Bab 12. Kegagalan
Tak semuanya berjalan sesuai dengan keinginan kita..
Terkadang kita berada di atas dan merasakan apa itu keberhasilan
Dan kadang, kita harus berada di bawah dan merasakan apa itu kegegalan.
Narator pov
Angin kencang tercipta bersamaan dengan gerakan pukulan Rendi.Membuat semua yang disekelilingnya porak poranda,sinar putih dan hitam yang menyelimuti tubuhnya mulai membentuk pilar yang menjulang tinggi menembus awan awan.
Lord phantom hanya menghindar dari serangan Rendi dengan santai. Sementara Rendi hanya menyerang membabi buta namun semuanya dapat dengan mudah dihindar oleh Lord phantom.
"AGGHH SINI KAU!" Geram Rendi. Cahaya hitam dan putih masih menyelimuti tubuhnya.
"Buat apa? Kau kan tak punya hak untuk memerintahkan ku." Cibir Lord phantom, "lagian. Kau kan bukan siapa siapaku." Tambahnya.
Tak lama kemudian Rendi berhenti meyerang membabi buta. Ia hanya berdiri terdiam sambil sedikit menunduk.
"Bukan siapa siapa katamu? Hmph!" Kepala Rendi mulai menengadah "Aku adalah malaikat maut buatmu!" Sedetik kemudian, Rendi sudah berada di belakang Lord phantom.
Ia telah mengumpulkan energi di sekitar telapak tangannya dan bersiap untuk memukul Lord phantom.
Wushh
Angin keras tercipta karna pukulan Rendi. Debu bertebaran dimana mana menutupi semuanya hingga tak terlihat apapun.
Seiring berlalunya waktu debu tersebut menghilang sedikit demi sedikit. Ada sesuatu yang menahan pukulan Rendi.
Sesuatu yang bersisik dan panjang sekaligus nampak tajam nan tebal. Debu masih menutupi sebagian besar benda tersebut.
Seiring berlalunya waktu debu sedikit demi sedikit mulai menghilang dan mulai mrnampakkan sosok yang menahan pukulan Rendi.
Angin berhembus dengan kencang,hingga menghilangkan semua debu yang bertebaran diudara. Dan menampakkan sosok naga dengan sisik brrwarna hitam pekat dan beberapa berwarna putih tengah menghalangi pukulan Rendi dengan ekornya. Sedangkan Lord phantom telah menghilang dari tempatnya.
Naga hitam tersebut memandang Rendi dengan tatapan bengis nan benci. Kedua bola mata merahnya memberikan kesan kebencian yang mendalam.
Raut terkejut tergambar jelas di wajah Rendi. Meski ia terlihat tengah dikendalikan oleh kekuatannya, Rendi sepertinya masih setengah sadar dalam mengontrol tubuhnya. Itu dilihat dari gerak gerik Rendi yang masih terkontrol dan agak tenanng.
"Halo, Rendi. Lama tak berjumpa." Ujar naga hitam tersebut sambil tersenyum menyeringai. Menampakkan deretan giginya yang tajam.
------------------------------------
"Ada apa?" Tanya Lukas kearah Renata yang terlihat terkejut akan sesuatu.
"Hei hei. Jangan bilang kalau ini nyata." Ujar Renata sambil tersenyum pahit kearah Lukas.
"Apa maksudmu?" Lukas menaikkan kedua alisnya.
"Maksudku ujiannya." Jawab Renata ketus.
"Oh,kalau iya memangnya kenapa?" Lukas balas bertanya.
"Kau sudah gila ya?!" Bentak Renata. Ia menaikkan nada bicaranya. Sedangkan Lukas hanya mengernyit.
"Haahhh. Astaga, kau ini gak menghormati privasi orang ya?"
Kernyitan di dahi Lukas makin mendalam. Renata hanya meneouk jidatnya, tampak terlihat kesal dengan kelakuan Lukas.
"Maksudku,kau membuat ujian iani terlalu realistis dan menyangkut tentang masa lalu mereka berempat." Ujar Renata.
"Tenang saja,aku tak akan berkomentar apa apa tentang masa lalu mereka. Lagian,aku gak akan membocorkan rahasia mereka satu satu." Balas Lukas dengan tenang.
"Aku tak terlalu memikirkan hal itu. Yang aku khawatirkan,tentang apakah mereka akan terpengaruh secara mental tentang masa lalu kelam mereka masing masing." Hening sebentar.
"Lalu kenapa?" Lukas bertanya dengan ekspresi tanpa dosa di wajahnya.
"Ish kau ini!" Geram Renata, " kan tadi aku sudah bilang ada kemungkinan mereka akan terpengaruh secara mental bukan? Bagaimana jika mereka teroengaruh dengan masa lalu yang ingin mereka lupakan. Bagaimana jika-"
"Justru itu tujuan ujian ini" Potong Lukas.
"Hah?"
"Aku sengaja membuat ujian tentang masa lalu mereka yang paling kelam. Aku ingin mereka menghadapi apa yang mereka takutkan di masa lalu. Kemudian merubah orang yang mereka sayangi dan kasihi berubah menjadi apa yang mereka takutkan atau benci di masa lalu."
Angin sepoi sepoi berhembus, membuat rambut keperakkan milik Lukas ikut menari nari bersama angin.
"Tapi,bukankah ini terlalu berat buat mereka? Maksudku,apalagi jika itu menyangkut dengan trauma atau ketakutan di masa lalu"
"Kita tak bisa selalu takut akan masa lalu. Kita tak selamanya akan ada di masa itu, waktu terus berjalan, waktu terus bergerak. Apa yang kita alami waktu itu akan terlewat." Jeda sebentar,Lukas menundukkan kepalanya. "Kita tak harus terlalu memikirkan siapa atau apa kita di masa lalu. Dulu adalah dulu,sekarang adalah sekarang. Dan kita hidup di masa kini,bukan masa lalu. Kita harus mempelajari masa lalu yang kita alami dan menjadikannya sebagai pelajaran untuk menghadapi masa yang akan datang."
"Iya sih...ta-"
"Aku tahu rasanya itu." Potong Lukas.
Perlahan lahan,ia mengangkat kepalanya dan menghadap langit biru dengan kedua mata tertutup. Angin masih berhembus, membuat rambut berwarna silver dan hitam beradu dengan angin.
Perlahan lahan Lukas membuka kedua matanya, menampakkan iris hazel miliknya yang berkilauan karena berlinang air mata.
"Karna..."
Renata menatap Lukas dengan lekat lekat.
"Dulu aku termakan dengan masa laluku."
Renata langsung berhenti menatap Lukas. Kedua iris violetnya langsung berganti menatap benda lain. Sorot matanya menandakan bahwa ia sedikit menyesal.
"Aku tahu...maaf." Ucap Renata dengan nada berbisik.
"Ah sudahlah. Aku sudah lebih baik sekarang." Lukas kembali tersenyum hangat sambil menepuk nepuk kepala Renata.
"Ish... Lukas!" Renata menepis tangan Lukas dengan kasar. "Aku bukan anak kecil tahu! Jadi jangan menepuk nepuk kepalaku layaknya seorang anak kecil!"
Lukas hanya terkekeh dengan kelakuan Renata. Tak lama kemudian,Renata bangkit dari duduknya dan beranjak pergi.
"Mau kemana kau?" Tanya Lukas.
Langkah Renata terhenti. "Kau tidak memasukkan 'dia' kedalam ujianmu kan?"
"'Dia?' Siapa?" Tanya Lukas.
"Bukan siapa siapa" Jawab Renata tanpa membalikkan badannya. Berselang satu detik kemudian. Ia segera melangkah pergi meninggalkan Lukas.
"Meski wajahmu mengatakan tak tahu apa apa. Namun kuyakin kamu tahu akan kehadirannya. Tak mungkin seorang Lukas tak menyadarinya." Gumam Renata.
Ia kini sudah berada di depan mulut gua tempat ia dan yang lainnya beristirahat.
Langkahnya terhenti tepat di mulut gua dan mendapati. Scarlet tengah terbaring bersandar di tembok gua dengan kedua mata tertutup. Ia tak bergerak seincipun,hanya dadanya yang bergerak naik turun seiring ia menarik dan menghembuskan nafas.
Beberapa garis garis bersinar biru menyelimuti tubuhnya, garis garis tersebut tampak seperti kabel yang menyambungkan sesuatu. Garis tersebut seperti kepompong transparan yang menyelimuti ulat yang besar.
Renata berjalan kearah Scarlet kemudian berdiri tepat di depannya. Ia tersenyum miris melihat keadaan Scarlet sekarang.
Sedetik kemudian Renata berbalik badan dan berjalan pergi.
"Bertahanlah kalian semua. Semoga kalian tak terlalu terbawa emosi." Gumam Renata seraya berjalan pergi kemudian menghilang dalam sekejap mata begitu ia menapakkan kakinya keluar dari mulut gua.
----------------------------------
"Sial!" Umpat Loki
Sementara Kate hanya tersenyum puas melihat gelagat adiknya.Tak lama kemudian,ia berjongkok dan mendekatkan bibirnya di telinga Loki dan membisikkan sesuatu.
"Kau membunuh mereka adiku. Bukan aku yang membunuh mereka,tapi kau."
Kata terakhir yang diucapkan oleh Kate berhasil membuat tubuh Loki bergeming.
Srash
Sebuah pedang menancap di perut milik Kate. Dan orang yang menghunuskan pedang itu adalah tak lain adalah Loki sendiri.
Tak lama kemudian, tubuh Kate yang telah ditusuk oleh Loki menghilang seperti asap. Dan tak lama kemudian muncul Kate yang satu lagi beberapa meter di tempat ia di tusuk.
"Jangan lupakan kemampuan deceiver ku." Ujar Kate sambil tersenyum.
"Kalau begitu...." Loki memenggal kalimatnya sambil bangkit dari duduknya, "aku akan membunuhmu sebelum kau dapat menggunakan kekuatan sialan itu!"
Twin Exalibur sudah berada di genggaman Loki. Keduanya sama sama berlumuran darah, tak terkcuali pergelangan tangan Loki juga terkena cairan merah tersebut.
"Hmmm.... bisakah kau melakukanya?" Tanya Kate masih dengan senyum menyeringai yang tergambar jelas di wajahnya. Kate juga mengambil dua belati yang ia simpan di balik lengan bajunya.
"Tak adil bukan jika hanya kau yang menggunakan senjata?" Tambahnya.
Guntur berbunyi bagai sebuah pertanda munculnya pertarungan hebat. Awan awan sudah berkumpul dan berubah menjadi hitam. Tetes tetes air dari langit mulai berjatuhan, membasahi pulau itu.
Cuaca yang semula cerah berubah menjadi muram. Cipratan darah di hutan menjadi larut dengan air hujan.
Tringg
Trangg
Bunyi dua pedang yang saling bergesekkan beradu dengan bunyi guntur yang menggelegar.
Muncul dua sosok yang saling menghunuskan dua besi yang dipegang masing masing. Hujan deras dan guntur tak dipedulikan oleh keduanya. Mereka hanya fokus pada sosok di depannya masing masing.
---------------------------------
"Kira kira apa yang terjadi jika aku melenyapkan dirimu?" Tanya Ares dengan senyuman menyeringai di wajahnya.
"Hha!. Coba saja kalau kau bisa!" Gertak Scarlet. Ia tak merasa gentar sedikitpun dengan ancaman yang dilontarkan Ares kepadanya.
"Benarkah? Kalau begitu kau yang memintanya." Ares menerjang kearah Scarlet, ia mncoba memukul tubuh Scarlet dengan tangan kosong.Namun setiap serangannya ditahan oleh pheonix milik Scarlet. Menyebabkan Scarlet menghindar dengan mudah.
"Burung sialan!" Umpat Ares sambil melemparkan sihirnya kearah Pheonix. Namun serangannya gagal karna Scarlet dan pheonix melakukan uniting. Dan kini Scarlet mempunyai sepasang sayap emas dengan sebuah tombak di tangannya tubuhnyapun mengeluarkan cahanya jingga keemasan.
"Apakah sihir Slayer selemah ini?" Ledek Scarlet sambil menguatkan pegangan pada tombaknya.
"Ho~ rupanya kau meremehkanku. Kalau begitu aku akan berhenti bermain main."
"Dan kurasa kau memang terlalu banyak bermain." Sambung Scarlet.
"Zero." Sedetik kemudian, semua yang disentuh oleh ares menghilang seolah olah tak pernah ada.
Bahkan lantai gua yang ia pijak berlubang dan berubah menjadi putih. Dan kini Ares tengah berdiri tepat diatas lubang itu tanpa ada masalah apapun.
"Seranganmu tak akan berguna jika mengenaiku. Kekuatanku adalah meniadakan sesuatu. Serangan jarak jauh milikmu akan langsung lenyap begitu menyentuh tubuhku. Sentuh aku, maka tamatlah riwayatmu." Ancam Ares.
Scarlet hanya menggigit bibirnya sambil meremas tombaknya. Ia tak boleh gegabah jika hendak menyerang ares. Karna salah satu langkah saja maka tamatlah riwayatnya.
----------------------------------
"Mirror mask itu adalah kekuatanku Evelyn,aku memiliki sihir tipe specialization yang mampu meniru kemampuan lawanku." Ujar Silvy dengan nada bersemangat.
Evelyn hanya menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya sambil tersenyum."Astaga,rupanya aku kurang serius." Gumam Evelyn sambil kembali berdiri namun suaranya cukup keras untuk di dengar semua orang.
"Benar,kusarankan agar kau mengambil keputusan sekarang." Sambung Veronica sambil tersenyum,tubuhnya mulai bersinar ungu.
Evelyn kini berhadapan dengan empat orang yakni teman temannya ketika kecil. Yaitu Silvy, Veronica, Jared dan Zeal. Mereka adalah teman Evelyn ketika masih kecil.
Tanpa aba aba Zeal langsung menusuk tanah dengan tombaknya. Sedetik kemudian muncul tonjolan tonjolan tanah tajam di tempat Evelyn berpijak. Dengan sigap Evelyn langsung terbang diudara demi menghindar serangan dari Zeal.
Dan ternyata di atas sudah ada Jared dengan tubuhnya yang bersinar putih. Ia bersiap siap memembakkan panah yang semula disembunyikannya.
Evelyn sedikit terlambat menyadarinya hingga ia dapat mengghindar di detik detik terakhir alhasil ia mendapat luka gores di lengannya.
Ketika Evelyn bersiap siap menembakkan pistolnya kearah Jared tadi. Jared sudah berdiri di tempat teman temannya. Busur masih ia genggam dan kini Evelyn lebih waspada setelah melihat busur itu.
"Black bullet" Gumam Evelyn sambil bersiap siap menembak dengan pistolnya.
Duar
Sebuah tembakkan terjadi. Namun tak ada ledakan yang tercipta. Yang ada hanyalah lubang menganga berwarna hitam yang tak memiliki ujung yang tercipta di tempat peluru itu terkena tanah.
Dan lubang itu berada tepat di depan sosok teman Evelyn di masa lalu.
"Kau membidik apa?" Ledek Silvy sambil melihat kearah lubang tak berujung itu. Dan yang lain terkekeh dengan ledekan Silvy, sementara Evelyn tak terpengaruh sama sekali dengan ledekan Silvy. Ia tetap tenang dan menatap keempatnya dengan seksama.
"Semuanya, Evelyn sepertinya hanya mengancam kita dengan gertakan sambal." Sambung Zeal yang langsung disambut dengan tawa lepas semuanya terkecuali Evelyn.
Evelyn tetap tenang meski diledek tanpa alasan yang jelas. Ia menundukkan kepalanya hingga membuat poni biru miliknya menutupi sebagian besar wajahnya terkecuali bibirnya yang membentuk sebuah senyjman kecil. Benar,senyuman kecil yang bahkan tak akan terlihat dalam jarak yang sangat jauh.
"Lihat!, dia bahkan bersedih karna gertakannya tak berhasil." Tambah Jared dan yang lainnya masih tertawa.
"Sudah cukuo semuanya." Potong Veronica, mereka bertigapun berhenti tertawa. "Kurasa giliranku untuk menyerangnya."
Tubuh Veronica diselimuti oleh sinar berwarna ungu. "Jared, bantu aku kesana. Dan silvy bisakah kau terbangkan aku?" Silvy dan Jared mengangguk sebagai respon atas perintah dan pertanyaan Veronica.
Menyadari lawannya akan melakukan sesuatu, Evelyn kembali mendongakkan kepalanya. Ia memandang lurus kearah empat orang di bawahnya.
Dalam sekejap mata, Veronica sudah berada tepat di depan Evelyn dengan jarak 50 cm dan bersiap siap menyerang.
Evelyn yang terkejut hanya bisa menghindar dengan mundur beberapa langkah kebelakang.
"Ada apa? Takut? Terkejut?" Tanya Veronica.
"Kurasa aku yang terakhir kau sebut." Jawab Evelyn dengan nada sinis.
"Oh benarkah? Baguslah!" Veronica melemparkan sesuatu kearah Evelyn.
Butuh beberapa detik bagi Evelyn untuk melihat apa yang baru saja ia lemparkan kearahnya. Karna ukurannya sangat kecil dan tipis. Namun berkat kacamata yang ia pakai ia dapat memperbesar aoa yang dilihatnya seperti gambar. Dan ternyata Veronica melemparkan beberapa jarum kearahnya.
Tanpa babibu Evelyn langsung mengelak ke kanan kemudian ia kembali menembakkan pelurunya. Dan kejadian yang sama seperti tadi, yaitu lubang besar berwarna hitam yang tercipta.
Duar
Duar
Duar
Sudah beberapa kali Evelyn menembakkan peluru yang sama. Dan sudah ada beberapa lubang berwarna hitam yang tercipta akibat tembakkannya. Dan ia juga harus mengelak tembakkan panah dan tanah dari Jared dan Zeal. Sementara Silvy hanya berdiri sambil menonton yang lainnya menyerang. Nanun bukan berarti ia hanya diam dan menonton. Ia harus menjaga Veronica tetap terbang di bawah kendalinya. Karna jika ia kehilangan konsentrasi maka Veronica akan jatuh.
"Haaahh... haaahh." Semuanya bernafas dengan tersenggal senggal. Keringat mulai bercucuran dari tubuh masing masing, tak terkecuali Silvy yang juga bernafas dengan tersenggal senggal.
Tapi, yang terlihat paling lelah diantara semuanya adalah Evelyn dan Veronica yang dari tadi hanya memainkan permainan bertahan dan menyerang. Dan semua serangan masing masing dapat dielak dengan mudah.
Namun, disela kelelahan yang dirasakkan oleh keduanya. Evelyn dan Veronica tersenyum penuh arti.
"Jangan pikir kalau ini..." Ujar Evelyn dengan nafas masih tersenggal senggal.
"Ini masih belum..." Sahut Veronica dengan tersenggal senggal.
"SELESAI!" Pekik keduanya secara bersamaan.
---------------------------------
"Haahh... renata. Kau mungkin pikir aku yang membuat ujian ini." Gumam Lukas sambil melihat kepergian Renata.
"Asal kau tahu. Bukan aku yang membuatnya." Lanjutnya sambil melihat pemandangan hutan di bawah sana.
'Lagipula, inilah satu satunya cara agar mereka bisa mengendalikan emosi mereka dengan baik. Aku tahu, kalau ini cara yang tak terlalu manusiawi. Karna ini mencampur adukkan masa lalu mereka. Dan semua yang ada di sini adalah kebenaran menyakitkan akan masa lalu mereka satu satu. Meski beberapa di modifikasi dan dicampurkan dengan kenangan pahit. Namun tetap saja...'
Batin Lukas dalam hati. "Aku hanya tak ingin mereka terbawa dengan masa lalu." Lanjutnya, 'aku tak ingin mereka menjadi seperti aku dulu'
----------------------------------
Dulu, setelah Lukas selamat dari kebakaran di rumahnya. Semua ucapan ucapan para penduduk merasukinya. Ia menyelidiki darimana ia mendapat sihir ini dan ternyata ada rumor yang mengatakan kedua orang tua Lukas mengancam seorang penyihir murni agar memberikan kekuatannya kepada Lukas.
Dan sesungguhnya itu tak benar. Lukas mengenal orang itu, ia adalah teman ayahnya yang selama ini membantu kedua irang tuanya membuat Crystal sihir. Dan ketika beliau sakit, ia memberikan kekuatannya kepada Lukas kemudian menghembuskan nafas terakhirnya begitu memberikan kekuatannya.
Setelah mengetahui adanya rumor itu. Lukas menjadi dingin yak lagi periang seperti dulu. Ia menjadi orang tanpa ekspresi sama sekali, sorot matanya begitu kosong dan redup.
Ia hanya menghabiskan waktunya dengan melatih kekuatannya.
Suatu hari, ia kembali ke desa tempat ia tinggal. Saat itu ia berusia 10 tahun dan berjalan jalan di desa itu. Ia tak peduli dengan para warga yang memandang aneh kearahnya.
Bagaimana tak aneh? Seorang anak kecil berusia 10 tahun berjalan kesana kemari tanpa ada yang mengawasi maupun menjaganya.
Sampai Lukas kecil tak sengaja menabrak seorang anak seusianya.
"Ah maaf." Ujar anak itu sambil mengulurkan tangannya untuk meminta maaf. Namun tangannya tak disambut oleh Lukas kecil sama sekali. Karna Lukas kecil sadar siapa bocah itu.
"Ah, tolong maafkan anakku." Sambung ibu dari bocah tersebut. Namun Lukas kecil hanya menatap dingin sang ibu. Yang membuat sang ibu dari bocah tersebut merinding kemudian pergi tanpa berkata apapun.
Memang penamoilan Lukas kecil sedikit berubah. Ia merubah model potongan rambutnya, selain itu sorot matanya juga berubah yang semula hangat menjadi dingin. Cara berpakaiannya dibilang cukup casual untuk seorang pengelana. Ia hanya memakai kaus dengan celana jeans kemudian sebuah tas besar berisi keperluannya.
Ia kini juga mengenakan topi hingga orang orang tak akan mudah mengenalinya.
Tujuannya untuk datang di desa ini hanyalah untuk mencari Crystal crystal sihir buatan orang tuanya.
Ia berjalan dengan santai tanpa memedulikan orang orang disekitarnya. Hingga ada seorang pria yang menarik tasnya hingga tubuh Lukas kecil ikut terangkat.
"Hehh... ruapanya ada anak kecil nih. Mana orang tuamu?!" Tanya pria itu. Ia memiliki tubuh yang kekar dan berotot ada juga tato di lengannya, kulitnya berwarna cokelat dengan beberapa luka di wajahnya memberikan kesan garang.
"Hei kalian. Geledah tasnya dan ambil uangnya, kalau tak mau dikasih pukul dia sampai kapok." Titah orang itu kepada tiga orang yang lebih kecil darinya. Yang sepertinya anak buah dari orang itu.
Lukas kecil tak merasa panik atau takut. Ia malah terlihat tenang tenang saja. Bahkan ketika tubuhnya dihempaskan di tanah ia tak meringis kesakitan sedikitpun.
"Anak aneh." Gumam sang pemimoin preman itu. Sementara para warga di jalanan yang menyaksikan hal itu hanya bisa menonton tak ada yang berani menolong Lukas kecil.
Jika dilihat lihat situasinya. Tak ada warga yang berani menolongnya berarti ketiga orang ini telah menguasai desa ini. Kemudian selain itu warga takut pada mereka maka mereka adalah orang yang kuat.
Ketika tas Lukas kecil diambil oleh salah satu anak buah sang pemimpin. Lukas memegang tali di tasnya dan menariknya hingga tas tersebut kembali kepadanya.
"Hei bos. Dia tak mau menyerahkan tasnya." Lapor salah satu anak buahnya.
"Heh~ bernyali juga ini anak. Kalau begitu kuserahkan pada kalian. Terserah mau pake sihir atau ngak." Jawab sang atasan sambil tersenyum menyeringai begitupun sang anak buah.
Lukas masih memegang tas ranselnya dengan kuat kuat. Ia tak sudi memberikan tasnya kepada orang orang itu.
"Hei anak kecil, kau mai cari mati hah?!" Ujar salah satu anak buah sambil menunjuk nunjuk Lukas kecil. Namun Lukas kecil hanya menatap orang itu dengan bosan.
Sampai sampai sebuah pukulan mengenai wajah Lukas kecil hingga membuatnya terhempas beberapa meter kebelakang dan terjatuh tepat di tengah jalan.
Semua aktifitas warga seketika terhenti begitu melihat kejadian ini. Mereka segera menyingkir dan masuk kedalam rumah masing masing sambil sesekali mengintip di lubang jendela atau pintu.
Lukas kecil terbaring di atas jalan dengan tas miliknya masih di dalam genggamannya. Topi yang dikenakannya menutupi wajahnya, tak ada yang tahu ia tewas atau tidak.
Gelak tawa terlepas di mulut sang pemimpin. Ia tertawa renyah sambil menunjuk nunjuk Lukas yang terbaring di atas jalan.
"Inilah yanh terjadi jika kau menentang kami!" Ujarnya disela tawanya." Itu juga berlaku untuk kalian para warga desa zlyo. Jika kalian tak memberikan apa yang kami inginkan maka kalian akan bernasip seperti anak itu!" Lanjutnya sambil menunjuk nunjuk Lukas kecil yang tengah terbaring.
Anak buah yang telah memukul Lukas kecil berjalan mendekat kearah Lukas kecil yang tengah terbaring. Ia hendak mengambil tas yang dipegang Lukas kecil. Namun ada tangan yang menahan tas itu agar tak diambil.
Sang anak buah terkejut begitu melihat sang pemilik tangan yang menahan tas itu. Siapa lagi kalau bukan Lukas kecil, kedua bola mara sang anak buah beralih kearah wajah Lukas kecil yang tertutup topi. Namun sebelah matanya tak tertutup sama sekali. Dan mata tersebut menatap sang anak buah dengan tatapan dingin dan membunuh.
Sang anak buah terpaku pada mata hazel tersebut. Keringat dingin mulai bercucuran. Tubuhnya mulai gemetaran dan semua bulu kuduknya berdiri.
"Oi Gean!. Kenapa?" Tanya sang pemimpin kepada anka buahnya yang dipanggilnya Gean.
"A-ah. Bukan apa apa." Jawabnya dengan bohong. Kemudian ia memberanikan niat untuk menarik tas milik Lukas kecil. Dan kejadian selanjutnya benar benar tak terduga.
"Kubilang jangan sentuh tas ku!"
Bentak Lukas kecil yang membuat semuanya hening. Tak hanya itu yang membuat semuanya terkejut. Melainkan ia berteriak demikian sambil menendang perut milik Gean kemudian dengan secepat kilat Lukas kecil berada di samping Gean dan menembakkan sihir kearahnya. Bahkan meski Gean sempat memuat perisai, perisai yang ia buat tak cukup kuat untuk menahan serangan Lukas kecil. Menyebabkan perisai tersebut pecah dan Gean ikut terpental kebelakang sejauh 50 meter dari tempat Lukas kecil.
Semuanya yang menyaksikan kejadian yang berlangsung selama beberapa detik itu terpana. Tak terkecuali para warga yang mengintip dari dalam rumah.
Beberapa detik kemudian Gean bangkit dan berjalan sempoyongan kearah komplotannya. Salah satu anak buah atau teman Gean geram melihat temannya diperlakukan demikan. Ia bersiap siap untuk menyerang Lukas kecil namun Gean menahannya dan menyuruhnya untuk tenang.
"Zio, anak itu bukan anak biasa. Jangan gegabah." Ujar Gean kepada rekannya yang bernama Zio.
"Kurasa kita akan sedikit bersenang senang. Bagaimana Gean,Zio? Kuserahkan anak itu pada kalian. Terserah kalian mau menahan diri atau tidak." Ujar sang pemimpin Gean dan Zio.
Lukas kecil yang menyaksikan ketiga orang tersebut dari kejauhan hanya bisa bersiap siap dengan langkah yang diambil mereka selanjutnya. Kedua iris hazel miliknya berkeliling melihat lihat sekitar. Sampai ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Sebuah poster yang terbawa angin dan mendarat di kakinya. Di poster itu tertulis tentang aturan para warga desa Zlyo setelah dikuasai oleh ketiga orang tersebut. Disitu tertulis atas nama Berk ada juga tanda tangannya.
'Kurasa ketuanya bernama berk. Lagipula sejauh ini aku hanya mendengar nama anak buahnya saja. Haaahh membuang buang waktu saja, mana tujuanku bukan begini lagi.'
Batin Lukas sambil menghela nafas panjang.
"Hei anak kecil, jangan alihkan konsentrasimu selama pertarungan." Dengan malas Lukas kecil melihat kearah sumber suara tersebut. Dan mendapati Zio sedang memegang sebuah pedang dan hendak mengayunkannya kearah Lukas kecil. Senyuman licik tergambar di wajah Zio.
Lukas kecil tak mengelak maupun terkejut. Ia hanya menahan pedang itu dengan tangan kosong dan mencengramnya kuat kuat. Membuat cairan merah kental mengalir dari telapak tanggannya. Tak ada ringisan rasa sakit dari mulut Lukas kecil. Tak ada ekspresi merasakan kesakitan sedikitpun di wajah Lukas. Ia tetap berwajah dingin nan datar.
Justru karna ekspresi yang tenang nan datar itu malah membuat lawan Lukas kecil ketakutan. Karna ia seperti robot, tak merasakan sakit atau tak berekspresi sama sekali.
"Apakah acara membualmu sudah selesai?" Tanya Lukas kecil dengan nada sinis. Sementara sang lawan bicara tak menjawab melainkan hanya menatap pedangnya yang dicengkram oleh anak kecil. Bukan hanya itu yang menarik perhatiannya, melainkan bilah pedangnya sedikit demi sedikit retak karna dicengkram terlalu kuat dan akhirnya patah.
Sang pemilik pedang-Zio langsung terduduk dengan badan gemetaran. Kedua matanya menatap teror kearah Lukas kecil.
"Aku kesini bukan untuk menghadapi sekelompok bandit payah seperti kalian. Jadi gak ada gunanya untuk berkelahi dengan kalian. Haahhh.... benar benar membuang buang waktu dengan sekelompok pecundang seperti kalian." Gumam Lukas kecil. Namun ia sengaja mengeraskan suaranya agar dapat di dengar oleh semuanya.
Ia mengelap lukanya yang berdarah dengan kain kemudian menyembuhkannya hingga luka tersebut menghilang. Setelah itu Lukas kecil kembali mrngenakan tas ransel meiliknya dan berjalan santai melewati berk - sang pemimpin bandit tersebut.
"Tunggu!" Sebuah tangan mencengram tas ransel milik Lukas kecil dan melemparnya ke samping bersama sang pemilik tas. Lukas kecil menabrak salah satu rumah kayu dan membuat pintunya berlubang akibat lemparan milik Berk terlalu kuat hingga merusak pintu rumah.
Sang penghuni rumah gemetaran begitu melihat Lukas kecil dilempar seperti itu dirumahnya.
"Oi kamu gak papa?" Tanya salah satu penghuni rumah kearah Lukas kecil yang masih bergeming dari posisinya tadi. Sedetik kemudian Lukas kecil kembali berdiri sambil membersihkan pakaiannya yang kotor karna debu.
Melihat gelagat Lukas kecil yang nampak seperti tak terjadi apa apa menjawab pertanyaan salah satu penghuni rumah.
"Astaga kan aku udah bilang kalau aku tak punya urusan dengan kalian." Gumam Lukas kecil sambil membersihkan pakaiannya.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu setelah menghina kami huh?!" Pekik Berk dengan emosi.
"Apakah ada masalah? Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya." Balas Lukas kecil dengan tenang.
"Kau benar benar cari MATI YA?!" Berk kemudian mengeluarkan kapak miliknya di sarungnya menudian menerjang Lukas kecil.
Lukas kecil hanya diam di tempat sambil melihat Berk dengan ekspresi datar.
Kapak tersebut berhenti satu senti tepat di depan kepala Lukas kecil. Tubuh Berk terlihat tak bisa digerakkan. Ia berhenti dadakan dari gerakannya. Dan sumber dari semua ini adalah Lukas. Tubuhnya bersinar keemasan dan lingkaran sihir tercipta di bawah kaki Lukas dan berk.
Tak lama kemudian kapak yang dipengang oleh Berk jatuh ke lantai begitu pula sang pemiliknya. Ia terjatuh dengan kasar di lantai. Dan kini Berk berusaha bangkit kembali sambil menggunakan sihirnya, ia membuat tubuhnya bersinar hijau dan kini ia kembali terduduk meski masih dipaksa untuk tetap diam di tempat.
"Drop" Ujar Lukas kecil. Kemudian tubuh Berk kembali berbaring tengkurap diatas lantai.
"Semakin besar usahamu untuk menekan gravitasi ini. Maka akan semakin besar pula kau ditekan gravitasi ini." Ujar Lukas kecil sambil berjongkok dan melihat ekspresi yang diberikan oleh Berk.
"Pergilah dari desa ini dan jangan kembali lagi. Kalian benar benar mengganggu pencarianku. Dan jangan coba coba untuk menyerangku dari belakang." Ujar Lukas sambil melirik ke belakangnya dan menatap tajam dua sosok yang berusaha menyerangnya yang tak lain lagi adalah Gean dan Zio.
"Pull" Keduanya langsung terhempas kebelakang dan menempel paksa pada dinding di belakang mereka.
"Aku kan sudah bilang bahwa kalian ini tak ada apa apanya denganku. Kusarankan kalian pergi sekarang atau kesabaranku akan habis dan aku akan mengirim kalian ke dimensi antah berantah." Ancam Lukas kecil kepada ketiganya sambil membatalkan mantra sihirnya.
Ketiga bandit itu langsung menurut dan pergi dengan berbagai gertakan yang tak akan didengar oleh Lukas kecil.
Setelah kejadian itu, Lukas kecil berjalan dengan santai keluar dari pintu rumah yang rusak itu sambil membawa tas ranselnya. Langkahnya terhenti kemudian ia membalikkan badan.
"Repair." Gumamnya dan bagian depan rumah kayu yang semula hancur kembali seperti semula seolah olah tak pernah rusak.
Sedetik kemudian para warga desa bersorak sorak riang atas apa yang dilakukan oleh Lukas kecil mereka langsung menyambutnya dengan hangat bahkan ada banyak orang yang mengucapkan trimakasih kepadanya.
Kejadian ini membuat hatinya kembali melunak dan akhirnya setelah tiga tahun ia kembali tersenyum hangat seperti sedia kala. Di dalam hati ia berpikir 'mungkin orang orang mau menerimaku yang sekarang'. Namun ia membuat kesalahan yang fatal saat mereka menanyakan siapa dia. Lukas kecil menjawabnya dengan nama aslinya kemudian pandangan semuanya langsung berubah menjadi ngeri.
Ucapan ucapan hangat yang sebelumnya mereka ucapkan berubah menjadi tatapan ngeri sekaligus benci.
Lukas membuka hatinya kembali di waktu yang salah. Dan kini ia kembali merasakan luka yang sudah lama ia kubur dalam dalam.
Setelah itu Lukas kecil kembali menutup hatinya untuk orang orang. Ia tak lagi peduli pada siapapun. Kali ini ia mengunci hatinya lebih rapat dari sebelumnya dan tak ada seorangpun yang bisa membuka gembok di hatinya.
Namun segalanya berubah begitu ia kembali ke kampung halamannya untuk memenangkan Crystal sihir blue sky yang dibuat orang tuanya. Dan disitulah ia bertemu dengan Leon Lukie, orang yang menemukan kunci yang pas untuk membuka gembok di hati seorang Lukas.
Sejak saat itu keduanya menjadi sahabat dan saling membantu dan menemukan sesuatu bersama sama.
Kemudian suatu hari Leon membuat ujian untuk murid Lukas di masa depan nanti. Lukas tak mempertanyakan mengapa karna ia tahu temannya itu bisa meramal masa depan. Ia juga tak menanyakan untuk apa ujian itu karna ia tahu jika ia bertanya demikian maka usia Leon akan terancam. Meski Lukas sedikit terkejut dengan ujian yang dilaksanakaan ia tetap setuju dengan keputusan temannya itu. Karna ia yakin inilah yang terbaik..
---------------------------------
Sosok naga Hitam tersebut masih menatap Rendi dengan seksama. Rendi sudah melakukan acara menatap dengan naga itu selama satu menit.
"Ahhh... bisakah kau berhenti menatao begitu? Rasanya risih tau." Keluh Rendi.
"Bukannya kau juga sama. Balas menatapku dengan gak jelas. Aku juga geli tau." Balas naga itu dengan ketus.
"Haahh? Bukannya kau yang menatapku duluan?!" Rendi balas bertanya dengan kesal. Ia memiringkan kepalanya sambil menatap tajam naga itu.
"Tapi... bukankah kau yang memukulku duluan?!" Nada bicara naga itu meninggi.
"Tapi kan aku bukan mau memukulmu. Tapi pria dengan jaket yang semula ada di tempatmu!" Balas Rendi tak mau kalah.
"Eh?! Tapi kan seharusnya kamu liat liat dong siapa yang akan kamu pukul. Jangan main pukul sembarang orang!" Hardik naga itu.
"HAH?! Salah siapa coba? Yang muncul di tengah tengah pertanrungan orang dengan tiba tiba?! Hasilnya yah kena bogem kan?!" Jawab Rendi dengan ketus.
"APA?! Diam kau manusia lemah!"
"HAH?! Apa kau bilang naga CEROBOH?!"
"EHEM!" Suara dehaman menghentikan keduanya dari saling bertengkar. Dan keduanya langsung melihat kearah sumber suara tersebut yaitu seekor naga putih betina.
Hening........
Satu detik.....
Dua detik...
Tiga detik...
"Apakah perdebatannya sudah selesai?" Tanya naga putih tersebut.
Sedangkan Rendi dan naga hitam saling tatap untuk beberapa detik hingga.
"Eh? Tadi aku berdebat dengan kamu? Memangnya apa sih yang aku bilang tadi?" Tanya Rendi dengan polos sambil menggaruk garuk tekuknya.
"HAAHH! Kau sudah lupa dengan ucapanmi tadi?! Dasar kau manusia s-." Ucapan naga hitam terpotong begitu melihat tatapan tajam dari sang naga putih.
"Yah... aku terbawa emosi dan suasana makanya aku bicara tanpa pikir panjang." Ujar Rendi sambil tertawa garing.
"Yah Edgar, apa yang kau lakukan disini? Kau tahu kan kau mengganggu apa yang baru saja terjadi sekarang." Tanya sang naga putih dengan nada manis namun jika diperhatikan lebih teliti nada bicaranya terdengar mengancam.
"Yah, kan aku sudah bilang kalau aku akan melihat 'seseorang.'" Jawab sang naga hitam bernama Edgar tersebut.
"Tapi tidak juga begitu kan?! Sekarang ada sesuatu yang harus orang itu selesaikan." Balas naga putih dengan nada serius.
"Iya ya aku mengerti. Kali ini kita gak akan bertarung, benarkan? Elena?" Tanya Edgar kepada sang naga putih bernama Elena tersebut.
"Kurasa iya." Jawab Elena dengan nada sinis. Sedetik kemudian naga hitam bernama Edgar tersebut menghilang dan berubah menjadi butiran butiran cahaya hitam.
"Nah Rendi. Ada yang ingin aku katakan." Ujae naga putih bernama Elena sambil tersenyum kearah Rendi. Namun sedetik kemudian senyum tersebut menghilang dan berubah menjadi tatapan amarah dan dendam.
"Rendi Lukie." Nada bicara Elena berubah menjadi menyeramkan. Awan awan yang semula berwarna putih verubah menjadi hitam dan mulai berkumpul hingga menutupi langit. Disela sela awan hitam tersebut muncul guntur yang berwarna kemerahan.Angin kencang berhembus di sekitar Elena dan Rendi.
Tubuh Rensi yang masih sebagian dalam kendali kekuatannya menjadi kesakitan.
"Kau telah memasuki daerah para naga tanpa izin. Sebelumnya aku memberimu toleran karna tampak tak berbahaya. Namub setelah melihat kejadian ini kau adalah ancaman di tempat ini oleh karenanya aku akan menghukummu!" Titah Elena.
Rendi semakin mengerang kesakitan setiap kali ia mendengar Elena mengucapkan setiap kata.
"Ada kegelapan di hatimu dan kau tak pantas berada di dalam sini. Kau telah membuat kegelapan akan dendam menguasaimu maka dengan ini aku telah mengecap dirimu sebagai ancaman!"
"Kau pantas di hukum! Masuklah kedalam kegelapan abadi!" Hardik Elena. Sedetik kemudian mucul sebuah Lubang hitam yang menyedot Rendi kedalamnya.
------------------------------------
Sudah delapan kali Loki menusuk kakaknya dan empat dari delapan tusukan itu Kate menggunakan kekuatan Second change miliknya hingga ia menggantikan Rendi,Evelyn,Scarlet dan Renata sebagai pengganti nyawa miliknya.
"Bagaimana rasanya membunuh temanmu sendiri?" Ledek Kate.
"Diam!" Bentak Loki.
"Wah... galaknya..." Kate berakting terkejut. "Yah.. semua temanmu sudah habis. Sudah gak seru lagi. Aku tahu!" Seusai Kate mengucapkan kalimat terakhirnya. Loki sudah menghunuskan pedangnya di perut Kate.
Kate hanya tersenyum penuh arti sambil berbisik tepat di telinga Loki. "Kena kau."
Loki masih belum mengerti dengan ucapan Kate barusan hingga ia menyadari ada sebuah cairan hangat yang mengalir dari tubuhnya. Cairan itu berwarna merah kental dan bersumber dari perutnya.
Loki memandang nanar kakaknya yang tak terluka. Pandangannya memburam tak lama kemudian ia jatuh dari ketinggian terbangnya.
"Dasar adik bodoh." Gumam Kate
---------------------------------
Scarlet masih terpaku di tempat ia berdiri. Ia masih belum melancarkan serangan apapun semenjak Ares menjelaskan kekuatannya. Ia tak ingin kehilangan para rohnya dengan sia sia. Dari tadi Scarlet hanya memikirkan siasat cara mengalahkan Ares dengan mudah. Namun sejauh ini yanh ia dapatkan hanyalah jalan buntu.
"Jangan berpikir jika aku tak bisa menyarangmu tanpa basa basi." Ujar Ares yang tiba tiba ada di belakang Scarlet.
"Erase." Ujar Ares dan sedetik kemudian keberadaan Scarlet menghilang bagai telah dihapus dari dalam dunia.
"Aku menang,dasar payah." Gumam Ares seraya membetulkan posisi kacamatanya.
----------------------------------
Sedetik kemudian. Tubuh evelyn terjerat oleh benang benang hingga membuat kulitnya tergores. Sedangkan Veronica mulai terhisap oleh lubang hitam yang dibuat oleh Evelyn.
"Jangan berpikir kalai aku menembakmu dengan acak." Ledek Evelyn pada Veronica.
"Lihat siapa yang bicara. Itu pun juga berlaku padamu." Balas Veronica tak mau kalah.
Namun usaha Evelyn menyedot Veronica gagal karna Jared menteportasikan Veronica ketempat aman dan ia juga mrnindahkan lubang yang dibuat oleh Evelyn namun pada usaha terakhir ia gagal dan tersedot kedalam lubang tersebut.
Sedangkan Evelyn yang senelumnya terjerat dalam untaian benang kini sudah terbebas. Meski ia mendapat banyak luka gores disana sini. Ia masih bisa berdiri. Namun...
Sedetik kemudian tubuh Evelyn jatuh di atas tanah. Nafasnya menjadi berat dan keringat bercucuran dengan deras. Sedangkan Veronica terkekeh melihat keadaan Evelyn.
"Jangan sekalipun berfikir jika ini hanya benang biasa." Sahut Veronica sambil memainkan beberapa jarum di tangannya.
"Ada racun di benang ini." Tambah Veronica dengan senyum keji di wajahnya.
Seluruh dunia terasa berlutar putar di mata Evelyn. Kepalanya terasa sangat pening, selain iti seluruh tubuhnya susah digerakkan. Nafasnya begitu memburu paru parunya terasa sesak. Setiap nafas yang ia tarik terasa terbakar dan tenggorokkannya terasa kering.
Kini Evelyn berbaring tak berdaya di atas tanah.
-----------------------------------------
"Hmm..." Luka tampak sedang merenungkan sesuatu.
"Ujiannya sudah kah?" Gumamnya.
"Apa ini tujuanmu? Leon?" Tambahnya.
"Aku tak mengerti mengapa kau menginginkan anak anak seperti mereka mengalami hal ini?" Lanjutnya.
"Yah... kurasa mereka telah gagal. Ujiannya telah selesai." Tambah Lukas.
-------------------------
Hai ada yang kangen author ngak? //plakk *readers : Gak ada!
Jahat... (author : hiks hiks)
Bercanda kok. Oh iya di chap kali ini Rendi sedikit muncul ya? Kira kira apa mereka bener bener gagal ujian? Jawabannya rahasia... heheheh
Omong omong tolong maafin author kalau ada typo atau kesalahan kata. Terus kalau kalian suka cerita ini tolong tekan vote di bawah ya.
Setiap vote dan comment yang kalian berikan itu berharga buat author biar semangat nulisnya balik lho..
Maaf hari minggu gak sempat update. Internet di hp lemot😭😭
Itu saja trimakasih telah membaca ceritaku
Salam hangat dariku
-renaayu
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro