Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13. Choices

Setiap pilihan yang kita ambil pasti akan memiliki dampak pada akhirnya.
Sebelum membuat keputusan tentu kita belum mengetahui hasilnya
Terkadang kita takut untuk mengambil keputusan.
Lalu,apa yang akan kalian pilih? Terus maju kedepan. Atau tetap diam ditempat.

Narator pov

'Dimana ini?' Tanya Rendi di benaknya. Ia kini berada di sebuah tempat entah berantah yang dikirimkan oleh seekor naga betina bernama Elena.

Tempat yang Rendi tempati sekarang adalah sebuah dimensi tanpa ada apapun di dalamnya. Yang ada hanya kegelapan disekelilingnya. Tak ada setitik cahaya yang bersinar, bahkan Rendi juga tak bisa melihat tubuhnya sendiri.

'Apa ini dimensi kegelapan yang naga itu maksudkan? Tubuhku tak dapat kulihat,tapi aku dapat merasakan bahwa aku baik baik saja. Aku juga dapat merasakan tubuhku tak melayang layang tapi sedang berpijak di atas sesuatu yang keras. Aish aku tak bisa lihat apapun. Apakah dimensi ini kosong? Bisa gawat kalau ada penghuninya. Apalagi bisa melihat di dalam gelap.'

Setelah itu, Rendi berjalan dengan sangat hati hati di dalam kegelapan yang ia tak ketahui ujungnya.

Telinga Rendi sempat menangkap suara gemerisik di dekatnya. Dengan spontan Rendi langsung bersiaga. "Siapa disana?!" Teriaknya.

Namun tak ada balasan, suara gemerisik tersebut sudah menghilang. Namun Rendi masih diam di tempat dengan kewaspadaannya yang tinggi.

Srek srek

Suara tersebut kembali terdengar di telinga Rendi. Kali ini suara tersebut lebih dekat dari sebelumnya.

Srek srek srek

Semakin dekat....

Tubuh Rendi mulai gemetaran lantaran tak mengetahui apa penyebab suara itu. Apakah itu musuh maupun kawan ia tak tahu.

"Bagaimana jika ia musuh? Atau mungkin ia teman? Akh atau hanya perasaanku saja. Atau busa saja itu cuma hewan yang tinggal disini. Namun hewan apa yang tinggal di kegelapan total ini? Tapi... ini kan dunia fantasi. Di sini apa yang tak mungkin menjadi mungkin.."

Benak Rendi telah dipenuhi berbagai skenario apa yang akan terjadi padanya. Mulai dari skenario terburuk hingga kemungkinan kecil ia selamat.

"Ukh sial. Tubuhku basah kena keringat, ditambah lagi tubuhku gemetaran hebat. Sepertinya suara tersebut hanya bejarak 2 hingga tiga meter dariku. Ukh.... aku mencoba merapalkan mantra namun itu terlalu berisiko. Aku tak tahu apa itu."

Rendi masih diam di tempatnya. Ia mencoba untuk tak menghasilkan suara. Sementara suara gemerisik itu sudah berada di depan Rendi. Di saat itu Rendi mencoba menahan nafasnya.

Srek srek srek

Suara tersebut bergerak tepat di samping Rendi. Dan lama kelamaan suara tersebut melintasi Rendi seakan tak ada apapun di sampingnya.

Ketika suara tersebut sudah menghilang Rendi menghela nafas dengan lega. Ia kembali berjalan berbalik arah dari suara tersebut. Namun..

"Aduh... cerobohnya. Ahahaha tubuhku ternyata masih sedikit gemetaran untungnya tempat ini gelap tak ada yang liat."

Rendi tersandung dan terjatuh tersungkur, di dalam pikirannya ia membayangkan apabila dirinya terjatuh seperti ini di depan Loki dan Evelyn. "Mereka pasti menertawakanku.." Batinnya.

"Huh? Darah?" Rendi langsung tersadar dari lamunannya begitu ia melihat cairan darah segar menggenang di telapak tangannya.

Ia langsung mencoba mencari sumber darah tersebut dan menemukan sebuah luka sayatan di dada kirinya.

Seolah baru bangun dari mimpinya Rendi baru merasakan rasa sakit yang luarbiasa di tubuhnya. Lukanya berdenyut denyut dan perih.

"Sejak kapan aku terluka? Tak mungkin hanya karna jatuh aku bisa luka separah ini... eh tunggu dulu..."

Buagh

Sesuatu melempar tubuh Rendi kearah samping. Rendi hanya terhempas tanpa mengetahui siapa penyerangnya.

Ia mncoba bangkit namun ada sesuatu yang menahan tubuhnya untuk bangkit. Spontan Rendi langsung menggeliat kemudian menendang sosok yang menahannya.

Begitu cengkraman sosok tersebut terlepas. Tanpa pikir panjang Rendi segera berlari menjauh dari tempat itu sejauh mungkin.

Ia tak mempedulikan luka sayatan di tubuhnya. Ia tak lagi mempedulikan suara langkah kakinya yang keras. Rendi tak ingin mengambil resiko menggunakan sihir karna akan menghasilkan cahaya dan menarik perhatian apapun yang ada disini.

Sesuatu menerjangnya dari belakang. Membuat Rendi jatuh tersungkur. Seluruh dunianya menjadi gelap namun bukan karna kegelapan disekelilingnya namun karna kini ia menutup kedua kelopak matanya. Hal terakhir yang ia ingat hanya aroma darah segar yang Rendi yakin adalah miliknya sendiri.

-------------------------

"Apa ini?"

Scarlet bertanya tanya dalam hatinya. Ia dapat merasakan dirinya melayang layang di dalam kegelapan. Ia mencoba berjalan namun tak bisa. Tak ada pijakkan baginya untuk berjalan.

Tak ada apapun disekelilingnya. Namun sedetik kemudian, muncul deretan bintik bintik cahaya disekelilingnya. Pemandangan disekitar Scarlet berubah seperti ia tengah di luar angkasa. Namun jika dioerhatikan lebih teliti bintik bintik cahaya tersebut adalah semua ingatan milik Scarlet.

Setiap titik menyimpan satu ingatan. Tak hanya itu, titik cahaya tersebut juga mrmbuktikan bahwa Scarlet ada di dunia ini. Bahwa ia nyata.

Scarlet tersenyum senang ketika ia melihat ke salah satu titik yang menyimpan ingatannya ketika sedang latihan bersama Evelyn.

Senyuman Scarlet langsung hilang begitu cahaya yang disentuhnya redup kemudian menghilang bagai tak pernah ada. Tak lama kemudian ada satu titik cahaya lagi yang hilang. Yakni yang menyimpan ingatannya ketika pertama kali bertemu dengan Evelyn.

"Siapa itu Evelyn? Tunggu dia kan sahabatku sejak lama tapi.. kapan kiranya kami bertemu? Aku hanya ingat tiba tiba ia menjadi temanku itu saja ukh...."

Scarlet coba mengingat kapan ia bertemu dengan Evelyn. Ia mencoba menggali semua ingatan di dalam benaknya namun tak membuahkan hasil. Semakin ia mencoba mengingat maka semakin pudar ingatannya.

Perlahan lahan, cahaya disekeliling Scarlet semakin pudar diiringi dengan Scarlet yang mulai merasa pening hebat menyerang kepalanya.

Ribuan cahaya di tempat itu telah redup. Yang tersisa hanyalah Scarlet sendiri di dalam kegelapan dan dirinya sendiri.

"Siapa aku? Apa aku ini ada? Apakah aku ini nyata?" Ujar Scarlet sambil mencengram kepalanya. Air mata bercucuran dengan deras di pelipisnya. Tubuhnya gemetaran giginya bergemericik karna ketakutan.

Ia menciba mengingat semuanya namun yang ia dapatkan hanyalah kekosongan. Hingga akhirnya tubuhnya mulai terhapus sedikit demi sedikit.

Ia mencoba berada dalam cahaya, ia mencoba meraih cahaya dan meninggalkan kegelapan. Namun ironisnya cahaya telah meninggalkannya dan kini ia hampir di telan kegelapan sepenuhnya. Keberadan dirinya hampir terhapus sepenuhnya.

"Ahahha aku tak tahu siapa diriku namun kurasa aku memang tak pernah ada di dunia ini. Aku tak tahu apa yang terjadi namun... maafkan aku Rendi. Tunggu, Rendi?!"

Tubuh Scarlet menghilang yang tersisa hanyalah tetesan air mata terakhirnya. Dan kegelapan disekelilingnya.

-----------------------------

Setelah terjatuh dari ketinggian. Tubuh Loki benar benar tak bisa digerakkan. Ia tak dapat melihat dengan jelas, dan sudah jelas jelas ia berada di ambang kematian.

Sebuah kolam darah menggenang diseluruh tubuh Loki. Nafasnya terlihat berat, sebuah lubang besar menganga di perutnya.

Kate langsung turun dan mendarat di dekat genangan darah milik Loki. Ia tersenyum jahil melihat keadaan adiknya itu.

"Ayolah... jangan menatapku seperti itu. Menakutkan tahu, apalagi darah memenuhi wajahmu." Kate membuat suara takut yang  jelas dibuat buat hal tersebut membuat Loki semakin jengkel.

"Aku tak tahu buat apa kau melakukan ini. Apa alasanmu huh?!" Ujar Loki dengan galak.

"Oh! Rupanya masih kuat berbicara. Memangnya kenapa?" Sahut Kate.

"JAWAB SAJA PER- Akh." Loki langsung mengerang kesakitan.

Kate bersiul, "Woa. Itu pasti sakit. Kusarankan agar tak usah berbicara, ah lagian kau pasti gak akan mendengarkan."

"Diam kau!" Tiba tiba Loki sudah berada di belakang Kate ia siap menebasnya namun Kate mengelak dengan mudah. Setelah satu ayunan tersebut Loki langsung tersungkur diatas tanah sambil memegangi perutnya.

"Ada apa? Menyerah?" Tanya Kate sambil menaikkan dagunya. Ia memandang rendah kearah Loki.

"Tubuhku terluka parah, aku kelelahan. Selain itu, aku tak punya tenaga yang tersisa. Ah.... kurasa semua berakhir disini. Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi... aku senang bisa mengetahui kenyataan dari dunia ini..."

Loki tersenyum simpul sambil menatapi darahnya yang menetes diatas permukaan tanah.

"Semuanya berakhir disini." Ujar Kate sambil tersenyum senang.

"Jangan mudah menyerah." Sebuah suara membisik di dalam benak Loki. "Suara itu..."

Sring...

Kate telah menebas tubuh Loki. Dan kini tubuh adiknya itu dibanjiri dengan darah segar yang berasal dari tubuh adiknya.

"Semuanya berakhir disini..." ujar Kate sambil melempar pedang yang tadi ia gunakan pedang tersebut adalah Twin Exalibur milik adiknya.

Hembusan angin kencang tercipta. Mengisi keheningan yang terjadi di dalam hutan. Bersamaan dengan hembusan tersebut ada sesosok seseorang yang tengah mengamati situasi yang terjadi sekarang....

Seseorang mengenakan jubah panjang berwana hitam tengah berdiri di puncak gunung Dragon nest sambil tersenyum menyeringai...

Tak ada yang mengetahui peran apa yang dimainkannya dalam permainan ini....

----------------------------

Sementara itu, Evelyn terkena efek racun milik Veronica. Ia tak bisa menggerakkan tubuhnya. Semuanya tiba tiba menjadi kaku dan mati rasa. Selain itu, tak hanya indra perasanya tak dapat digunakan. Lama kelamaan ia juga mulai tak bisa mendengar, mencium maupun melihat.Semua kelima indranya mulai tak dapat digunakan.

"Ada apa Evelyn?" Tanya Veronica. Namun Evelyn hanya bisa mendengarnya samar samar. Sampai akhirnya ia tak bisa mendengar suaranya sama sekali.

Pandangannya sedikit demi sedikit juga menjadi buram. Kemudian akhirnya srluruhnya gelap. Semuanya terasa gelap bagi Evelyn. Ia tak dapat mendengar, meraba, mencium, membau maupun melihat.

Saat Evelyn mencoba berdiri ia bahkan tak dapat merasakan kakinya sedang bergerak. Evelyn berhasil berdiri dengan susah payah namun ia tak dapat mengetahui letak musuh.

Tanpa aba aba Evelyn langsung menerjang kearah Veronica yang tengah berdiri santai di dekat Evelyn.

Evelyn melancarkan beberapa pukulan namun tak ada yang mengenai Veronica. Ia kembali dengan mencoba menembakkan sebuah peluru namun Evelyn hanya menembak kearah yang salah. Ia meleset karna tak mengetahui letak musuh.

Ia dengan mudah menerima sebuah tendangan dari Veronica. Yang lainnya pun juga ikut menyerang Evelyn.

Tanah milik Zeal berhasil menghempaskan Evelyn. Panah milik Jared berhasil menusuk kedua lutut serta lengan kanan Evelyn.

Ia terduduk dengan paksa di tanah sambil meraba raba tempat ia merasa sakit untuk mencoba mencabut panah yang menancap di tubuhnya.

Ketiga panah yang menancap di tubuh Evelyn sudah berhasil dia cabut. Mungkin Evelyn tak dapat melihatnya, namun darah segar mengalir deras dari lukanya.

Ia tak mengetahui letak musuh. Ia tak dapat melihat maupun mendengar kondisi di sekitarnya. Semua kelima indranya benar benar mati.

Ia tiba tiba tak bisa bergerak, namun beberapa detik kemudian ia sadar. Bahwa kini ia yakin kalauVeronica tengah menjeratnya dengan miliknya. Bagaimana Evelyn bisa tahu? Itu karna sebelumnya ia pernah terjerat dalam benang itu.

"Menyerahlah Evelyn. Kisahmu berakhir disini. Yah mungkin kau tak dapat mendengarku." Ujar Veronica.

Evelyn masih diam di tempat, ia masih bisa merasakan kalau darah di tubuhnya mulai terkuras karna luka panah tadi yang terbilang cukup dalam.

Evelyn tersenyum sambil tertunduk. "Yah nasib apa yang membawaku seperti ini. Entah kekuatan apa yang membuat hal ini terjadi. Keempat orang itu kemarin teman dan sekarang musuh? Menggelikan sekali. Aaah~ aku lelah, mungkin sudah saatnya aku menyerah. Hha menyerah..... maaf ya, aku tak bisa membalaskan dendam kalian. Yah aku tak tahu harus berkata apa pada kalian nanti. Ayah, ibu aku ingin tahu bagaimana keadaan kalian disana. Maafkan aku ya, karna aku akan bertemu kalian lebih cepat."

Setitik air mata mengalir di pelupuk mata Evelyn. Ia tersenyum sambil meneteskan air mata.

"Jujur saja, aku takut. Aku tak ingin mati...."

Duarr

---------------------------

"Ah tunggu dulu! Ada yang aneh!"

Lukas langsung berdiri dari posisi duduknya. Tiba tiba-

Boomm

Terjadi ledakan tiba tiba di tempat Lukas berdiri. Debu mengepul dimana mana. Di tengah tengah debu tersebut terdapat setitik cahaya. Sedetik kemudian debu tersebut menghilang karena hembusan angin yang berasal dari titik cahaya tersebut.

Lukas tengah berdiri di dalam perisai buatannya tanpa luka sedikitpun. Ia menajamkan kewaspadaannya untuk mencari letak lokasi musuh yang menyerangnya tadi.

"White sapphere." Ujar Lukas sambil menunjuk kearah samping kanannya.

Sedetik kemudian muncul bola cahaya putih di tangannya. Kemudian dengan sekejap mata bola itu langsung menembak seperti laser kearah yang ditunjuk Lukas tadi.

"Aku tahu kau masih hidup. Tunjukan dirimu!" Titah Lukas sambil melirik kearah bekas serangannya tadi. "Kalau tidak keluar maka aku a-"

"Iya iya. Aku keluar." Sambung sebuah suara.

Kemudian muncul seseorang di samping kiri Lukas,ia mengenakan jubah panjang berwarna hitam.

"Siapa kau?" Tanya Lukas.

Sementara orang itu hanya terkekeh. "Apa aku harus menjawab pertanyaan itu?" Orang itu balas bertanya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman menyeringai. Jika di dengar suaranya milik seorang pria.

"Kalau begitu aku hanya perlu membongkar sendiri identitasmu." Ujar Lukas sambil menembakkan serangan yang sama dengan tadi.

Orang itu dapat menghindar di detik detik terakhir. Namun Lukas tetap tak menyerah ia kembali menyerang pria itu secara terus menerus.

"Hmph serangan yang sama tak ak-"

Boom

"Jangan kira aku hanya bisa bertarung dengan satu jenis serangan." Ujar Lukas.

Kali ini Lukas menyerang orang tersebut dari bawah. Ia membuat ledakan di bawah kaki orang itu. Dan akibatnya ia terkena serangan milik Lukas.

Akibat ledakan tadi debu mengepul diudara. Kemudian setelah beberapa detik, debu tersebut hilang. Di sana tak ada apapun. Tak ada jasad dari orang itu. Maupun sisa sisa dari keberadaannya.

Lukas masih waspada dengan sekitar. Karna berdasarkan pengalamannya ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, orang tersebut leyap menjadi abu seluruhnya. Atau ia berhasil lolos.

"Lightning spear." Ujar Lukas dengan tiba tiba. Ia melempar tombak yang terbuat dari petir kearah belakangnya. Begitu menyentuh tanah, tombak tersebut langsung meledak menjadi ribuan volt petir.

"Aku tahu kau masih hidup! Hentikan permainan petak umpet ini!"

"Hha kurasa aku tak bisa bersembunyi darimu. Aahh~ jubahku rusak gara gara ledakan tadi."

Dari kepulan debu tersebut muncul siluet seseorang tengah berjalan keluar. Perlahan lahan bayangan tersebut membentuk sosok yang semakin jelas. Dan kini, tampaklah seorang pria dengan rambut berwarna silver panjang dengan mata berwarna biru safir.

Ekspresi pria tersebut tersenyum lebar seperti menyambut kawan lama.

"Halo Lukas. Lama tak jumpa." Sapa orang itu.

"Azazel. Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Lukas dengan menekankan setiap kata yang ia ucapkan.

"Begitukah caramu menyambut kawan lama?" Tanya pria yang dipanggil Azazel oleh Lukas.

"Kawan lama?!" Lukas meninggikan nada bicaranya.

"Iya, kawan lama. Apakah-" Azazel memengal kalimatnya. Kemudian ia tiba tiba ada di belakang Lukas sambil membisikkan sesuatu.

"Apakah aku harus mengingatkan kamu tentang-...."

Kedua manik hazel milik Lukas membulat sempurna begitu mendengar ucapan Azazel.

"I-ya....... maaf." Ujar Lukas.

Kini ia terdiam. Azazel menepuk pucuk kepala Lukas. Sementara Lukas tak merespon apapun.

"Aku ada pertanyaan." Sahut Lukas.

"Hmmnn... apa itu?"

"Apa kau... kau yang mencampuri ujian dari murid muridku?"

"He~ menurutmu bagaimana?"

Lukas mengernyit. Ia masih berusaha mengambil kesimpulan dari ucapan Azazel barusan. Sampai ia mendapat sebuah kemungkinan.

"K-au-"

"Kalau iya kenapa?" Azazel memotong ucapan Lukas.

"Rupanya begitu." Ujar Lukas dengan nada dingin.

"Activate beyond the boundary. The prizon of nature, infinite ice spear, infinite water bullet, infinite lightning spear, infinite white shapphere, infinite fire blaze."

Tubuh lukas diselimuti dengan energi alam, mata kanannya bersinar hijau. Selain itu di sekitarnya terdapat lima titik cahaya. Cahaya tersebut mulai membentuk sebuah senjata. Satu tombak es, satu air, satu tombak petir, satu bola cahaya dan terakhir bola api. Tak hanya itu, Azazel langsung terikat dengan sulur sulur tanaman.

Kemudian kelima mantra yang diaktifkan Lukas tadi langsung menyerang Azazel tanpa berhenti sedetikpun.

Debu mengepul dimana mana. Azazel tak lagi terlihat. Namun Lukas tetap menyerangnya tanpa henti.

"Aku tak peduli jika kau ingin merekrutku kembali ke tempat 'itu'. Aku juga tak peduli kau menyuruhku apapun bahkan membunuh sekalipun. Tapi, aku tak akan biarkan kau menyakiti orang orang yang kusayangi. Apalagi itu menyangkut temanku!"

Lukas masih menyerang. "Destruction flare." Serangan Lukas berhenti dan ia berganti menyerang dari bawah Azazel. Di tempat Azazel muncul cahaya berwarna putih, cahaya tersebut langsung berainar seperti laser kemudian menghancurkan apapun di jalannya.

"Masih belum! Black hole!" Sambung Lukas. Tanpa memberi jeda sedikitpun ia kembali menyerang. Kali ini ia memunculkan Lubang hitam tepat di tempat Azazel. Lubang hitam tersebut menyedot apapun yang di jalannya. Setelah semua debu di situ menghilang. Azazel tak terlihat di manapun. Tak ada yang tersisa darinya.

Lukas pun menghentikan Lubang hitamnya dan melenyapkan lubang tersebut.

"Aahh.... merepotkan saja." Ujar Lukas sambil merenggangkan tubuhnya.

"Kurasa aku harus hentikan ujiannya sekarang." Sambungnya sambil berjalan kearah gua.

"Pertama tama, Scarlet dulu." Langkah Lukas terhenti begitu ia sampai di mulut gua.

Tepat di dekat mulut gua. Tubuh Scarlet seharusnya di situ. Namun sekarang tidak ada.

Lukas melirik kesekeliling namun tak menemukannya.

"Mencari sesuatu?"

Tubub Lukas terpaku, ia sangat kenal betul dengan pemilik suara itu. Lukas membalikkan badan dengan perlahan lahan.

Kedua bola matanya membulat sempurna,ia melihat seorang laki laki dengan rambut hitam dan mata cokelat tua tengah memegang dan menodongkan pisau di leher Scarlet yang masih tidur.(scarlet masih dalam ujian milik Lukas)

"D-daniel. Jangan lakukan itu." Ujar Lukas dengan hati hati

"Lakukan apa? Oh, maksudmu inu?" Sahut pria yang dipanggil Daniel oleh Lukas. Ia membuat sedikit goresan di sekitar leher Scarlet.

"Daniel!" Geram Lukas

"Ambil satu langkah lagi akan kubunuh gadis ini!" Ancam Daniel. Lukas pun mencoba menahan amarahnya. "Bagus, kalau aku sampai merasakan adanya pergerakan sihir ataupun kau melakukan hal yang aneh aneh. Maka akan kubunuh gadis ini." Sambung Daniel

Lukas hanya bisa berdecak lidah. Ia tak boleh gegabah atau Scarlet akan tewas di tangan pria bernama Daniel.

"Hola hola. Rupanya Lukas, lama tak jumpa ya~" Ujar sebuah suara lain milik perempuan. Namun Lukas terlihat tenang tenang saja karena ia mengenali pemilik dari suara tersebut.

"Stevanie bisa diam tidak. Suaramu menggangguku, apalagi nada bicaramu itu!" Tegur Daniel kepada perempuan dengan rambut ungu panjang dan manik mata berwarna hitam.

"Bukan salahku kalau kau tak suka nada bicaraku bukan?" Balas perempuan yang dipanggil Stevanie oleh Daniel.

"Astaga, diam seperti biasanya ya Lukas?" Tambah Stevanie.

Lukas hanya menatap Stevanie dengan tajam. Ia tak membuka suara sedikitpun.

"Bisa sedikit kau lembutkan tatapanmu? Rasanya hanya dengan tatapan itu jantungku bisa tertikam." Ujar Stevanie.

"Kau bisa diam tidak?! Aku mencoba untuk berkonsentrasi." Daniel meninggikan suaranya.

"Hah? Memangnya kenapa? Kenapa kau repot repot urusin sih. Memangnya kau ini apanya aku? Ayahku? Saudaraku? Bukan kan!" Balas Stevanie tak mau kalah.

"Memangnya kapan aku bilang aku ini ayahmu huh?! Aku sendiri tidak mau punya saudara atau anak sepertimu. Hiihh, membayangkannya saja membuatku pusing." Ledek Daniel.

"Apa kau bilang?! Lalu kenapa kau mau dipasangkan satu kelompok denganku coba?! Kalau tau tau begini kau tadi menolak!" Bentak Stevanie.

"Hei hei. Asal kau tahu ya, aku mau di kelompokkan denganmu itu karena ketua yang minta. Lagian kalau protes mana mungkin aku bisa. Kau sendiri bagaimana?! Emangnya kau berani protes ke ketua?!" Nada bicara Daniel mulai meninggi.

"Kalau aku berani kenapa?! Kau sendiri yang pengecut!" Tambah Stevanie.

"Kalau begitu kelakuanmu itu sama saja dengan idiot tahu! Menentang keputusan ketua, itu hal yang konyol!" Sambung Daniel.

"Itu namanya memberikan pendapat. Aku itu berhak manyampaikan pendapatku tahu! Dan terkadang apa yang diinginkan ketua tak selalu sesuai dengan sudut pandang anggotanya. Oleh karenanya aku bisa mengeluarkan suara untuk protes. Lalu untukmu! Kau sama saja pengecut!"

"Diam kau Idiot!"

"Dasar pengecut. Hanya mengikuti perintah tuannya. Sama saja dengan boneka, robot dan pengecut!"

"Dasar kau tukang omong besar,idiot dan cerewet!. Tak bisa melaksanakan perintah sesuai dengan aturan!"

"KAU-" geram keduanya.

"Hentikan Stevanie Daniel! Kalian seperti anak kecil!" Potong seseorang. Dan orang tersebut adalah Azazel.

Lukas yang tadinya hanya menonton perdebatan antara Stevanie dan Daniel kembali terkejut dengan kehadiran Azazel.

Belum sempat ia mencerna apa yang terjadi. Seluruh dunia di pandangan Lukas menjadi gelap

Dengan secepat kilat Azazel memukul Lukas di belakang lehernya. Tepat di bagian kesadarannya, yang membuatnya pingsan.

"Kalian berdua hentikan pertikaian konyol ini." Tegur Azazel kepada keduanya.

Stevanie dan Daniel hanya memalingkan muka tak mau saling menatap.

"Hah.... asal kalian tahu. Aku memilih kalian agar satu kelompok karena jika pertarungan terjadi. Kalian dengan cepat berubah serius dan bekerja sama dengan baik. Yaah... meski ada saat saat kalian bertengkar seperti anak kecil." Tambah Azazel.

Kedua bola mata Azazel bergerak menatap Scarlet kemudian berganti menatap Lukas. Setelah itu ia menutup kedua matanya sambil menjentikkan jarinya.

Diaat yang bersamaan Lukas menyerang Azazel dengan panah sihir miliknya. Namun sayangnya serangan Lukas ditahan oleh perisai Azazel.

Dengan sigap Stevanie langsung mengambil langkah maju untuk melindungi Azazel.

"Lukas, dasar kau-"

"Stevanie! Aku saja yang menghadapinya." Potong Azazel.

"Tapi-"

"Ini perintah!" Titah Azazel.

Stevanie kemudian bungkam. Ia langsung mengambil langkah mundur dan berdiri sejajar dengan Daniel. Keduanya hanya mengamati pertarungan yang akan terjadi antara Azazel dan Lukas.

"Sudah kuduka kau akan berubah sejak bertemu dengan 'dia'. Benar bukan?" Ujar Azazel dengan nada menantang.

"Hmph! 'Dia ' tak ada hubungannya dengan ini!. Begitu pula dengan 'mereka'. Sebaiknya kau jauhkan tanganmu dari teman temanku!" Seru Lukas.

"Teman?" Azazel terkekeh. "Lalu-" ia mengambil satu langkah kedepan kemudian dengan sekejap kilat ia sudah berada tepat di depan Lukas. "Kau menganggap aku apa?" Tanya Azazel dengan nada berbisik.

Lukas sempat tertegun namun ia langsung sadar kemudian memberikan tendangan berputar kepada Azazel. Namun Azazel mampu mengelaknya.

"Aku tanya sekali lagi Lukas!" Azazel meninggikan suaranya. "Kau anggap aku ini sebagai apa?!" Sambungnya sambil menembaki Lukas dengan sihir.

Tak ada jawaban dari Lukas. Sementara Daniel dan Stevanie hanya bisa menonton dengan berkeringat dingin mendengar arah pembicaraan keduanya.

Mereka berdua tahu betul hubungan yang terjadi antara Lukas dan Azazel. Dan yang jelas sesuatu yang buruk telah membuat hubungan keduanya ratak.

"Jawab aku Lukas!" Bentak Azazel. "Swamp lake"

Tubuh Lukas terserap di atas permukaan gua seperti dalam pasir hisap.

"DIAMLAH!" Keheningan menyelimuti gua tersebut. Lukas mampu keluar dari sihir Azazel dengan mudah. "Aku tak ingin berada di 'tempat itu lagi'. Aku sudah sadar akan perbuatanku Azazel!. Kau sudah bukan apa apaku lagi!"

Hening....

Tak ada yang membuat suara. Bahkan Azazel dan Lukas hanya saling tatap, tak lagi menyerang. Sementara Stevanie dan Daniel tertegun dengan jawaban Lukas.

"Hhahaha..... rupanya begitu." Tawa Azazel terdengar seperti dipaksakan. "Yaahh.... aku gak mau melakukan ini tapi... Story teller."

Muncul sebuah buku dengan sampul berwarna cokelat di tangan Azazel. Buku itu otomatis terbang diudara dan membuka lembaran lembarannya sendiri.

Kedua bola mata Lukas mrmbulat. Ia tahu persis buku apa yang dipegang oleh Azazel sekarang. Ia juga tahu bagaimana jadinya jika Azazel menggunakan buku itu.

"Buku itu benar benar nyata?!" Tanya Lukas tak percaya.

"Hmmm... menurutmu?" Azazel balas bertanya. "Story maker." Tambah Azazel. Tak lama kemudian muncul sebuah pena bulu berwarna putih tepat di genggaman tangan kanan Azazel.

Lukas terlihat sedikit panik. Ia kemudian segera mempersiapkan sihir.

"Jangan harap aku akan membiarkanmu begitu saja." Namun azazel sudah memegang kedua tangan Lukas dan tengah berbisik sesuatu di telinganya.

Reaksi yang diberikan Lukas adalah terkejut setengah mati. Beberapa detik kemudian tubuh Lukas mulai menghilang seperti gambar yang tengah dihapus oleh sang pelukis.

"Selamat tinggal temanku." Bisik Azazel akhirnya.

"Hmph teman?! Aku sudah bukan temanmu lagi Azazel. Apalagi semenjak kau menyerang 'dia' dan menyebabkan penderitaan 'kepadanya dan keluarganya' semenjak itu aku tak akan pernah  memaafkanmu dan menganggapmu teman!" Ujar Lukas dengan menekanan nada di setiap kata yang ia lontarkan.

"Terserah apa katamu." Balas Azazel sambil mengalihkan pandangan kearah buku yang tengah melayang layang diudara dengan pena yang tengah menuliskan sesuatu di buku tersebut.

Blast

"Hha. Di saat saat terakhirmu kau masih mencoba untuk menyerangku ya?!" Seru Azazel sambil mengusap pipinya yang berdarah. Lukas menyerangnya dengan sihir dan Azazel hanya dapat mengelak disaat saat terakhir.

Lukas hanya tersenyum getir melihat serangan terakhirnya tak berhasil. "Jangan berani berani menyentuh mereka dengan tanganmu itu!" Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Lukas sebelum ia menghilang.

Buku dan pena yang sebelumnya melayang layang itu kembali ke tangan Azazel. Ia menutup buku tersebut, "jangan khawatir. Aku tak akan menyakiti 'dia' kemudian sisanya akan kujadikan boneka ku. Oleh karenanya aku akan menjaga 'mereka' baik baik." Ujar Azazel sambil menatap di tempat terakhir Lukas berdiri.

Sementara Stevanie dan Daniel hanya terpana dengan kekuatan Azazel. Tak ada yang berkomentar. Bahkan Stevanie dan Daniel sudah lebih akur akibat menyaksikan pertarungan tadi.

"Letakkan gadis itu. Ayo pergi, tapi aku akan pergi ke tempat 'itu' dan untuk kalian terserah kalian mau berkeliaran bagaimana." Titah Azazel. Sedetik kemudian ia sudah menghilang diikuti dengan Stevanie dan Daniel yang telah meletakkan Scarlet.

---------------------------------

"Oi kamu!" Panggil seorang anak kecil berambut silver dengan manik mata berwarna biru safir. Sementara sang objek yang dipanggil melihat kearah sumber suara. Rupanya anak itu tengah memanggil anak lain yang sama sama berambut silver dengannya namun bedanya anak yang dipanggilnya memiliki bola warna berwarna kuning hazel.

Bocah laki laki yang dipanggil itu tak menyahuti panggilan anak tersebut. Ia dengan dingin tetap berjalan melewati bocah yang memanggilnya seolah olah tak pernah ada orang yang memanggilnya.

"Hei kau tak dengar? Aku ta-"

"DIAM!" Bocah bermata kuning hazel tersebut membentak. Pakaiannya lusuh dan kotor dalam kata lain acak acakan. Sebagian tubuhnya terdapat luka bakar, selain itu sorot kedua matanya memancarkan kebencian yang amat mendalam.

"Hmmm... apa kau kesal dengan perbuatan warga desa itu?" Tanya bocah bermata biru safir kepada bocah berpakaian acak acakan itu.

Bocah itu hanya merespon dengan tatapan mengintimidasi kearah bocah yang tadi menyindirnya.

Amarah bergejolak di dalam diri bocah bermata kuning hazel. Ia mengumpulkan energi sihir di tangannya kemudian mencoba memukul bocah yang tadi menyindirnya.

Namun serangan bocah tersebut seperti tertahan oleh dinding yang tak kasat mata. Sementara bocah yang menyindirnya tersenyum menyeringai.

"Kau pikir hanya kamu yang bisa sihir?" Tanya bocah bermata biru safir. Kemudian ia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh bocah bermata kuning hazel. Dan kali ini serangannya tepat sasaran. Bocah bermata kuning hasel terhempas kebelakang dan batuk beberapa kali.

"Aku mengerti perasaanmu itu. Dunia sungguh tak adil untuk kaum lemah. Namun menurutku yang lemah disini bukan karna kita tak memiliki kekuatan. Tapi karna kita berbeda dari yang lain, dalam kata lain kaum minoritas. Mereka menyebutmu monster karna mereka kira kau mengambil sihir seseorang dengan paksa. Selain itu, di desa kecil itu tak ada yang bisa menggunakan sihir selain dirimu. Yaah... walapun kau tak sadar. Oleh karenanya mereka takut kepadamu karna kau berbeda."

Hening tak ada suara yang terdengar.

"Oleh karenanya aku ingin mengumpulkan orang orang sepertimu. Kemudian kita akan memperkuat diri kita dan membuat orang orang tersebut membayarnya. Bagaimana menurutmu?" Tanya bocah bermata biru safir kearah bocah bermata kuning hazel. Ia menjulurkan tangannya kearah bocah tersebut.

Awalnya bocah bermata kuning hazel ragu untuk membalas jabatan tangan bocah bermata biru safir. "Asal kau tahu aku juga mrngalami nasib yang sama denganmu." Tambah bocah bermata biru safir.

Setelah mendengar pernyataan bocah tersebut. Bocah bermata kuning hazel menerima uluran tangan tersebut kemudian berdiri.

"Bagus, anggota pertama. Namaku Azazel bellserk. Siapa namamu?"

".....Lukas Lutetris."

"Nah Lukas, selamat datang di... umm... ah. Organisasi Phantom Role."

Setahun setengah telah berlalu. Lukas sudah berumur delapan setengah tahun, begitu pula dengan Azazel. Mereka berdua sebaya oleh karenanya cepat akrap.

Dan organisasi Phantom Role sudah memiliki empat anggota termasuk Azazel sendiri. Mereka adalah Azazel bellserk,Lukas lutetris,Stevanie Lord dan Alexander brice.

"Ah, aku punya usulan!" Seru Stevanie. Yang lainnya pun langsung menatap ia dengan penasaran. "Kita belum mempunyai ketua kan?" Tanya Stevanie. Semuanya pun hanya manggut manggut.

"Bagaimana kalau Azazel kita angjat jadi ketua?" Sambungnya.

"Tidak buruk." Ujar Alexander.

"Aku terserah saja." Tambah Lukas.

"Ya kan?" Nada Stevanie berubah menjadi semangat. Jika dilihat lihat ia yang terlihat paling ceria dibandingkan yang lain. "Lagipula, ia kan yang membentuk organisasi ini. Iya kan? Ketua?" Tanya Stevanie kearah Azazel.

"Hmm.. kalau itu mau kalian ya... terserah." Ujar Azazel yang langsung disambut dengan nada ceria milik Stevanie.

"Hmm.. sebenarnya,aku juga ada ide." Sambung Azazel yang langsung mengundang rasa penasaran bagi semua orang.

"Aku akan memberi kalian julukan masing masing. Pertama tama, Lukas." Ujar Azazel sambil menunjuk tepat di wajah Lukas. "Aku akan memberimu julukan the Marshal. Kemudian Stevanie the Tempestuos dan Alexander the Abhorence. Dan terakhir aku sendiri the pandora box."

"Terdengar bagus dan itupun sesuai dengan kepribadian maupun kekuatan masing masing." Sahut Lukas. "Ah, darimana kau dapat ide nama ini? Tentunya bukan hanya karna kepribadian dan kekuatan kami kan?" Tambahnya.

"Hha. Bingo! Tebakanmu benar seperti biasa!" Seru Azazel sambil menjentikkan jarinya. "Biar kuberi petunjuk. PHANTOM ROLE, itulah petunjuknya. Kuyakin kau mengerti."

Stevanie dan Alexander mengernyit. Sementara Lukas hanya tersenyum asimetris mendengar petujuk Azazel.

"Kurasa itu ide yang bagus." Ujar Lukas.

"Benar kan?" Sambung Azazel.

--------------------------------

Satu hal yang Rendi ketahui. Yakni kini ia tengah kehilangan kesadaran. Bagaimana ia bisa tahu? Karna kini ia berada di alam bawah sadarnya dan tengah bertatapan dengan Sighmurd.

"Hai apa kabar?" Tanya Sighmurd dengan nada ceria yang menjengkelkan di telingan Rendi.

"Cih, kau berisik." Ujar Rendi dingin.

"Hei hei, aku kan cuma menanyakan kabarmu. Gitu aja kok marah." Tambah Sighmurd dengan nada yang dibuat buT seperti biasa.

"Kuharap kau menghilang saja." Gumam Rendi.

"Sayangnya aku tak bisa menghilang begitu saja. Rendi, aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Kita adalah eksistensi yang sama." Ujar Sighmurd yang mendengar ucapan Rendi yang terbilang pelan.

"Lalu kenapa kepribadianmu berbeda jika eksistensi kita sama?" Rendi menaikkan kedua alisnya.

"Berbeda?" Sighmurd mengernyit. "Kepribadianku tak pernah berbeda denganmu Rendi. Aku kan sudah bilang, aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Kita benar benar eksistensi yang sama. Tak ada yang berbeda dari diri kita. Dan itu termasuk dalam sikap dan kebiasaan."

Rendi tercengang mendengar pernyataan Sighmurd. Kali ini ia bungkam akibat kalimat tersebut.

"Coba pikirkan saja. Apakah kepribadianku ini sama denganmu atau tidak." Sighmurd membalikkan badannya. "Kusarankan agar kau meng introspeksi diri. Karna kau belum mengenali dirimu sendiri. Yah... aneh kalau hanya aku yang mengetahuimu baik dari dalam dan luar. Kalau begitu daah.." Sighmurd melambaikan tangannya sambil berjalan menjauh dari Rendi.

"T-tunggu!" Pekik Rendi. Langkah Sighmurd pun terhenti.

"Ho, tak biasanya kau memintaku antuk tinggal lebih lama. Ini seperti bukan dirimu Rendi." Sighmurd menekankan nada bukan pada ucapannya.

Rendi kembali bungkam. Kali ini Sighmurd benar benar berbeda. Sikapnya berubah dalam sekejap mata.

"Jangan jangan dia tahu apa yang terjadi di masa lalu. Mungkin saja, dia tahu teka teki kehidupanku, mungkin.... tapi ada kemungkinan besar ia tahu jika dinilai dari sikapnya sekarang..."

Rendi sedang menimbang nimbang langkah yang akan ia ambil. Ia tengah berusaha keras memeras otaknya untuk mengambil kesimpulan yang tepat.

"DOOR!"

"Ah! Sighmurd!"

Ternyata disela sela pergelutan pikiran yang dialami Rendi Sighmurd masih sempat sempat membuat Rendi kesal dengan memecah konsentrasinya.

"Hahahahah"

"Tidak lucu tahu! Kau tahu aku sampai lupa apa yang aku pikirkan!" Bentak Rendi.

"Yah, itu bukan urusanku." Ujar Sighmurd dengan enteng.

"Apa?! Bukan urusanku?!" Rendi mengambil satu langkah maju dengan amarah. Ia benar benar sudah lupa dengan apa yang ia pikirkan tadi.

"Sini kau!" Geram Rendi sambil mengejar Sighmurd yang mulai berlari.

"Aahh... STOP!" Seru Sighmurd yang tiba tiba berhenti berlari dan menaruh telapak tangannya tepat di depan wajah Rendi. Dan ajaibnya Rendi berhenti.

"Eh tunggu?! STOP?! APA AP-"

"Shsss." Potong Sighmurd. "Ada yang lebih penting dari ini." Ujarnya dengan gaya seperti seorang guru.

"Memangnya ada yang lebih penting selain Menghajar MU?!" Nada bicara Rendi naik satu oktav.

"Sayangnya aku tak perlu diajar." Ujar Sighmurd.

"Huh?" Rendi mengernyit. Amarahnya terhenti untuk sementara.

"Karna aku sudah pintar. Ho ho hoho.." Tambah Sighmurd sambil tertawa bangga dan berpose ala orang paling pintar sedunia.

"BUKAN ITU MAKSUDKU. KAU INI BENAR BENAR!" Geram Rendi. Urat sudah muncul di dahinya. Dan karna kesal Rendi menyerang Sighmurd dengan sihir.

"Iya iya aku akan jelaskan dengan benar." Ujar Sighmurd sambil menghindari serangan Rendi. "Kau ini tengah pingsan disana. Dan tubuhmu dalam bahaya. Sebuah makhluk kegelapan akan memakannya dan kau akan tewas. Jika itu terjadi maka tiwayat hidupmu akan berakhir disini."

Rendi berhenti menyerang dan ia segera berpikir bagaimana cara ia menang dan lolos dari dimensi kegelapan ini.

"Ada dua cara agar kau bisa lolos." Rendi langsung mendengarkan perkataan Sighmurd.

"Oi oi. Jangan bilang caranya adalah aku mengendalikan kekuatanmu atau kau mengendalikan tubuhku gitu?!"

"BINGO!"

"Dasar ka-"

"Bercanda,hehehe."

Urat kembali muncul di dahi Rendi namun ia berusaha menahan amarahnya untuk sementara ini.

"Ehem. Baiklah, cara yang kumaksud adalah menggunakan salah satu dari elemen ini. Elemen yang kumaksud adalah cahaya dan kegelapan. Kau harus memilih salah satu diantara elemen ini untuk lolos dan mengelahkan 'makhluk' itu."

Rendi terdiam tampak sedang menimbang nimbang apa yang akan digunakannya.

"Kau memiliki dua potensi kekuatan yang hebat. Yakni sebagai sang penghancur dunia atau sang penyelamat. Bisa dikatakan kau pasti bisa menebak jika ingin menjadi salah satu diatas menggunakan elemen apa. Penghancur berarti elemen kegelapan dan penyelamat berarti elemen cahaya."

Rendi masih mendengarkan dengan seksama penjelasan panjang lebar Sighmurd.

"Dan sekarang, kau. Lebih tepatnya tubuhmu berada di dimensi kegelapan. Dan di dalam dimensi ini hanya ada kegelapan, tak ada cahaya. Kalaupun jika ada sedikig cahaya itu akan langsung termakan oleh kegelapan disekitarnya. Namun jika sebaliknya, jika menggunakan elemen kegelapan akan menjadikan kekuatan yang luarbiasa. Namun,pikirkanlah baik baik dengan elemen yang kau pilih. Maka itu juga akan menentukan takdirmu akan menjadi apa."

"Kalau begitu aku memilih..."

--------------------------------

"Kenapa aku mengingat Rendi?! Memangnya siapa dia? Ini nama orang? Tempat? Makanan? Budaya atau apapun itu. Bagaimana aku bisa ingat?!"

Hal inilah yang terakhir dipikirkan Scarlet sebelum seluruh tubuhnya menghilang.

Ditengah tengah kegelapan yang luas dan tak berujung. Sebuah titik cahaya menyinari dengan remang remang.

Dan di cahaya tersebut. Berisi tentang perkenalan Rendi dengan Scarlet. Titik cahaya tersebut sedikit retak, mengakibatkan ingatan di dalamnya sedikit rusak.

Sebuah cahaya kecil. Setitik cahaya yang ukurannya sangat kecil dibandingkan kegelapan disekitarnya yang sangat luas. Sebuah harapan kecil yang membawa harapan lainnya yang akan menuju titik terang dari cahaya.

------------------------------------

"Suara itu jelas milik Rendi! Eh tunggu. Ini mungkin hanya halusinasi karna aku kehilangan banyak darah."

Semangat Loki langsung menurun drastis begitu menyimpulkan itu. Ia pun duduk dengan pasrah diatas tanah tanpa bergerak sedikitpun.

"Waah! Menyerah ternyata. Yah, selamat tinggal adikku tersayang!" Seru Kate sambil menebas Loki dengan salah Satu pedang Twin Exalibur.

Sring

Tubuh Loki terbelah menjadi dua dan ia ambruk diatas tanah sambil menciptakan sebuah kolam penuh darah.

---------------------------------

"Sejujurnya aku takut mati." Tubuh evelyn mendadak bergetar dengan hebat. Ia ketakutan itu sudah pasti.

Ia tak ingin mati, dapat terlihat di ekspresi wajahnya yang tengah menangis mengeluarkan air mata dengan deras.

Duarr

Sebuah tembakan berhasil mengenai seseorang. Dan orang yang menembakkan itu adalah Evelyn. Tembakannya tepat mengenai jantung Slivy yang langsung membuatnya mati dengan seketika. Yang temtunya membuat Veronica terkejut kemudian ia mencoba menyerang Evelyn namun ajaibnya Evelyn dapat menghindarinya dengan berguling kesamping.

"Aku, memang tak bisa melihat maupun mendengar kalian. Seluruh pancaindraku benar benar mati sekarang tapi...." Evelyn menjeda kalimat untuk ia bisa berdiri. "AKU MEMILIH UNTUK TAK MENYERAH!"

Semua tercengang..

"Selama aku bisa menggunakan sihir, selama aku masih bisa begerak, selama jiwaku masih berada di dalam ragaku. Aku akan berjalan maju. Tak peduli seberapa sakitnya itu, meski itu artinya harus merelakan 'mereka' yang sudah tiada. Meski itu aku harus mematahkan kedua kaki maupun lenganku. Namun selama aku masih memiliki jiwaku di raga ini. AKU AKAN TERUS BERJALAN MAJU!" Seru Evelyn.

----------------------------------

Hahh😧 akhirnya bab ini selesai.
Tolong maafkan author kalian ini. Karna udah lama gak update.
Ini dikarenakan author benar benar kehabisan ide untuk mengisi bab ini dengan pas. Yah karna akhirnya author mendapar ilham minggu ini untuk mengetik cerita ini.

Dan gimana menurut kalian?
Kalau kurang seru tolong maafin karna author ini masih amatir.
Yah tadi ada komedynya juga. Author gak tau selama ini adekan lucu dalam cerita ini lucu atau enggak. Tapi kalau ngak lucu ya maaf.

Ngomong ngomong kalau kalian suka dengan bab ini tolong tinggalkan jejak seperti Vote dan komen.

Segala kritik dan saran akan author terima dengan lapang dada.

Itu saja, salam hangat dariku

-renaayu-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro