuhnya diselimuti sinar keemasan yang membuat wajahnya tampak lebih segar, meski masih sedikit pucat.

Di sekelilingnya, Yeonjun duduk di kursi dekat jendela, sesekali melirik ke luar sambil melontarkan lelucon khas bapak-bapak.

Sedangkan Soobin sibuk membuka kantong camilan yang mereka bawa, menyodorkannya pada Beomgyu, "Nih, cepat makan. Lo harus banyak makan biar cepat sembuh."

"Stop, ya. Ini kalau disuruh makan terus, bukannya sehat malah nyari penyakit lain." balas Beomgyu

Taehyun, yang duduk di samping meja, merapikan kartu ucapan dan buket bunga yang tertata di sana, memastikan semuanya terlihat rapi. Di sisi lain, Hueningkai bermain dengan sinar matahari yang masuk melalui celah gorden, mencoba membuat bayangan lucu dengan tangannya, yang sukses mengundang senyum dari Beomgyu.

Di luar, langit sore mulai berubah menjadi jingga kemerahan, menambah kesan damai di ruangan itu. Meskipun Beomgyu masih di rumah sakit, kehadiran sahabat-sahabatnya membuat suasana menjadi hangat.

Pintu kamar rumah sakit terbuka perlahan, suara deritannya membuat semua orang di dalam ruangan menoleh. Damien muncul di ambang pintu dengan postur tegap seperti biasa, tetapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda pada ekspresinya.

Senyum lebar yang jarang terlihat terpampang di wajahnya, memancarkan energi yang langsung membuat suasana kamar berubah.

Mata Hueningkai membesar, penuh dengan antusiasme. "Paman Damien!" serunya, suaranya sedikit melengking karena kegembiraan.

Yeonjun yang duduk di sebelah Beomgyu mengangkat alis, memperhatikan Damien dengan seksama. Soobin dan Taehyun, meskipun lebih pendiam, juga memperlihatkan rasa penasaran yang sama.

Damien melangkah masuk ke kamar, setiap langkahnya terdengar mantap. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Beomgyu. Damien berhenti tepat di depan ranjang Beomgyu, menatapnya dengan senyum yang penuh arti.

Beomgyu, yang sejak tadi memperhatikan Damien dengan sedikit curiga, akhirnya membuka mulut. "Paman, kenapa kau terlihat seperti orang yang baru saja memenangkan lotre? Ada apa sebenarnya?"

Damien menundukkan tubuhnya sedikit agar berada sejajar dengan pandangan Beomgyu. Suaranya tenang, tetapi penuh dengan nada tegas dan hangat yang membuat semua orang di ruangan itu terdiam.

"Selamat." katanya, matanya menatap langsung ke dalam mata keponakannya. "Choi Beomgyu, kau resmi kembali menjadi bagian dari AGEN5."

Untuk sesaat, ruangan menjadi sunyi. Beomgyu hanya duduk terpaku, mencoba memproses apa yang baru saja ia dengar. Matanya yang semula redup kini mulai berbinar, dan bibirnya sedikit terbuka, seolah ingin memastikan bahwa telinganya tidak salah mendengar.

"Aku... kembali? Aku benar-benar kembali?" tanya Beomgyu dengan suara pelan, hampir berbisik.

Damien tersenyum lebih lebar, menepuk bahu Beomgyu dengan lembut. "Ya, Gyu. Kau kembali. Aku sudah berbicara dengan ayahmu dan Jenderal Han. Kami membuat kesepakatan. Kau akan kembali, dengan syarat, aku akan berada di sana untuk mengawasi."

Mendengar itu, mata Beomgyu berkaca-kaca. Ia menundukkan kepalanya sejenak, mencoba menahan emosi yang mulai membanjiri dirinya. Sebuah perasaan hangat menyelimuti hatinya, perasaan diterima kembali oleh timnya, oleh keluarganya.

"Yeay! Kakak kembali!" seru Hueningkai dengan suara melengking lagi, tidak bisa menahan kebahagiaannya.

Tanpa berpikir panjang, ia langsung melompat ke arah Beomgyu dan memeluknya erat-erat. Pelukan itu begitu kuat hingga Beomgyu hampir terdorong ke belakang.

"Kai! Aku masih di ranjang rumah sakit jika kau lupa!" keluh Beomgyu dengan nada bercanda, meskipun ia tidak bisa menyembunyikan senyum lebar yang kini menghiasi wajahnya.

Yeonjun, yang biasanya penuh dengan sikap tenang, tertawa kecil sambil menepuk bahu Beomgyu. "Selamat datang kembali, Ketua."

Soobin, yang berdiri di samping Yeonjun, mengangguk sambil tersenyum hangat. "Tim ini tidak akan pernah lengkap tanpa lo, Gyu. Kita semua senang lo kembali."

Taehyun, meskipun biasanya pendiam, juga menunjukkan rasa bahagianya. Ia mendekat dan memberikan pelukan singkat kepada Beomgyu, lalu berkata dengan pelan namun penuh ketulusan, "Kita benar-benar butuh Kakak. Selamat datang kembali ya, Kak."

Damien berdiri di sudut ruangan, memperhatikan semua interaksi itu dengan senyum kecil di wajahnya. Ia merasa lega melihat betapa berartinya Beomgyu bagi timnya. Pemandangan ini mengingatkannya pada masa-masa di kamp pelatihan, di mana ia pertama kali melihat bagaimana Beomgyu menjadi pusat dari kelompok ini.

"Kalian benar-benar keluarga kecil yang luar biasa." gumam Damien, lebih kepada dirinya sendiri.



AGEN5 ; {D124M4}



Setelah tiga hari berlalu, Beomgyu akhirnya dipindahkan dari ICU ke ruang perawatan VIP. Ruangan itu dilengkapi dengan fasilitas modern dan penjagaan ketat, sama seperti sebelumnya. Di dalam ruangan, hanya ada Beomgyu dan Damien, yang ditugaskan langsung oleh Zee Cho untuk menemani dan memastikan keselamatan keponakannya.

Pukul dua siang, suasana ruangan terasa tenang. Ji Ah dan Jessica sudah pulang lebih awal setelah membantu perpindahan ruangan Beomgyu. Mereka kini tinggal sementara di rumah orang tua Ji Ah di luar kota, mengikuti keputusan Zee Cho yang ingin memastikan keluarganya benar-benar aman dari ancaman.

Beomgyu duduk bersandar di tempat tidurnya dengan wajah cemberut, memandang nampan makanan rumah sakit di atas meja kecil di depannya. "Aku tidak mau makan ini lagi, Paman. Rasanya sama semua, hambar, dan membosankan."

Damien, yang duduk di kursi dekat jendela sambil membaca laporan, hanya melirik Beomgyu sebentar. "Hey, ini bukan restoran mewah. Kau itu sedang dirawat di rumah sakit, bukan sedang liburan."

"Tapi aku bosan, Paman! Setidaknya biarkan aku makan sesuatu yang layak." balas Beomgyu dengan nada kesal.

Damien meletakkan laporannya di meja, menatap Beomgyu sambil mengangkat alis. "Kau itu... benar-benar seperti ayahmu. Asal kau tau, Ayahmu juga ngambek seperti ini waktu dia dirawat kemarin. Tidak mau makan makanan rumah sakit lah, ingin makanan dari luar lah. Sama persis."

Beomgyu memutar matanya sambil menyilangkan tangan di dada. "Ya wajar saja kalau aku mirip Ayah. Dia ayahku, kan? Kalau nggak mirip, itu justru aneh."

Damien tertawa kecil, tetapi dengan nada sarkastik. "Baiklah, bocah. Lalu apa rencanamu? Kau ingin aku menyelinap ke dapur rumah sakit dan membuatkan makanan enak untukmu?"

Beomgyu mendesah keras, lalu menunjuk ke arah pintu. "Bukan itu! Ayo kita pergi ke kantin rumah sakit. Aku bisa memilih sendiri makanan yang lebih baik daripada ini."

Damien menatapnya dengan skeptis. "Kantin? Kau baru saja keluar dari ICU pagi ini, dan sekarang kau ingin berjalan-jalan ke kantin?"

"Tepat sekali." jawab Beomgyu tanpa ragu. "Paman, aku sudah muak duduk di tempat ini. Aku butuh udara segar dan makanan yang layak."

Awalnya, Damien menolak mentah-mentah permintaan itu. "Tidak, Gyu. Kau masih dalam masa pemulihan. Jika Ayahmu tahu aku membiarkanmu berjalan-jalan ke luar, dia akan mengomeliku tanpa henti."

"Tapi aku butuh udara segar!" balas Beomgyu, matanya melebar seolah-olah sedang memohon belas kasih. "Aku bosan di ruangan terus, Paman. Kau tidak tahu betapa tersiksanya duduk di sini sepanjang hari."

Damien menatapnya tajam. "Itu lebih baik daripada melihatmu pingsan di kantin nanti. Habis sudah aku oleh Ayahmu."

Namun Beomgyu tidak menyerah begitu saja. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, memasang tatapan memelas sambil berkata dengan suara pelan, "Paman, kau tahu aku bukan anak kecil lagi. Kalau aku merasa sakit, ya pasti aku akan bilang."

Damien memijat pelipisnya, jelas mulai menyerah pada usaha keras Beomgyu. Ia menghela napas panjang, lalu berdiri dari kursinya. "Baiklah, bocah keras kepala. Tapi kalau aku melihat keanehan dari dirimu sedikit saja, ku bawa kau langsung kembali. Mengerti?"

Beomgyu langsung tersenyum lebar, hampir seperti anak kecil yang baru saja mendapat izin untuk makan es krim. "Mengerti! Terima kasih, Paman!"

Damien hanya menggelengkan kepala sambil membuka pintu, memanggil beberapa pengawal yang berjaga di luar ruangan untuk menemani mereka.

Dengan pengawalan ketat, Beomgyu dan Damien berjalan menuju kantin rumah sakit. Pengawal mereka memastikan area aman sebelum mereka melangkah, membuat perjalanan yang sederhana ini terasa seperti misi operasi militer kecil.

Beomgyu, yang mengenakan jaket tebal untuk menutupi tubuh kecilnya, berusaha terlihat santai. Namun Damien, yang berjalan di sampingnya, terus memperhatikan setiap gerakannya.

"Sudah gila." kata Damien saat mereka mendekati kantin, "ini benar-benar tidak masuk akal. Kita punya tim pengawal hanya untuk membantumu membeli makanan di kantin."

"Benar juga, tapi, santai saja." balas Beomgyu dengan senyuman kecil. "Lagipula, ini lebih baik daripada aku duduk sepanjang hari di kamar."

Setibanya di kantin, Beomgyu langsung melihat-lihat pilihan makanan yang tersedia. Meskipun masih sederhana, makanan di kantin rumah sakit terlihat lebih menggugah selera dibandingkan makanan yang diantarkan ke ruangannya.

"Aku mau ini." kata Beomgyu sambil menunjuk ke semangkuk ramyeon yang terlihat panas dan menggoda.

Damien menatap mangkuk itu dengan skeptis. "Heh! Tidak-tidak. Ku pikir, ramyeon bukan pilihan terbaik untuk orang yang baru saja keluar dari ICU."

"Ck, Paman, tolonglah. Hanya sekali ini saja." pinta Beomgyu dengan nada memohon.

Damien akhirnya mengalah, membiarkan Beomgyu memesan makanan yang ia inginkan. Mereka duduk di sudut kantin dengan beberapa pengawal berjaga di sekitar mereka.

Beomgyu mengambil suapan pertama dengan penuh antusias, wajahnya langsung cerah. "Ini jauh lebih baik daripada yang tadi." katanya dengan nada puas.

Damien hanya menggelengkan kepala sambil meminum kopi hitam dari gelas kertas.



AGEN5 ; {D124M4}



Setelah selesai makan, Beomgyu menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan wajah yang sedikit lebih santai. "Akhirnya aku bisa makan sesuatu yang lebih enak." katanya sambil mengusap mulut dengan tisu.

Damien, yang duduk di depannya dengan secangkir kopi di tangan, hanya mengangkat alis. "Kau itu terlalu banyak mengeluh, dasar bocah. Tapi setidaknya sekarang kau sudah puas, kan? Jadi ayo kita kembali ke ruanganmu."

Beomgyu mengangguk, mengambil tongkat infus kecil yang menyertainya dan mulai berdiri dengan perlahan. Damien menatapnya dengan seksama, memastikan gerakannya stabil sebelum mereka meninggalkan meja.

Namun, langkah mereka terhenti ketika tiba-tiba suara sirine darurat menggema keras di seluruh gedung rumah sakit. Suaranya memekakkan telinga, menggetarkan dinding-dinding kantin dan membuat semua orang yang sedang makan atau berbincang langsung berhenti.

Tidak lama kemudian, suara seorang wanita dari pengeras suara terdengar dengan nada tegas, meskipun ada ketegangan yang jelas dalam suaranya.


"Perhatian kepada seluruh pasien, pengunjung, dan staf rumah sakit. Ini adalah keadaan darurat. Telah terdeteksi keberadaan penyusup bersenjata di dalam gedung. Kami meminta semua pasien dan pengunjung untuk tetap berada di tempat yang aman. Staf medis diminta segera mengamankan pasien ke ruangan terdekat dan mengunci pintu. Hindari area lorong ICU dan kantin rumah sakit. Keamanan rumah sakit sedang menangani situasi ini. Harap tetap tenang dan patuhi instruksi dari petugas keamanan."


Suara itu terputus sesaat sebelum sirine kembali menggema, memperkuat rasa panik di hati semua orang yang mendengarnya. Di tengah kekacauan itu, Damien tetap berdiri tegak, matanya tajam mengamati keadaan.

Seorang penjaga berlari mendekati Damien dan Beomgyu, napasnya tersengal. "Tuan Damien! Informasi tersebut benar, bahwa ada penyusup! Seorang perawat dan satu penjaga ditemukan tidak sadarkan diri di lorong menuju ICU! Perawat itu tertembak di kaki, sedangkan penjaga di bahunya!"

Mendengar laporan itu, rahang Damien mengencang. Ia langsung memaki dengan nada rendah namun penuh kemarahan. "Bagaimana bisa penyusup masuk ke sini? Sistem keamanan macam apa yang kalian jalankan di sini?"

Penjaga itu menunduk, wajahnya penuh rasa bersalah. "Kami belum tahu, Tuan. Tapi kami menemukan jejak peluru di lorong ICU. Salah satu perawat yang berjaga didalam ruangan ICU berhasil selamat setelah bersembunyi, ia mengatakan penyusup itu hanya melihat-lihat ke dalam kamar ICU dan langsung pergi."

Damien menatap penjaga itu tajam. "Tidak ada pasien di ICU yang terluka?"

Penjaga itu menggeleng. "Tidak, Tuan. Semua pasien aman."

Damien menghela napas, tetapi matanya penuh kecurigaan. Ia menoleh ke arah Beomgyu, yang juga tampak memikirkan hal yang sama.

"Sudah dapat dipastikan, mereka mencarimu." kata Damien akhirnya, suaranya dingin. "Penyusup itu tidak sedang mencari pasien biasa. Dia mencarimu, Beomgyu."

Beomgyu menelan ludahnya, mencoba mengendalikan rasa panik yang mulai menyerangnya.

Damien kembali menatap penjaga tersebut. "Dimana penyusup itu sekarang?" tanyanya dengan suara pelan.

Sebelum penjaga itu sempat menjawab, tiba-tiba suara tembakan terdengar keras di dekat pintu yang menghubungkan area kantin dengan lorong rumah sakit. Semua orang di kantin otomatis menoleh ke arah suara itu.

Di sana, dua penjaga yang berjaga di depan pintu terjatuh, masing-masing memegangi kaki mereka yang tertembak. Jeritan kesakitan terdengar dari mereka, sementara darah mulai menggenang di lantai.

Damien langsung menarik Beomgyu ke belakangnya, tubuhnya menegang seperti seorang prajurit yang siap bertarung. Ia melirik ke arah penjaga yang masih berdiri. "Berapa orang?" tanyanya cepat.

Penjaga itu mengintip dengan hati-hati dari balik meja. "Saya melihat satu orang... tidak, tunggu. Ada dua. Mereka membawa senjata otomatis."

"Dua orang dengan senjata otomatis?! Di rumah sakit?!" Damien mengumpat lagi, mengamati situasi di sekitar kantin. "Sial. Mereka tidak main-main."


Damien memutar otaknya dengan cepat. Ia menoleh ke arah Beomgyu, yang kini menatapnya dengan mata penuh kewaspadaan.

"Dengar, Beomgyu." katanya dengan nada tegas. "Kau tetap di sini, di belakang meja ini. Jangan bergerak sampai aku bilang aman."

Beomgyu menggeleng dengan keras. "Aku tidak bisa diam saja, Paman. Kalau mereka mencari aku, mereka tidak akan berhenti sebelum menemukanku. Aku tidak bisa membiarkanmu bertarung sendirian."

Damien menatap Beomgyu tajam, lalu mendekat sedikit agar hanya Beomgyu yang bisa mendengar. "Aku tidak bilang kau tidak bisa membantu. Tapi kau harus tetap aman. Kau tahu itu, kan? Fokus kita adalah memastikan mereka tidak mencapai tujuan mereka-itu artinya memastikan kau tetap hidup."

Beomgyu terdiam, lau dengan cepat mengangguk. Dalam hati ia mengumpat, Damien itu lebih seram dari pada Ayahnya. Jika Damien sudah berkata demikian, mana berani ia untuk membantah perintah Damien.

Damien lalu menoleh ke penjaga yang tadi melapor. "Dengar, aku butuh kau untuk mengamankan semua orang di kantin. Kunci pintu belakang dan pastikan tidak ada yang keluar atau masuk sampai situasi terkendali. Mengerti?"

Penjaga itu mengangguk cepat dan mulai memandu orang-orang menuju area aman di dalam kantin.

Tidak lama kemudian, pintu kantin terbuka perlahan, memperlihatkan dua pria berpakaian hitam dengan masker yang menutupi sebagian besar wajah mereka. Masing-masing membawa senjata otomatis yang terlihat mematikan.

Damien, yang berjongkok di balik meja bersama Beomgyu, mengamati mereka dengan saksama. Gerakan mereka cepat dan terlatih, jelas menunjukkan bahwa mereka bukan penjahat amatir.

"Sial. Mereka profesional." bisik Damien pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Salah satu penyusup melangkah lebih dalam ke kantin, senjatanya terangkat dan siap ditembakkan kapan saja.

"Kami tahu kau di sini." katanya dengan nada keras, suaranya menggema di seluruh ruangan.

"Choi Beomgyu. Jangan buang waktu kami. Keluar sekarang, atau kami akan membuat semua orang di sini menderita."

Beomgyu menahan napas, tubuhnya menegang mendengar namanya disebut. Ia menoleh ke Damien, matanya menunjukkan ketegangan yang luar biasa.

Damien menatap Beomgyu dengan tajam, berbisik pelan namun menekan di setiap katanya. "Tetap di sini. Jangan bergerak, apa pun yang terjadi."

Beomgyu ingin membantah, tetapi sebelum ia bisa berbicara, Damien sudah berdiri dengan cepat, mengangkat tangannya seolah-olah menyerah.

"Hey!" seru Damien dengan suara keras, menarik perhatian kedua penyusup.

"Jangan bertindak gegabah. Aku di sini. Biarkan mereka pergi."

Penyusup itu menoleh ke arah Damien, tetapi wajah mereka tidak menunjukkan tanda-tanda belas kasihan.

"Kami tidak peduli siapa kau." kata salah satu dari mereka.

"Kami hanya ingin Beomgyu. Serahkan dia, atau semua orang di sini akan mati."


Damien tersenyum kecil, meskipun matanya tetap dingin.





"Kalau begitu, coba saja ambil dia."
















AGEN5 ; {D124M4}

Pertama-tama, aku persilakan kalian yang ingin meluapkan kekesalannya karena penutup chapter ini yang dibuat ngegantung :))



Sudah?



Kalau sudah, ya sudah. Tolong maafin autor yaa hehe :)

Ya kan biar makin menegangkan dan bikin penasaran aja gitu disambung ke chapter selanjutnya hahaha >o<

Udah ah, pokoknya jangan lupa vote+komen biar aku makin semangat nulisnya.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya

>_<


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro