Keanehan Hyunjin
Setelah beberapa saat dalam keheningan yang menyesakkan, Beomgyu mengambil napas panjang, mencoba menenangkan emosinya yang berkecamuk. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik dan berjalan menuju pintu.
"Gyu." panggil Zee Cho dari belakang, suaranya rendah namun terdengar seperti perintah.
Beomgyu berhenti sejenak, tangannya menggenggam gagang pintu. Ia tidak menoleh, tidak ingin ayahnya melihat ekspresi di wajahnya. "Aku pulang sendiri." katanya singkat, suaranya dingin.
"Beomgyu, kita belum selesai bicara." balas Zee Cho, sedikit menekan.
Namun, Beomgyu tidak menjawab. Ia membuka pintu dan melangkah keluar tanpa melihat ke belakang, meninggalkan ayahnya sendirian di ruangan itu.
Beomgyu keluar dari gedung TSSI dengan langkah yang berat. Udara sore yang sejuk terasa dingin, tapi tidak cukup untuk mendinginkan gejolak emosinya. Ia tidak ingin menumpang mobil ayahnya—bahkan berpikir untuk duduk bersamanya dalam satu kendaraan terasa menyakitkan.
Ia memilih berjalan kaki ke halte terdekat, menundukkan kepala sambil memasukkan tangan ke dalam saku. Pikirannya dipenuhi dengan rasa marah, kecewa, dan frustrasi.
"Bukan lagi bagian dari AGEN5."
Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya. AGEN5 bukan sekadar tim untuknya; itu adalah keluarganya, pelarian dari luka masa lalu, dan tempat ia merasa memiliki tujuan.
Saat menunggu bus di halte yang sepi, Beomgyu memandang ke jalanan kosong di depannya. Ia teringat saat pertama kali direkrut ke AGEN5.
Yeonjun, dengan senyum percaya diri, menyambutnya sebagai anggota termuda di tim. Soobin dan Hueningkai yang selalu membuatnya tertawa dengan komentar ringan mereka, dan Taehyun yang selalu memberinya nasihat ketika ia merasa ragu.
Mereka mempercayainya. Mereka mengandalkannya. Dan kini, ia merasa seperti telah mengecewakan mereka semua.
Saat Beomgyu akhirnya sampai di rumah, suasananya terasa terlalu tenang. Jessica tidak ada di ruang tamu seperti biasanya, dan ibunya sedang di dapur, terdengar sibuk dengan suara peralatan masak.
"Gyu?" panggil ibunya ketika mendengar pintu depan terbuka.
"Ya, aku pulang." jawab Beomgyu datar, melepas sepatunya dan langsung menuju kamarnya tanpa melanjutkan percakapan.
Ibunya keluar dari dapur, melihat punggung putranya yang tampak berat. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Capek, Mah. Aku mau istirahat dulu." jawab Beomgyu,
"Bagaimana dengan hasil-"
"Mamah bisa tanyakan langsung pada Ayah nanti." ucapan Ji Ah dipotong oleh Beomgyu, ia mencoba menutup pembicaraan.
Di kamarnya, Beomgyu duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk. Tangannya menggenggam ponselnya, tetapi ia tidak tahu harus menghubungi siapa. Ia ingin berbicara dengan timnya, ingin meminta maaf karena tidak bisa mempertahankan posisinya di AGEN5, tetapi ia terlalu malu untuk melakukannya.
Ia membuka pesan grup AGEN5 di ponselnya, melihat obrolan terakhir mereka sebelum pertemuan dengan Jenderal Han. Semua percakapan itu kini terasa jauh, seperti sesuatu yang tidak lagi menjadi bagian dari hidupnya.
Tiba-tiba, layar ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk dari Yeonjun.
"Gyu, lu baik-baik aja? Gua tahu ini berat, tapi lu harus tahu, kami semua di sini untuk lu. Apa pun yang terjadi, AGEN5 adalah rumah kita. Hubungi gua kalau lu butuh teman bicara."
Beomgyu membaca pesan itu berkali-kali, tetapi tidak langsung membalas. Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya, tetapi itu hanya berlangsung sebentar sebelum ia kembali teringat pada ucapan ayahnya.
"Kamu bukan lagi bagian dari AGEN5."
Pesan itu seperti duri yang menusuk hatinya. Beomgyu meletakkan ponselnya di meja dan berbaring di ranjang, menatap langit-langit kamar yang gelap.
AGEN5 ; {D124M4}
Keesokan harinya, Beomgyu berjalan menuju sekolah dengan langkah berat. Ia masih dihantui perasaan terasing setelah apa yang terjadi di TSSI kemarin. Pikirannya terus berputar, membayangkan apa yang akan terjadi pada AGEN5 tanpa dirinya. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya.
Ketika ia tiba di kelas, suasana terasa berbeda. Biasanya, ia akan melihat Soobin duduk di dekat jendela dengan senyum kecil yang menyambutnya, atau mendengar suara candaan Hueningkai dan Taehyun dari kelas sebelah. Namun, kali ini, meja mereka kosong.
Jessica, yang duduk di samping Soobin, menoleh ke arah Beomgyu. "Kak Soobin kemana, Kak? Kok dia nggak masuk hari ini?" tanyanya dengan nada heran.
Beomgyu mengangkat bahu, mencoba terlihat santai meskipun hatinya penuh pertanyaan yang sama. "Nggak tahu. Mungkin dia lagi sakit?" jawabnya datar
Namun, dalam hati, ia tahu itu tidak benar. Tidak mungkin keempat anggota AGEN5 tidak masuk sekolah secara bersamaan kecuali sesuatu sedang terjadi.
Beberapa menit kemudian, guru masuk ke kelas dengan membawa buku catatan. Ia meletakkan buku itu di meja dan mengumumkan, "Hari ini Soobin tidak masuk karena ada urusan keluarga yang mendesak. Jadi, dia tidak bisa mengikuti kegiatan pembelajaran."
Beomgyu langsung menegakkan tubuhnya di kursi. Ia tahu persis bahwa alasan itu hanyalah kedok. Urusan keluarga adalah salah satu kode yang sering digunakan anggota AGEN5 untuk menjelaskan ketidakhadiran mereka saat menjalankan misi rahasia.
Jessica menoleh lagi ke arah Beomgyu, matanya menyipit. "Urusan keluarga? Memangnya Kak Soobin ada masalah apa di rumahnya?" tanyanya penasaran.
Beomgyu hanya menggeleng, berusaha menjaga nada suaranya tetap netral. "Dibilangin, gua juga nggak tahu. Mungkin hal penting."
Namun, Jessica masih menatapnya dengan curiga. "Kakak aneh. Biasanya Kakak tahu apa-apa soal Kak Soobin. Apa kalian lagi berantem?"
"Jessica, fokus aja sama pelajaran." potong Beomgyu, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Sepanjang pelajaran, Beomgyu sulit berkonsentrasi. Matanya memandang ke arah meja kosong Soobin, tetapi pikirannya melayang ke tim AGEN5.
"Apa yang mereka lakukan sekarang? Apakah mereka baik-baik saja?"
Hatinya terasa berat, terutama karena ia tahu bahwa mereka sedang menjalankan misi yang berbahaya, mungkin tanpa perlindungan penuh dari TSSI. Ia merasakan dorongan untuk menghubungi mereka, tetapi setelah kejadian kemarin, ia tidak yakin apakah itu ide yang baik.
AGEN5 ; {D124M4}
Di sebuah gedung tua yang tak jauh dari sekolah, dua pria berpakaian serba hitam berdiri di balik jendela. Wajah mereka sebagian tertutup oleh masker dan topi, membuat identitas mereka sulit dikenali. Salah satu dari mereka memegang sebuah tembakan yang dilengkapi peredam suara, mengarahkan bidikannya ke arah seorang siswa SMA yang tampak biasa saja.
"Jadi, kau yakin dia orangnya?" tanya salah satu pria dengan nada skeptis, matanya masih memperhatikan seorang siswa SMA yang tengah memasukkan uang ke mesin minuman di dekat jendela.
"Perintah sudah jelas." jawab pria yang memegang tembakan. "Target sesuai perintah. Tidak peduli bagaimana tampangnya sekarang, dia bisa menjadi ancaman."
Pria pertama mendengus kecil. "Dia cuma anak SMA. Tapi kalau perintahnya begitu... pastikan kau tidak meleset."
Penembak itu tidak menjawab, hanya memperbaiki posisinya dan menarik napas dalam sebelum mengarahkan bidikannya tepat ke kepala seorang siswa tersebut.
Disisi lain, Beomgyu berdiri di depan mesin minuman, memasukkan uang dan memilih minuman kaleng kesukaannya. Ia menunggu beberapa detik hingga minuman itu jatuh ke kotak bawah mesin.
Ketika kaleng minuman itu akhirnya jatuh, ia menunduk untuk mengambilnya. Namun, seberkas cahaya terang tiba-tiba memantul dari kaca mesin minuman, menyilaukan matanya. Cahaya itu terlihat seperti pantulan lensa, dan detik berikutnya, jantungnya berdegup kencang. Itu bukan cahaya biasa. Itu pantulan dari bidikan senapan.
Dengan instingnya sebagai mantan anggota AGEN5, Beomgyu menegakkan tubuh perlahan, tidak ingin membuat gerakan mendadak. Ia membalikkan badan sedikit demi sedikit, berusaha mencari sumber pantulan itu. Dan tepat seperti dugaannya, ia melihat sosok berpakaian serba hitam berdiri di gedung tua yang berhadapan dengan sekolah.
"Sial. Ketahuan." ucap pria misterius itu, panik. Ia langsung menekan pelatuknya.
DOR!
Beomgyu dengan cepat menunduk, dan peluru itu meleset, menghantam kaca mesin minuman hingga pecah berantakan. Suara kaca pecah dan tembakan membuat siswa dan siswi lain menjerit histeris. Mereka berlarian mencari perlindungan, sementara Beomgyu tetap berdiri, fokus pada pria bersenjata itu yang kini berusaha kabur.
Pria itu melompat dari posisinya di gedung lama dan mulai bergerak cepat menuju tangga. Tanpa berpikir panjang, Beomgyu berlari menuju tangga sekolah, berusaha mengejar pria itu. Langkahnya cepat, tubuhnya bergerak dengan naluri yang sudah tertanam sejak ia menjadi bagian dari AGEN5.
Saat Beomgyu hendak menuruni tangga dengan langkah terburu-buru, seseorang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan dan menabraknya keras.
BRUK!
Beomgyu terjatuh ke bawah, tubuhnya terguling beberapa anak tangga hingga berhenti di tengah landasan. Ia meringis kesakitan, merasakan nyeri di lengannya yang menghantam pegangan tangga. Saat ia mendongak, ia melihat Hyunjin berdiri di atasnya, wajahnya penuh kekhawatiran.
"Beomgyu! Lo gak apa-apa?!" suara Hyunjin terdengar, penuh kekhawatiran.
Beomgyu mengangkat wajahnya, melihat Hyunjin berlutut di sampingnya. Beomgyu menatapnya tajam, merasakan ada sesuatu yang tidak biasa."Apa yang lo lakukan?!" teriak Beomgyu, mencoba bangkit meskipun tubuhnya terasa sakit.
Hyunjin mencoba menahannya. "Lo terluka! Jangan memaksakan diri!"
Namun, Beomgyu tidak mendengarkan. Ia bangkit dengan tertatih-tatih, menggenggam lengannya yang nyeri. Matanya langsung memandang ke arah jendela, mencari pria bersenjata itu. Dari kejauhan, ia melihat pria tersebut memasuki sebuah mobil hitam yang terparkir di dekat gedung lama. Mobil itu segera melaju pergi meninggalkan area tersebut.
Beomgyu mengumpat pelan. Ia tahu ia sudah kehilangan kesempatan untuk menangkap penembaknya. Dengan napas terengah-engah, ia menuruni sisa tangga dan bergegas menuju lantai bawah.
Saat tiba di lantai bawah, Beomgyu melihat ke arah gedung lama yang menjadi lokasi penembak tadi. Ia pun memutuskan untuk berlari keluar dari halaman sekolah, melewati gerbang utama, dan langsung menyeberangi jalan menuju gedung tua tersebut. Namun, di tengah perjalanannya, suara klakson mobil terdengar keras, membuyarkan fokusnya.
Beomgyu menoleh dan melihat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Ia terlalu terkejut untuk bergerak, tubuhnya membeku di tempat.
"Beomgyu!" suara Hyunjin berteriak keras, dan dalam hitungan detik, ia merasakan tubuhnya ditarik dengan paksa. Keduanya terjatuh ke aspal, mengguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti.
Mobil itu melaju pergi tanpa melambat sedikit pun, meninggalkan suara klakson yang menggema di udara.
Hyunjin menatap Beomgyu dengan marah, memegangi lengannya yang sedikit tergores. "Lo gila ya?! Lo hampir mati barusan!"
Beomgyu tidak menjawab. Matanya kembali tertuju pada gedung lama, yang kini tampak kosong. Pria bersenjata itu sudah pergi, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengejarnya.
Namun, satu hal kini jelas di benaknya, seseorang sedang mengincarnya. Dan ia tahu bahwa ini adalah peringatan pertama dari Eclipse.
Saat Hyunjin membantu Beomgyu yang masih terhuyung, seorang penjaga sekolah datang menghampiri mereka dengan langkah cepat. Wajahnya tampak cemas, mungkin karena mendengar keributan suara kaca pecah dan tembakan sebelumnya.
"Apa yang terjadi di sini? Saya mendengar suara tembakan didalam! dan apa yang terjadi pada kalian berdua? tubuh kalian penuh dengan luka-luka!" tanyanya sambil memeriksa keadaan Beomgyu dan Hyunjin.
"Tolong antar dia ke UKS, Pak. Teman saya terluka, tadi kita hampir tertabrak mobil, Pak." jawab Hyunjin cepat sebelum Beomgyu sempat mengatakan apa-apa.
Namun, saat penjaga sekolah itu melewati Hyunjin, sesuatu yang aneh terjadi. Hyunjin, tanpa menunjukkan ekspresi mencolok, berbisik sangat pelan kepada penjaga sekolah, suaranya hampir tidak terdengar.
"Bodoh, sangat ceroboh."
Penjaga sekolah itu sedikit menoleh, namun tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya melanjutkan membantu Beomgyu berdiri tegak, membimbingnya perlahan masuk kembali ke area sekolah.
Sambil berjalan pelan ke dalam gedung, Hyunjin menatap sekilas ke arah gedung tua yang tadi menjadi tempat penembak berada. Matanya menyipit, ekspresinya sulit diartikan.
Namun, menyadari bahwa Beomgyu bisa mencurigainya jika ia terlalu lama memperhatikan gedung itu, Hyunjin segera mengalihkan pandangannya. Ia mempercepat langkah untuk menyusul Beomgyu yang sedang dipapah oleh penjaga sekolah.
AGEN5 ; {D124M4}
Langkah kaki cepat terdengar di sepanjang koridor sekolah. Beberapa siswa yang lewat memandang dengan bingung saat sosok tinggi berpakaian militer penuh wibawa berjalan dengan langkah besar menuju ruang UKS. Pintu ruang UKS didorong terbuka dengan keras, dan sosok itu adalah Zee Cho.
Di dalam ruangan, suasana yang semula sibuk seketika menjadi hening. Wali kelas Beomgyu, kepala sekolah, bahkan beberapa polisi yang sedang berdiskusi di sekitar ranjang UKS langsung berhenti berbicara. Semua orang menoleh, seolah merasa terintimidasi oleh aura tegas yang dibawa oleh Jenderal besar itu.
Beomgyu, yang sedang duduk di atas ranjang dengan ekspresi lelah, perlahan mengangkat wajahnya. Ia menatap sosok ayahnya yang berdiri di ambang pintu. Dengan suara serak, ia memanggil pelan, "Ayah..."
Tatapan Zee Cho yang biasanya dingin dan penuh wibawa kini berubah. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang dalam, sesuatu yang jarang terlihat dari pria sepertinya. Pandangannya jatuh pada tubuh Beomgyu yang tampak kelelahan dengan beberapa luka ringan yang baru saja dibersihkan.
Hatinya terasa berat. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Kembali gagal melindungi putranya, dan melihatnya terluka kembali.
Tanpa berkata apa-apa, Zee Cho berjalan cepat ke arah Beomgyu. Ia berhenti sejenak di depan putranya, menatapnya dalam-dalam, sebelum akhirnya ia merengkuh Beomgyu dalam pelukan yang erat.
Tak lama para bawahan yang ditugaskan mengawal Zee Cho menyusul keruangan. Semua orang di dalam ruangan terkejut melihat tindakan Zee Cho. Sosok yang dikenal tegas dan tanpa kompromi ini kini menunjukkan sisi emosional yang jarang terlihat. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, hanya pelukan erat yang penuh makna.
Beomgyu terdiam di pelukan ayahnya, matanya perlahan memerah. Ia tidak ingat kapan terakhir kali Zee Cho memeluknya seperti ini. Meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya, kehangatan pelukan ayahnya sedikit meredakan rasa takut yang menguasai hatinya.
"Maafkan Ayah..." bisik Zee Cho, nyaris tidak terdengar.
Setelah beberapa saat, Zee Cho melepaskan pelukannya, meskipun ia masih menatap putranya dengan tatapan penuh perhatian. Ia menoleh ke arah kepala sekolah dan polisi yang berdiri di sekitar, lalu suaranya terdengar tegas namun rendah.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada yang menuntut penjelasan.
Salah satu polisi maju dan menjelaskan semua yang terjadi berdasarkan keterangan dengan hati-hati.
Setelah mendengar penjelasan singkat itu, Zee Cho mengambil alih situasi. Ia menoleh pada polisi. "Pastikan area gedung tua itu disisir dengan teliti. Saya ingin laporan lengkap dalam waktu secepatnya."
"Baik, Jenderal." jawab salah satu polisi sambil memberi hormat.
Lalu, Zee Cho beralih pada kepala sekolah. "Untuk saat ini, saya tidak ingin Beomgyu berada di sekolah. Keamanan putra saya adalah prioritas utama. Saya akan mengatur agar dia tetap mengikuti pelajaran dari rumah."
Kepala sekolah tampak ragu, tetapi akhirnya mengangguk. "Kami akan bekerja sama, Tuan."
Sementara semua orang di ruangan tampak sibuk dengan diskusi serius, Beomgyu hanya duduk diam. Ia tahu bahwa ayahnya melakukan ini untuk melindunginya, tetapi ia tidak bisa menghilangkan rasa frustrasi yang terus tumbuh.
Jika seperti ini, dirinya hanya akan semakin dikurung, pikir Beomgyu.
Hyunjin yang berdiri di sudut ruangan memandang Beomgyu dengan ekspresi sulit ditebak. Tatapannya bergantian antara Beomgyu dan Zee Cho, yang kini sibuk memberikan instruksi kepada polisi dan kepala sekolah. Ia terlihat gelisah, meskipun berhasil menyembunyikannya di balik sikap tenangnya.
Setelah memastikan perhatian semua orang tidak tertuju padanya, Hyunjin diam-diam melangkah keluar dari ruang UKS. Ia menutup pintu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang mencurigakan, lalu berjalan cepat menyusuri koridor sekolah yang kini sepi karena sebagian besar siswa sedang berada diruang kelas dan sedang ditenangkan oleh tiap wali kelasnya atas peristiwa barusan.
Hyunjin mengeluarkan ponselnya dari saku, memeriksa sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihat. Setelah itu, ia mengetikkan sesuatu dengan cepat, lalu menempelkan ponsel ke telinganya.
Suara di seberang segera menjawab dengan menggunakan bahasa Jepang, nada bicaranya tegas dan dingin. "Apa yang terjadi?"
Hyunjin menelan ludah, suaranya hampir berbisik. "Tugasnya, gagal."
Orang di seberang terdiam sejenak sebelum bertanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih menekan. "Gagal?"
Hyunjin menatap lantai koridor dengan rahang yang mengeras. "Dia ketahuan sebelum sempat menyelesaikan pekerjaannya."
Ada keheningan panjang di seberang telepon sebelum suara itu akhirnya berbicara lagi. "Ini mengecewakan, Hyunjin."
"Aku tahu." jawab Hyunjin cepat. "Aku minta maaf."
Tanpa ada jawaban lagi, panggilan pun diakhiri secara sepihak, meninggalkan Hyunjin berdiri sendirian di koridor yang sunyi.
AGEN5 ; {D124M4}
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro