Ini rumah, kata anak laki-laki itu. Tapi kubilang, ini gubuk. "Baiklah. Ini gubuk yang jadi rumahku," tukasnya seperti orang yang kelelahan setelah berburu babi meskipun itu juga benar. Sampai di dalam, dia mengurus babi itu hingga menjadi sebuah olahan yang pantas untuk dimakan. Sambil memasak, dia terus bertanya apa maksudku dengan tidak pernah benar-benar mati atau hidup. Apakah aku hidup dalam memori orang lain?

Kubilang, mungkin. Jadi kuceritakan salah satu keadaan waktu aku bukan di medan perang seperti beberapa waktu lalu, tapi di sebuah tempat antah berantah. Wujudku apa, aku tidak tahu. Rasanya seperti bermimpi. Menonton mimpi. Aku perhatikan seorang gadis muda ini yang terbangun di sebuah sel penjara. Dia berusaha mencari jalan keluar dari sana sambil bicara sendiri.

Menurut dia, dia bernama Tira. Dia seorang mahasiswi, dan dia punya keluarga. Entah di mana keluarganya waktu itu. Dia mengingat-ingat masa ketika mereka sedang liburan bersama dan menjadi sangat rindu. Aku ikut merasakan kerinduannya meski bukanlah keluarga yang aku rindukan.

Setelah mencoba berbagai cara, Tira akhirnya bisa keluar dari sana. Aku tak memperhatikan dengan jelas karena pandanganku buram, atau aku bahkan tertidur, tapi aku terus mengikuti perjalanannya ketika menyusuri lorong serba putih tersebut. Ini laboratorium, katanya. Dan dunia mungkin sudah kiamat.

"Bagaimana bisa kiamat?" tanya si anak laki-laki ketika memotong daging babi panggang di meja. "Bagaimana Anda bisa jadi perempuan."

Maka kubilang, aku tak tahu. Ada banyak ketidaktahuan yang kualami di dunia ini, di dunia setelah mimpi panjang dan gelap yang kulewati hanya untuk menuliskan sebuah surat. Dan setiap perjalanan itu begitu singkat, termasuk milik si gadis pemberani Tira ini. Aku ingin tahu bagaimana akhir kisahnya. Kuharap ia dapat kembali berkumpul dengan orang-orang terkasihnya ... sebagaimana aku akan menemukanmu.[] 

9.31 pm
Airu