Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hadiah








Gelap. Itulah satu-satunya hal yang Soobin rasakan sepanjang perjalanan.

Matanya ditutup dengan kain tebal, sementara kedua telinganya tersumbat benda keras yang meredam hampir semua suara. Ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, dan satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah merasakan getaran langkah kaki orang-orang di sekitarnya.

Udara di ruangan yang membawanya terasa lembab, dan setiap hentakan kecil yang terasa di tubuhnya memberitahu bahwa ia sedang melewati lorong yang panjang. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia dibawa pergi, tetapi tubuhnya mulai terasa pegal karena terus-menerus dituntun tanpa tahu ke mana ia akan dibawa.

Tiba-tiba, langkah kaki berhenti. Kedua tangan Soobin yang terikat ditarik dengan kasar sebelum tubuhnya didorong ke sebuah kursi. Suara rantai bergemerincing saat kakinya juga diikat ke kaki kursi.

Beberapa detik kemudian, penutup matanya dilepas, membuat Soobin harus menyipitkan mata karena cahaya terang yang menyilaukan. Butuh beberapa detik baginya untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Ia berada di sebuah ruangan beton yang kosong, kecuali meja besi di depannya dan dua pria berpakaian hitam yang berdiri mengawasinya. Lampu putih terang menyala tepat di atas kepalanya, membuat bayangan mereka terlihat samar di sekeliling ruangan.

Seorang pria duduk di kursi seberang meja, menatapnya dengan tatapan dingin. Wajahnya tidak begitu jelas karena sebagian tertutup masker hitam, tetapi matanya menunjukkan ketajaman yang membuat Soobin merasakan ancaman besar.

"Jadi, ini dia salah satu anggota AGEN5 yang selama ini membuat kami kerepotan." ujar pria itu, suaranya datar tapi mengandung nada mengejek.

Soobin tetap diam, tatapannya penuh dengan kewaspadaan.

Pria itu menghela napas pendek sebelum menatap Soobin lebih tajam. "Aku akan langsung ke intinya. Beritahu kami semua yang kau tahu tentang AGEN5. Nama lengkap, spesialisasi, sistem operasi, dan akses ke markas besar TSSI."

Soobin tidak menanggapi. Ia hanya menatap pria itu tanpa ekspresi, meskipun di dalam dirinya, rasa panik mulai merayap perlahan.

Melihat Soobin yang tetap diam, pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi dan tersenyum kecil. "Kau tidak akan bicara, ya?"

Soobin tetap tidak bereaksi.

Tanpa peringatan, pria di belakangnya menendang kursi yang didudukinya dengan kasar, membuat tubuh Soobin sedikit terhempas ke depan. Lengan kursi yang keras menghantam tulang rusuknya, membuatnya meringis kesakitan.

"Aku tidak suka membuang waktu." pria itu berkata, kali ini dengan nada yang lebih dingin.

"Kau bisa membuat ini mudah, atau kau bisa memilih cara sulit."

Soobin menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Jangan panik, tenangkan dirimu, Soobin."

Namun, ketika pria di belakangnya mencengkeram rambutnya dan menarik kepalanya ke belakang, rasa takut mulai menjalar lebih kuat di tubuhnya.

"Ayo, katakan sesuatu." suara pria itu terdengar semakin dekat di telinganya.

Soobin menggigit bibirnya, menahan rasa sakit.

Setelah beberapa menit tanpa jawaban, pria di depannya tertawa kecil. "Baiklah. Jika kau tidak mau bicara, biar aku saja yang memberi jawaban."

Soobin mengerutkan kening.

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Tim AGEN5, terdiri dari lima orang. Pemimpinnya, Beomgyu, seorang analis dan eksekutor dengan strategi yang tajam. Yeonjun, spesialis pertempuran jarak dekat. Taehyun, ahli teknologi yang mampu menembus sistem mana pun. Hueningkai, pemanipulasi situasi dengan kecerdasan taktisnya. Dan terakhir, kau, Soobin si pengamat taktis dengan insting analisis yang kuat-namun sayangnya, terlalu mudah panik dalam situasi berbahaya."

Soobin membelalakkan mata. "Bagaimana mereka tahu semua itu?!"

Pria itu tersenyum melihat ekspresi keterkejutan Soobin. "Ah, kau terkejut, ya?"

Pria itu melanjutkan, seolah sedang membaca laporan rahasia. "Kalian adalah tim elit yang direkrut oleh Damien di bawah pengawasan langsung Jenderal Han. Markas utama kalian berada di bawah TSSI dengan akses masuk melalui jalur keamanan tiga lapis."

Soobin mulai berkeringat dingin.

"Kalian adalah unit independen, yang meskipun kecil, cukup berani untuk mengancam Eclipse." pria itu melanjutkan.

"Kalian melakukan infiltrasi ke Hong Kong, tapi sayangnya, kalian tidak cukup berhati-hati. Bukankah begitu?"

Soobin mengepalkan tangannya. Eclipse tahu terlalu banyak tentang mereka.

Namun, yang lebih buruk lagi adalah pertanyaan berikutnya.

Pria itu menatapnya tajam, matanya seolah menembus pikiran Soobin. Lalu, dengan suara tenang tetapi penuh makna, ia bertanya,

"Apakah orang itu... dengan kode name D124M4, melakukan pekerjaannya dengan baik?"


Darah Soobin seakan membeku di tempat.

Ia menatap pria itu dengan kebingungan, tetapi juga ketakutan.

"D124M4...?"

Tidak ada satu pun agen di TSSI dengan kode name itu.

"Apa maksudmu?" suara Soobin terdengar lebih serak dari yang ia duga.

Pria itu hanya tersenyum tipis. "Oh? Jadi kau juga tidak tahu? atau... belum tahu? Menarik."

Ia bersandar kembali di kursinya, seolah menikmati kebingungan Soobin. "Kalau begitu, mungkin aku seharusnya tidak memberitahumu."

Soobin mengepalkan tangannya lebih erat. Otaknya berputar cepat, mencoba menganalisis situasi.

"D124M4... siapa itu? Jika bahkan aku tidak tahu, apakah itu berarti ada seseorang yang bekerja di dalam TSSI tanpa sepengetahuan kami? Atau lebih buruk... apakah itu berarti ada agen rahasia di antara kami yang bekerja untuk Eclipse?"

Soobin mengatur napasnya, mencoba menenangkan diri, tetapi ketakutan yang merayap di dadanya semakin kuat.

Pria itu berdiri dari kursinya, menepuk bahu Soobin dengan ringan. "Aku akan memberimu waktu untuk memikirkan pertanyaanku."

Ia lalu berjalan menuju pintu, sebelum berhenti sejenak dan menoleh kembali.

"Dan satu lagi, Soobin." katanya, suaranya penuh dengan ejekan.

"Katakan pada teman-temanmu... permainan selanjutkan akan segera dimulai."




AGEN5 ; {D124M4}




Cahaya pagi menyelinap melalui jendela rumah Soobin yang sudah dipenuhi dengan garis-garis garis polisi. Beberapa petugas masih berada di dalam, mengumpulkan bukti dari tempat kejadian, tetapi satu hal sudah pasti-Soobin telah menghilang, dan tidak ada satu pun petunjuk ke mana ia dibawa.

Ibunya duduk di sofa ruang tamu, wajahnya masih terlihat kebingungan. Seorang petugas medis telah memeriksanya dan memastikan bahwa ia tidak mengalami luka serius, tetapi ada sesuatu yang lebih mengganggu-ingatan tentang malam itu benar-benar hilang.

"Aku hanya ingat sedang merapikan bunga-bunga untuk besok..." katanya pelan, suaranya bergetar.

"Lalu... lalu aku terbangun dan melihat rumah sudah berantakan."

Pisau yang tergeletak di lantai, pecahan kaca dari vas yang jatuh, dan bekas pergelutan yang samar di karpet adalah satu-satunya bukti bahwa Soobin sempat berusaha melawan sebelum dibawa pergi.


Beomgyu, Hueningkai, dan Jenderal Han tiba di depan rumah Soobin dengan langkah tergesa-gesa. Rumah itu dipenuhi garis polisi, dengan beberapa petugas yang masih melakukan penyelidikan di dalam.

Pintu rumah terbuka, dan dari luar, Beomgyu bisa melihat betapa berantakannya ruang tamu. Pecahan kaca di lantai, kursi yang sedikit bergeser, dan jejak pergelutan yang samar.

Namun, pandangannya langsung tertuju pada sosok seorang wanita yang duduk di sofa dengan wajah penuh kecemasan-Meera, ibu Soobin.

Begitu melihat Beomgyu memasuki rumah, Meera langsung berdiri, matanya yang sembab terlihat semakin merah. Ia berlari kecil menghampiri Beomgyu dan langsung memeluknya erat, seolah berpegangan pada satu-satunya harapan yang tersisa.

"Beomgyu... Soobin..." suaranya bergetar, tangannya mencengkeram erat punggung Beomgyu.

"Dia hilang... anakku hilang... bagaimana jika sesuatu terjadi padanya?"

Beomgyu terdiam sesaat, merasakan pelukan penuh kepanikan dan ketakutan dari wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Ia menutup matanya, menguatkan dirinya sendiri sebelum melepaskan pelukan itu dengan lembut.

Meera menatapnya, air matanya menetes di pipinya. "Ibu tidak tahu apa yang terjadi... Ibu hanya bangun dan melihat rumah sudah berantakan... mereka mengambil Soobin, Gyu. Bagaimana jika mereka..."

Beomgyu menggenggam tangan Meera dengan erat, suaranya tenang namun penuh keyakinan. "Soobin akan baik-baik saja, Bu. Aku janji... Aku akan membawa dia kembali ke rumah."

Meera menatapnya dengan harapan yang bercampur ketakutan. "Mereka... mereka tidak akan menyakitinya, kan?"

Beomgyu mencoba tersenyum kecil, meskipun hatinya sendiri sedang kacau. "Soobin itu kuat. Aku yakin dia bertahan di luar sana, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya."

Hueningkai yang berdiri di belakang Beomgyu ikut mendekat, tangannya dengan lembut menyentuh bahu Meera. "Kami semua akan menemukannya, Bibi. Kak Soobin bukan hanya teman kami... dia sudah kami anggap seperti keluarga."

Meera mengangguk, meskipun wajahnya masih dipenuhi kekhawatiran.

Jenderal Han, yang sejak tadi diam mengamati, akhirnya berbicara dengan nada serius. "Kita harus bergerak cepat. Eclipse tidak akan meninggalkan jejak yang mudah diikuti, tetapi jika mereka mengambil Soobin, pasti ada alasan besar di baliknya."

Beomgyu mengangguk, kembali fokus pada misinya. Ia harus menemukan Soobin. Tidak peduli seberapa berbahayanya Eclipse, ia tidak akan membiarkan mereka menang.


Hari itu terasa seperti mimpi buruk yang tidak ada habisnya. Seharian penuh Beomgyu, Yeonjun, dan Hueningkai bergulat dengan berbagai petunjuk yang mereka temukan, mencoba mencari jejak keberadaan Soobin. Namun, semakin dalam mereka menggali, semakin besar kebuntuan yang mereka hadapi.

Di ruangan operasi taktis AGEN5, layar komputer menyala dengan data yang berhamburan, tetapi tidak ada satu pun yang mengarah langsung pada lokasi Soobin.

Beomgyu duduk di depan layar dengan ekspresi tegang, tangannya mencengkeram rambutnya.

"Tidak masuk akal... Jika Eclipse benar-benar menculiknya, kenapa mereka tidak meninggalkan tuntutan atau permintaan tebusan? Mereka menghilangkan Soobin begitu saja."

Yeonjun bersandar di meja, wajahnya juga menunjukkan frustrasi.

"Bukan hanya itu. Taehyun masih di rumah sakit, dan sekarang Soobin menghilang. Ini bukan kebetulan. Dari awal, mereka memang mengincar kita. Tapi untuk apa?"

Hueningkai yang duduk di sudut ruangan dengan laptopnya menatap kosong layar yang masih menampilkan rekaman CCTV dari berbagai titik yang sudah mereka analisis. "Kita bahkan tidak tahu apa tujuan Eclipse mengincar kita..." gumamnya.

Suasana ruangan terasa semakin berat, seolah oksigen perlahan menghilang. Semua orang kelelahan secara fisik maupun mental, tapi menyerah bukanlah pilihan.

Namun, ketegangan itu tiba-tiba terpotong saat pintu ruang AGEN5 terbuka dengan keras.


BRAK!


Suara itu menggelegar di ruangan, membuat semua orang sontak menoleh.

Seorang petugas berlari masuk dengan napas tersengal, wajahnya penuh dengan kepanikan. Tangannya gemetar saat ia membawa sebuah perangkat perekam suara telepon perusahaan.




AGEN5 ; {D124M4}




Ruangan AGEN5 terasa semakin menyesakkan. Hanya suara dengungan perangkat elektronik yang terdengar, tetapi selain itu, semua orang diam membeku.

Beomgyu, Yeonjun, Hueningkai, Damien, dan Jenderal Han berdiri kaku di tempat mereka, sementara petugas yang membawa rekaman suara masih menunduk, tangannya sedikit gemetar setelah mendengar isi pesan itu.

Suara pria dalam rekaman yang baru saja mereka dengar menggema kembali di kepala mereka.

"TSSI... kalian terlalu lama bersembunyi di balik bayangan, mengira diri kalian tak tersentuh. Tapi kini, tibalah saatnya bagi kalian untuk jatuh."

Suara itu terdengar tenang, tetapi ada sesuatu di balik ketenangan itu-sebuah ancaman yang dingin, penuh kepastian, seperti hukuman mati yang sudah ditentukan.

"Kami muak melihat kalian bermain sebagai pahlawan. Kalian pikir bisa menyelamatkan semua orang? Bisa melawan kami? Tidak. Ini bukan peringatan. Ini deklarasi perang."

Beomgyu mengepalkan tangannya.

"Kami telah mengibarkan bendera peperangan. Dan seperti perang lainnya... hanya akan ada satu pemenang. Kalian, atau kami."

Suara pria itu berhenti sebentar, sebelum melanjutkan dengan nada yang sedikit lebih ringan, tetapi justru terasa lebih menyeramkan.

"Sebagai awalan, kami akan memberikan kalian sebuah hadiah."

Mata Beomgyu menyipit.

"Dan kami juga akan mengembalikan teman kecil kalian... Soobin."

Detak jantung semua orang di ruangan itu berdegup kencang.

"Terdapat lima tempat di mana hadiah itu berada. Lima tempat penting bagi negeri ini. Di antara hadiah-hadiah itu, salah satunya adalah Soobin. Temukan mereka sebelum pukul 5:53 besok sore... jika tidak, kalian tidak akan mendapatkannya kembali."

Beomgyu bisa merasakan hawa dingin merambat di tulang punggungnya.

"Oh, dan satu hal lagi..."


"Kami harap kalian suka dengan hadiah yang kami berikan."


Klik

Pesan suara pun berakhir.




AGEN5 ; {D124M4}




Gedung TSSI berubah menjadi pusat kekacauan dalam hitungan menit setelah rekaman suara itu diputar. Para agen dan staf intelijen berlari-lari, membawa laporan, mengetik dengan panik di komputer mereka, dan meneriakkan instruksi melalui telepon.

Suara sepatu menghentak di lantai, komunikasi radio yang tidak henti-hentinya berderak di udara, dan sirine dari luar gedung semakin memperkeruh suasana.

Tidak ada yang bisa beristirahat. Tidak ada yang bisa mengendurkan kewaspadaan.

Karena mereka sedang berpacu dengan waktu.

Masalah terbesarnya? Si penelepon tidak memberitahu lokasi pasti dari kelima hadiah yang mereka sebutkan.

Itu berarti TSSI harus mencari sendiri tempat-tempat yang dimaksud, mengandalkan semua sumber daya yang mereka miliki-dan itu tidaklah mudah.

Ruang konferensi utama di Gedung TSSI dipenuhi oleh orang-orang paling berpengaruh dalam pertahanan negara. Jenderal Besar Zee Cho, Jenderal Han, Menteri Pertahanan, Ketua Kepolisian, Kapten Agen Detektif Seoul, serta Damien dan Beomgyu dari AGEN5 duduk mengitari meja oval yang dipenuhi dokumen dan laporan darurat.

Di sisi lain meja, Kepala Badan Intelijen Nasional duduk dengan ekspresi tajam, sementara Kepala Keamanan Siber sesekali mengecek perangkatnya, mengantisipasi potensi ancaman digital. Komandan Pasukan Khusus Korea Selatan tampak serius, siap mengerahkan pasukannya jika diperlukan.

Suasana di ruang konferensi utama Gedung TSSI begitu tegang. Tidak ada seorang pun yang berbicara untuk beberapa saat. Hanya suara lembaran laporan yang dibalik dan dentingan pena yang mengetuk meja. Jenderal Besar Zee Cho akhirnya menarik napas dalam, lalu menatap tajam seluruh orang di ruangan.

"Kita tidak bisa menebak secara acak. Kita harus memastikan tempat yang harus diprioritaskan." ucapnya tegas.

Menteri Pertahanan mengangguk. "Lima tempat disebutkan dalam pesan mereka, tapi mereka tidak menyebutkan lokasinya dengan jelas. Itu artinya mereka ingin kita membuang waktu untuk menebak."

Kapten Agen Detektif Seoul bersandar di kursinya, matanya menatap peta di layar. "Tapi kita bisa menyusun daftar tempat-tempat yang paling mungkin menjadi target."

Jenderal Han melirik laporan yang ada di depannya sebelum berbicara. "Kita berasumsi bahwa lima lokasi yang dimaksud memiliki nilai strategis dan bisa mengguncang negeri ini. Jika kita berbicara tentang ancaman skala besar, maka kemungkinan besar tempat-tempat ini termasuk, Istana Kepresidenan, Bandara Internasional Incheon, Menara Namsan, Pembangkit Listrik Yeongheung, dan..."

Ia berhenti sejenak, lalu melirik sekeliling ruangan dengan wajah tegang.

"Gedung TSSI sendiri."

Hening. Semua orang merasakan hawa dingin merayap di punggung mereka.

Kepala Badan Intelijen Nasional akhirnya bersuara. "Jika Gedung TSSI menjadi target, itu berarti Eclipse berniat menghancurkan pusat pertahanan dan intelijen kita."

Beomgyu mengetukkan jarinya di meja, menatap peta dengan penuh fokus. "Bukan hanya itu. Jika mereka berhasil meledakkan gedung ini, mereka bukan hanya menghilangkan kita, tetapi juga sistem informasi pertahanan negara."

Kepala Keamanan Siber menyela, suaranya datar namun tegas. "Bahkan jika mereka tidak berniat meledakkan gedung ini, mereka bisa saja menyusup ke dalam sistem kita, menghapus data, atau lebih buruk lagi-mengendalikan komunikasi militer kita."

Damien, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara dengan nada dingin. "Bukan hanya Gedung TSSI yang mengkhawatirkan. Jika mereka menargetkan Pembangkit Listrik Yeongheung, itu berarti mereka ingin melumpuhkan energi Seoul. Pemadaman listrik massal akan menciptakan kepanikan di seluruh kota."

Beomgyu mengangguk pelan, "Dan jika Menara Namsan dihancurkan, kita kehilangan komunikasi. Kita akan buta tanpa informasi."

Jenderal Han mengetuk jarinya ke meja dengan keras. "Tidak ada keraguan lagi. Ini adalah serangan yang dirancang untuk menciptakan kekacauan total. Tapi sekarang kita perlu membahas kemungkinan terburuk..."

"Apa yang mereka maksud dengan 'hadiah'?"


Semua mata tertuju ke tengah meja, di mana laporan ancaman sebelumnya dari Eclipse tersebar. Tidak ada satu pun yang berani berbicara untuk beberapa detik.

Akhirnya, Menteri Pertahanan memecah keheningan. "Ada tiga kemungkinan besar."

Ia mengangkat satu jari. "Kemungkinan pertama, bom."

Jenderal Han mengangguk dalam. "Ini yang paling masuk akal. Lima bom di lima lokasi berbeda. Jika diledakkan secara bersamaan, kita menghadapi bencana berskala nasional."

Ketua Kepolisian menambahkan, "Pengeboman tidak hanya menyebabkan korban jiwa, tetapi juga akan menghancurkan kepercayaan publik terhadap keamanan negara. Jika mereka benar-benar menanam bom, kita harus menemukannya sebelum batas waktu berakhir."

Menteri Pertahanan mengangkat jari kedua. "Kemungkinan kedua, penculikan tambahan."

Ruangan menjadi semakin sunyi.

Damien menyipitkan mata. "Kau berpikir mereka tidak hanya mengambil Soobin, tetapi juga berencana mengambil orang-orang lain?"

Menteri Pertahanan mengangguk. "Ya. Bisa saja mereka menargetkan figur penting-politisi, ilmuwan, bahkan orang-orang yang terlibat dalam proyek pertahanan. Jika Soobin hanyalah awal dari rencana besar mereka, maka kita harus bersiap menghadapi lebih banyak korban."

Beomgyu mengepalkan tangannya, memikirkan kemungkinan bahwa Soobin tidak sendirian dalam cengkeraman Eclipse.

Menteri Pertahanan lalu mengangkat jari ketiga. "Kemungkinan ketiga, serangan siber atau sabotase."

Kepala Keamanan Siber mengangguk cepat. "Mereka bisa saja menggunakan waktu ini untuk mengalihkan perhatian kita dari serangan yang sebenarnya-menyusup ke sistem pertahanan kita, mencuri data militer, atau bahkan melumpuhkan jaringan keamanan nasional."

Damien menyandarkan punggungnya ke kursi, wajahnya terlihat semakin gelap. "Apa pun yang mereka rencanakan, ini bukan sekadar terorisme biasa. Eclipse sedang menciptakan strategi untuk meruntuhkan kita dari dalam."

Setelah beberapa saat pertimbangan, Jenderal Besar Zee Cho mengetuk meja dengan keras.

"Kita tidak bisa menunggu lebih lama. Mulai sekarang, kita bergerak!"

Jenderal Han mengambil alih. "Setiap lokasi harus dijaga dengan ketat. Kita akan membagi tim terbaik untuk menyisir lima kemungkinan tempat ini. Operasi ini harus berjalan tanpa kesalahan."

Damien menatap Beomgyu sekilas, lalu berkata, "Aku akan tetap di Gedung TSSI. Jika mereka berencana menyerang markas kita, aku akan memastikan mereka tidak berhasil."

Beomgyu mengangguk. "Aku akan mengerahkan anggota tim lain untuk berpencar, Yeonjun akan ikut ke Bandara Incheon dan Hueningkai ikut ke pembangkit listrik yeongheung. Sedangkan aku akan ke menara-"

Jenderal Zee Cho menyela ucapan Beomgyu.

"Beomgyu, kau ikut denganku ke Istana Kepresidenan."

Beomgyu yang sudah bersiap dengan misinya di Menara Namsan, menoleh dengan ekspresi kaget. "Tunggu, apa?"

Jenderal Han melipat tangan di dadanya. "Kita butuh analis terbaik di lokasi paling sensitif. Jika Eclipse benar-benar menargetkan Istana Kepresidenan, kita tidak bisa membiarkan celah sedikit pun."

Beomgyu mengepalkan tangannya. "Tapi tim lain juga butuh dukungan taktis di lapangan-"

"Dan kau akan memberikan dukungan itu dari tempat yang paling penting." potong Zee Cho dengan nada yang tak bisa dibantah.

"Istana Kepresidenan adalah prioritas utama. Jika Eclipse memiliki rencana besar, kau harus ada di sana untuk menganalisis situasi secara langsung dan memastikan kita selalu selangkah lebih maju."

Damien menatap Beomgyu sejenak sebelum akhirnya angkat bicara. "Kau tahu dia benar, kan? Kita tidak bisa mengambil risiko di tempat ini."

Beomgyu menarik napas dalam, matanya menatap ke meja. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Istana Kepresidenan memang target yang paling strategis.

Ia akhirnya mengangguk. "Baik. Aku akan ikut ke Istana Kepresidenan."

Zee Cho menatapnya sejenak sebelum akhirnya berkata dengan nada lebih lembut. "Percayalah, ini bukan hanya soal melindungi istana. Ini juga tentang memastikan tidak ada lagi korban dari AGEN5."

Beomgyu menegakkan punggungnya, tatapannya kini kembali tegas. "Kalau begitu, kita tidak akan membiarkan mereka menang."

Jenderal Han mengetuk meja sekali lagi. "Kita bergerak sekarang."
















AGEN5 ; {D124M4}

Sesuai yang dijanjikan akan ku usahakan update setiap seminggu sekali :))

Gimana chapter kali ini, kedepannya nanti akan makin menjadi-jadi nih



Jadi mendekati ending maksudnya hehe

Jangan lupa vote + komen biar aku makin semangat nulisnya

sampai jumpa di chapter selanjutnya

>_<

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro