Misi Pengintaian ke Luar Negeri
Damien dan Zee Cho memimpin rapat khusus di ruang briefing TSSI, yang hanya dihadiri oleh Jenderal Han, kepala interogasi, dan beberapa petinggi TSSI yang terpercaya. Situasi semakin mendesak setelah insiden di rumah sakit. Mereka tidak bisa lagi membiarkan Eclipse bergerak tanpa batas.
"Dua orang itu." kata Zee Cho, merujuk pada penyusup yang berhasil ditangkap di rumah sakit.
"Adalah kesempatan terbaik kita untuk menggali lebih dalam tentang Eclipse. Interogasi mereka harus menjadi prioritas utama."
Damien yang berdiri di samping Zee Cho mengangguk. "Aku ingin mereka diinterogasi oleh orang terbaik. Tapi aku ingin metode yang tidak hanya mengandalkan tekanan fisik. Orang-orang Eclipse dilatih untuk menahan rasa sakit. Kita butuh taktik lain."
Kepala interogasi, seorang pria berusia paruh baya dengan rambut beruban, berbicara, "Kami bisa menggunakan kombinasi teknik psikologis dan manipulasi informasi. Jika mereka tahu bahwa Eclipse tidak peduli pada mereka, itu bisa membuat mereka berbicara."
Zee Cho mengetuk jarinya di meja. "Lakukan apa pun yang diperlukan. Tapi aku ingin hasil secepat mungkin. Eclipse terlalu berbahaya untuk diberi waktu lebih banyak."
Di salah satu ruangan interogasi yang remang-remang, penyusup pertama duduk di kursi baja yang dingin, dengan tangan terikat dan wajahnya penuh luka. Agen interogasi di depannya, seorang pria dengan ekspresi tanpa belas kasihan, menatapnya dengan tajam. Di sudut ruangan, Damien berdiri bersandar pada dinding, lengannya terlipat, matanya memancarkan kedinginan.
"Sudah cukup diamnya." kata Damien dengan suara datar, tapi penuh ancaman. "Aku lelah bermain-main. Kau tidak mau bicara? Baik. Aku punya waktu sepanjang hari untuk menghancurkanmu sedikit demi sedikit."
Penyusup itu mendengus pelan, darah kering masih menghiasi bibirnya yang pecah. "Hancurkan aku? Lakukan saja. Aku tidak peduli. Kalian semua sama saja-bermain pahlawan, padahal kalian tidak lebih baik dari kami."
Damien mendekat, menghantam meja di depannya dengan keras hingga suara dentuman itu bergema. "Jangan memulai sesuatu yang tidak bisa kau akhiri!" teriaknya, emosinya mulai terlihat.
"Kau datang ke rumah sakit untuk menargetkan seorang anak. Seorang anak! Apa itu bagian dari konsep heroismemu?"
Penyusup itu menatap Damien, matanya penuh kebencian.
Di ruangan yang berbeda, Zee Cho berdiri di belakang kepala interogasi, matanya tajam mengamati penyusup kedua. Pria itu terlihat lebih gemetar, tapi masih mencoba mempertahankan sikapnya.
"Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi." kata Zee Cho dengan nada rendah tapi berbahaya. "Aku bisa membuat hidupmu lebih buruk dari kematian. Tapi jika kau bicara sekarang, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk memberimu sedikit belas kasihan."
Penyusup kedua tertawa kecil, tapi terdengar getir. "Belas kasihan? Kau pikir aku peduli pada belas kasihanmu? Aku sudah mati sejak aku masuk ke organisasi ini. Apa bedanya sekarang?"
Zee Cho melangkah mendekat, suaranya semakin dingin. "Bedanya, kau punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahanmu. Bicara, atau aku pastikan kau merasakan penderitaan yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya."
Pria itu menunduk, tangannya mengepal di bawah ikatannya. "Kau pikir aku tidak ingin lepas dari ini? Kau pikir aku ingin hidup seperti ini? Tidak ada yang bisa keluar dari keadaan ini, ini adalah akhirku."
Kedua interogasi berjalan dengan intensitas yang sama. Damien dan Zee Cho masing-masing mendorong batas mental para penyusup itu, memaksa mereka untuk membuka mulut.
"Aku muak dengan permainan ini." ujar Damien dengan suara keras, menatap penyusup pertama. "Kau datang ke rumah sakit dengan senjata, melukai orang yang tidak bersalah, dan sekarang kau ingin bersikap sebagai korban? Bicara sekarang, atau aku akan memastikan kau tidak pernah melihat cahaya lagi!"
Penyusup itu, yang sebelumnya penuh kebencian, mulai terguncang. Suaranya bergetar saat ia akhirnya membuka mulut.
"Kami... kami bahkan tidak tahu tujuan utamanya! Kami hanya diberi tahu siapa targetnya dan apa yang harus dilakukan. Jika kami berhasil, mereka berjanji... mereka berjanji kami akan mendapatkan kehidupan yang damai. Mereka akan memberikan uang dan... membersihkan semua masalah kami."
Di ruangan lain, penyusup kedua mengatakan hal yang sama pada Zee Cho. "Aku hanya diberi nama dan perintah. Itu saja. Jika aku berhasil, mereka bilang aku akan bebas. Tapi kebebasan itu kini... Tidak pernah ada..."
Meski berada di ruangan yang berbeda, kedua penyusup itu mengucapkan kalimat yang hampir identik, seolah mereka membaca dari naskah yang sama.
"Seperti itulah Eclipse." kata penyusup pertama, napasnya terdengar berat. "Siapa pun yang terjalin dengannya... tidak akan pernah lepas. Kau bisa mencoba lari, tapi mereka akan selalu menemukanmu."
Penyusup kedua, dengan nada penuh kepasrahan, mengulangi kalimat yang sama, "Siapa pun yang terjalin dengan Eclipse tidak akan pernah lepas. Ini adalah permainan tanpa akhir."
Damien dan Zee Cho saling bertukar pandang setelah mendengar laporan dari kepala interogasi. Kata-kata itu, meskipun penuh kebencian dan putus asa, mengandung kebenaran yang sulit untuk diabaikan.
Di dalam hati, Zee Cho merasakan amarah yang semakin membara. Damien, dengan wajah yang lebih dingin dari sebelumnya, berbicara pelan, hampir seperti gumaman. "Mereka tidak hanya membangun jaringan. Mereka membangun ketakutan. Itulah senjata mereka yang sebenarnya."
Zee Cho mengepalkan tangan di sisinya. "Kalau begitu, kita harus menghancurkan senjata itu."
Damien mengangguk, matanya memancarkan tekad. "Dan itu dimulai dari mereka." Ia menunjuk ke arah ruangan interogasi, di mana dua penyusup yang sama-sama terguncang kini hanya bisa menatap kosong ke lantai, menyadari bahwa tidak ada jalan keluar dari dunia Eclipse-kecuali kematian.
AGEN5 ; {D124M4}
Setelah mendapatkan informasi dari dua penyusup yang berhasil diinterogasi, TSSI bergerak cepat untuk menindaklanjuti petunjuk tentang jaringan Eclipse di luar negeri. Salah satu markas cabang Eclipse dilaporkan berada di Hong Kong, sebuah kota yang menjadi pusat bisnis dan perdagangan global. Markas ini diduga digunakan sebagai tempat transit dokumen, senjata, dan orang-orang penting yang terlibat dalam operasi Eclipse.
"Ini bukan operasi serangan." kata Jenderal Han dalam rapat singkat dengan AGEN5 sebelum keberangkatan mereka. "Tugas kalian hanya mengintai dan mengumpulkan informasi. Kita tidak tahu seberapa besar kekuatan mereka di sana, jadi jangan gegabah."
Yeonjun, yang memimpin tim di lapangan, mengangguk. "Dimengerti, Jenderal. Kami akan memastikan misi ini berjalan dengan mulus."
Meskipun masih dalam masa pemulihan, Beomgyu bersikeras untuk terlibat. Namun, Zee Cho dan Damien menegaskan bahwa ia hanya boleh membantu dari jarak jauh melalui sistem komunikasi di markas besar TSSI.
Di ruang taktik TSSI yang dipenuhi layar monitor besar, Beomgyu duduk dengan headset di telinganya. Jemarinya bergerak cepat di atas keyboard, mengakses peta digital dan data jaringan untuk mendukung tim di lapangan. Di sekelilingnya, para penjaga bersenjata memastikan ruangan itu tetap aman.
"Tim, dengar." suara Beomgyu terdengar melalui earpiece yang dipakai anggota AGEN5. "Lokasi kalian sekarang berada di radius aman. Tapi hati-hati dengan area sekitar hangar di sisi timur. Ada sinyal aktivitas yang mencurigakan di sana."
"Dimengerti." balas Soobin, yang memimpin navigasi tim bersama Taehyun. "Terus pantau pergerakan di jalur pelarian."
Setibanya di Hong Kong, Yeonjun, Soobin, Taehyun, dan Hueningkai bergerak secara senyap menuju lokasi target. Markas Eclipse di kota itu disamarkan sebagai gudang distribusi barang elektronik, tetapi data intelijen menunjukkan bahwa tempat itu menjadi titik transit untuk operasi gelap mereka.
Dengan menggunakan perangkat pengintai kecil yang disiapkan oleh Beomgyu, mereka mulai memetakan struktur bangunan dan mengidentifikasi jalur masuk serta keluar.
"Semua tampak terlalu tenang." gumam Hueningkai melalui headset.
Yeonjun mengangguk sambil mengamati sekelilingnya. "Itu yang membuatku lebih khawatir. Terus perhatikan, jangan lengah."
Ketika mereka mendekati area penyimpanan di dalam gudang, Soobin menghentikan langkah tim dengan isyarat tangan. "Tunggu. Ada sesuatu yang aneh."
Dengan bantuan kamera pengintai kecil yang dipasangnya di dinding, Soobin melihat sebuah ruangan dengan perangkat elektronik yang tidak biasa. Ada layar besar yang menunjukkan grafik data, tetapi yang menarik perhatian adalah perangkat kecil yang terhubung ke sensor gerak di pintu.
"Itu jebakan." kata Soobin pelan.
"Seberapa parah?" tanya Yeonjun.
Soobin mengamati lebih dekat melalui kamera. "Sensor gerak ini terhubung ke perangkat ledakan kecil. Bukan sesuatu yang bisa menghancurkan bangunan, tapi cukup untuk melumpuhkan siapa pun yang masuk."
Namun, sebelum mereka sempat memutuskan langkah selanjutnya, salah satu penjaga Eclipse yang tidak terlihat di kamera muncul dari belakang sebuah rak dan langsung menyerang Taehyun.
"Taehyun, awas!" teriak Hueningkai, tetapi pria itu terlalu cepat. Ia menghantam Taehyun dengan tongkat listrik, membuatnya terhuyung dan hampir kehilangan keseimbangan.
Yeonjun dengan cepat bereaksi, menjatuhkan penjaga itu dengan pukulan tepat ke tenggorokannya sebelum ia bisa menyerang lagi. Hueningkai membantu Taehyun berdiri, wajahnya terlihat panik.
"Aku baik-baik saja." kata Taehyun sambil mengatur napas, meskipun wajahnya masih terlihat tegang.
"Tim, ada apa?" suara Beomgyu terdengar melalui earpiece, penuh kekhawatiran.
Yeonjun menjawab cepat, "Kita disergap. Hanya satu orang, tapi aku yakin ada lebih banyak penjaga di sini. Kita harus bergerak lebih cepat."
Setelah melumpuhkan penjaga dan menjinakkan sensor jebakan di pintu, mereka berhasil masuk ke ruangan penyimpanan utama. Di sana, mereka menemukan petunjuk penting: dokumen pengiriman, daftar nama, dan rencana logistik yang mencakup beberapa negara lain.
Taehyun, meskipun masih sedikit lemah, dengan cepat memindai dokumen-dokumen itu. "Mereka sedang memindahkan barang ke Jepang. Dan lihat ini... nama-nama ini. Beberapa di antaranya adalah pejabat penting."
Yeonjun mengangguk, matanya tajam mengamati peta pengiriman. "Ini lebih besar dari yang kita kira. Kita harus membawa semua ini kembali ke TSSI."
Namun, sebelum mereka bisa meninggalkan tempat itu, alarm tiba-tiba berbunyi. Mereka menyadari bahwa Eclipse sudah menyadari kehadiran mereka.
"Beomgyu, kita butuh rute keluar sekarang!" seru Yeonjun sambil memimpin tim keluar dari ruangan.
Beomgyu dengan cepat memindai peta digital. "Keluar melalui jalur utara. Ada pintu belakang yang mengarah ke lorong sempit. Tapi hati-hati, kemungkinan ada penjaga di sana."
Seperti yang diperkirakan, di pintu belakang mereka menghadapi dua penjaga bersenjata. Hueningkai dan Soobin bergerak cepat, melumpuhkan mereka sebelum mereka sempat memanggil bala bantuan.
Akhirnya, tim berhasil keluar dari gedung dan menuju titik evakuasi yang telah disiapkan.
AGEN5 ; {D124M4}
Ruangan di markas TSSI begitu sunyi, hanya suara dengungan komputer dan sesekali ketukan jemari Beomgyu di keyboard yang terdengar. Ia menatap layar monitor besar di depannya, memperlihatkan peta digital lokasi tim AGEN5 yang sedang bergerak menuju titik evakuasi. Napasnya terasa sedikit lega setelah memastikan tim berhasil lolos dari markas Eclipse tanpa terluka.
Namun, tiba-tiba layar monitornya berkedip-kedip. Saluran komunikasi yang menghubungkan Beomgyu dengan tim mulai terganggu, dan suara dengungan keras menghantam telinganya melalui headphone.
"Apa ini?" gumam Beomgyu, tangan refleks meraih tombol-tombol keyboardnya untuk memeriksa sistem. Namun, sebelum ia bisa melakukan apa pun, peta di layar berubah. Titik pusat yang semula menunjukkan lokasi timnya di Hong Kong kini bergeser-menuju markas TSSI tempat ia berada.
Peta itu memperlihatkan detail lokasi gedung TSSI, bahkan menyorot ruang taktik tempat Beomgyu duduk. Detik itu juga, jantung Beomgyu berdegup kencang. Tubuhnya menegang, telapak tangannya mulai berkeringat.
"Tidak mungkin... siapa yang bisa melakukan ini?" pikirnya panik.
Seketika rasa dingin merayap di punggungnya. Ia menyadari satu hal yang mengerikan: seseorang sedang mengawasinya, dan orang itu tahu persis di mana ia berada.
Beomgyu mencoba mengotak-atik sistemnya dengan cepat, berharap bisa memutuskan akses tak dikenal itu. Namun, sebelum ia berhasil melakukan apa pun, sebuah suara terdengar di headphone-nya. Suara seorang pria, berbicara dalam bahasa Jepang dengan nada yang dingin dan penuh ancaman.
"Benar-benar mengecewakan." suara itu berkata pelan tetapi jelas, suaranya bagaikan pisau tajam yang menusuk langsung ke tulang.
"Aku benar-benar menunggumu di sini, tapi kau tidak ada di antara mereka. Itu cukup membuatku marah. Ku harap kau tahu seberapa marah aku... ah, apa perlu ku tunjukkan padamu? Ide bagus, biar ku tunjukkan."
Kata-kata itu seperti belati yang menghujam Beomgyu. Ia terdiam, mencoba mencerna makna di balik ancaman itu. Namun sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, layar monitornya berubah lagi. Kali ini menampilkan sinyal yang menunjukkan lokasi timnya.
Di sisi lain, tim AGEN5 yang baru saja mencapai titik evakuasi mulai merasa ada yang tidak beres. Saluran komunikasi mereka dengan Beomgyu tiba-tiba terputus, meninggalkan suara statis yang menggantung di telinga mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya Yeonjun dengan nada bingung, memandang ke arah perangkat komunikasi di tangannya.
"Aku tidak tahu." jawab Soobin. "Tapi aku tidak suka ini. Terasa seperti ada sesuatu yang salah."
Hueningkai memeriksa sinyal perangkatnya. "Tidak ada gangguan di sini. Ini pasti sesuatu yang terjadi di pihak Beomgyu."
"Semoga dia baik-baik saja." gumam Taehyun sambil memeriksa peralatannya.
Namun, sebelum mereka sempat mengambil langkah lebih jauh, saluran komunikasi mereka kembali tersambung.
"Berlindung!" suara Beomgyu terdengar dengan nada panik yang tidak biasa.
"Beomgyu? Apa yang terjadi?" tanya Yeonjun, mencoba memahami situasi.
Namun, Beomgyu kembali berteriak dengan nada putus asa, "Berlindung! Aku bilang cepat berlindung!"
Semua anggota tim terdiam sesaat, mencoba mencerna perintah itu. Tetapi sebelum mereka bisa bereaksi, suara tembakan yang memekakkan telinga menggema di udara.
Peluru pertama melesat dengan kecepatan tinggi, menghantam salah satu kendaraan di dekat mereka, memercikkan serpihan logam dan kaca. Namun peluru kedua tidak meleset dari sasarannya.
Taehyun yang berdiri di belakang tim tiba-tiba terhuyung. Wajahnya berubah pucat saat ia merasakan panas yang menusuk di perut kanannya. Ia memegangi luka itu dengan tangannya, darah mulai merembes melalui seragamnya.
"Taehyun!" teriak Hueningkai sambil berlari mendekatinya, panik.
Yeonjun dan Soobin dengan cepat menarik Taehyun ke balik salah satu kendaraan untuk berlindung. Suara tembakan terus terdengar, peluru menghantam aspal dan kendaraan di sekitar mereka.
"Kita disergap!" seru Soobin, suaranya penuh dengan kemarahan dan ketegangan.
Yeonjun mencoba menekan luka Taehyun untuk menghentikan pendarahan. "Bertahanlah, Tae. Kau akan baik-baik saja." Namun, matanya terus mencari sumber tembakan.
Hueningkai yang gemetar mencoba melihat ke arah gedung di sekitar mereka. "Dari mana tembakan itu datang?!"
Kembali di markas TSSI, Beomgyu mendengar semua yang terjadi melalui saluran komunikasi. Suara peluru, jeritan panik timnya, dan suara berat Taehyun yang berjuang untuk berbicara.
"Tidak... ini salahku..." gumam Beomgyu, merasa napasnya semakin berat. Ia mencoba mengakses ulang sistem untuk mengetahui lokasi penyerang, tetapi sinyalnya terus diganggu oleh pihak yang tidak dikenal.
"Kenapa aku tidak bisa menghentikan ini?!" teriaknya pada dirinya sendiri, frustrasi.
Tiba-tiba, suara pria Jepang itu kembali terdengar di headphone-nya, penuh dengan ejekan dingin. "Bagaimana, Beomgyu? Sudah cukup untuk membuatmu mengerti bahwa kau tidak bisa melarikan diri dariku?"
Beomgyu mengepalkan tangannya, matanya mulai memanas oleh air mata yang ia tahan. "Siapa kau? Apa maumu?! Kenapa kau melakukan ini?!"
Namun, suara itu hanya tertawa kecil sebelum saluran terputus, meninggalkan Beomgyu dalam keheningan yang menyiksa.
Di lapangan, Yeonjun akhirnya melihat sekilas sumber tembakan-seorang penembak jitu di atap gedung tak jauh dari mereka. Dengan cepat, ia memberi isyarat pada Hueningkai dan Soobin untuk melindungi Taehyun sementara ia bergerak untuk mengamankan jalur pelarian.
"Taehyun, bertahanlah!" seru Yeonjun sebelum melesat keluar dari tempat perlindungan, mencoba menarik perhatian penembak itu.
Dengan strategi yang hati-hati, mereka berhasil mengamankan Taehyun dan mulai bergerak menuju titik evakuasi kedua yang lebih aman.
Namun, dalam hati mereka, pertanyaan besar terus menghantui: Bagaimana Eclipse bisa mengetahui lokasi mereka dengan begitu akurat? Siapa yang sebenarnya mereka hadapi?
Di dalam ruangan taktik TSSI yang sunyi, Beomgyu terduduk di kursinya, tubuhnya membungkuk lemas. Jemarinya gemetar, masih menggenggam erat headset yang tadi ia gunakan. Napasnya berat, dadanya naik turun tak beraturan, seolah-olah udara di ruangan itu semakin tipis. Suara tembakan dan teriakan dari timnya masih terngiang di telinganya, seolah-olah terus menggema tanpa henti.
Matanya tertuju pada layar komputer di depannya yang kini hanya menampilkan pesan error. Sistem yang biasanya berada dalam kendalinya kini terasa seperti musuh, membisu, tak mampu menjawab pertanyaannya.
"Kenapa... kenapa aku tidak bisa melakukan apa-apa..." bisiknya pelan, hampir tak terdengar.
Dalam pikirannya, bayangan Taehyun yang tertembak dan suara panik Hueningkai terus menghantuinya. Rasa bersalah itu semakin berat, menekan dadanya hingga hampir membuatnya sesak.
Beomgyu mengepalkan tangannya, kukunya hampir menancap ke telapak tangan. Ia tahu ini bukan hanya tentang dirinya-ini tentang semua orang yang ia pedulikan. Jika ia tidak bisa melindungi mereka, maka siapa lagi?
Perlahan, ia mendongakkan kepalanya. Pandangan matanya yang sebelumnya buram oleh rasa bersalah kini mulai berubah. Ada nyala tekad yang perlahan muncul dari dalam dirinya.
"Aku harus menemukan mereka..." ucapnya pelan, suaranya lebih tegas dari sebelumnya.
Tangannya yang gemetar kini mulai bergerak lagi, menyentuh keyboard dengan ketukan penuh determinasi. Ia menatap layar kosong itu, seolah-olah menantang siapa pun yang berani menghentikannya lagi.
Dengan napas yang mulai stabil, ia mengulangi kalimat itu dalam hatinya, kali ini dengan keyakinan penuh.
"Aku harus menemukan mereka sebelum mereka menemukan kita."
AGEN5 ; {D124M4}
Habis ini kayaknya aku bakalan jeda cukup lama untuk update deh, mungkin sekitar seminggu sekali? Ya.. kalau kosong pastinya bisa aku maksimalkan untuk updatenya.
Aku janji ga akan ngilang lagi kok >_<
Maka dari itu ayo gays jangan lupa vote + komen, biar sekalipun aku capek, aku dapet penyemangat dari komentar kalian yang nantinya bisa bikin aku semangat nulisnya.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro