Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AYG -26- Obrolan

===========
-26- Obrolan
===========


Tepat pukul sebelas, kelas bubar. Ira segera keluar dari kelas untuk mencari angin segar. Ira mengecek ponselnya, barang kali Hendra sudah mengirim pesan singkat. Namun di ponselnya, tidak ada satu pun pesan atau panggilan dari Hendra.

Ira memilih duduk di kafe biasa sambil menunggu Hendra. Lalu kembali mengecek ponselnya, masih tidak ada pesan singkat dari Hendra. Mungkin Hendra sedang benar-benar sibuk. Sebab sudah seminggu Hendra tidak menghubunginya lewat Whatsapp.

Apa begini rasanya punya suami calon dokter? Pikir Ira. Diam-diam, Ira kerap membayangkan dirinya menjadi istri Hendra. Dalam bayangannya, Ira berbagi kasih dengan para pasien Hendra. Rasanya waktu 24 jam hanya cukup untuk rumah sakit saja.

Jangankan udah jadi istri. Masih belum apa-apa aja dia udah nggak ada kabar.

Merasa sudah jenuh, Ira menghabiskan minumannya lalu memutuskan untuk keluar dari kafe. Beberapa meter meninggalkan tempat itu, Ira merasa ada mobil yang mengikutinya. Ira memutar tubuhnya. Matanya menangkap copen silver yang menjadi kendaraannya selama tiga belas hari ini.

Orang yang berada di dalam mobil menampakkan diri. Dia adalah orang yang Ira tunggu-tunggu kabarnya. "Kamu udah keluar?"

"Udah dari sejam yang lalu," jawab Ira datar. "Kamu sendiri kenapa nomornya susah dihubungi?"

"Oh itu. Hp-ku rusak gara-gara kecebur ke kolam. Lagi di servis sih. Sambil nunggu hp-ku jadi, aku pakai hp Mama dan belum aku setting."

"Apa nggak ada yang nyariin kamu? Padahal kan kamu udah hp cadangan."

"Palingan Ibas yang nyariin. Nggak penting."

Jawaban Hendra membuat nyali Ira seketika menciut. Terus aku ini juga dianggap nggak penting gitu?

"Ira, aku ada kabar baik buat kamu."

"Kabar apa?"

"Masuk ke mobil dulu, yuk. Kasian kamu kepanasan."

Ira setuju. Akhirnya dia masuk ke dalam mobil laki-laki itu.

"Kita ke mushala dulu. Aku belum sempat shalat. Kamu udah shalat?"

"Aku lagi halangan."

"Halangan apa?"

"Ya halangan."

"Oh haid maksud kamu? Ah kamu, ngomong sama aku pakai kode-kodean segala. Aku tahu kalau perempuan yang belum pernah berhubungan intim pasti bakal mengalami menstruasi."

"Halangan itu kata yang aman. Aku belum terbiasa."

"Harus dibiasakan dong, soalnya nanti juga suatu saat aku tahu dalem-dalemnya tubuh kamu."

Ira terbelalak. "Apa?"

Hendra gelagapan. "Nggak. Maksud aku... kemarin skripsi aku di Acc, besok aku sidang."

"Serius?"

Hendra menggangguk. "Dan maaf buat beberapa hari ini aku nggak ada kabar. Aku emang lagi sibuk-sibuknya."

"Nggak pa-pa. Nyebelin sih, tapi kalau kamu sibuk buat kebaikan kamu, aku sih oke aja."

Hendra tidak bisa menahan senyumnya usai mendengar penuturan Ira. Kalimat kalau kamu sibuk buat kebaikan kamu, aku sih oke aja membuat Hendra tak henti-hentinya mengucap kata syukur karena di pertemukan dengan perempuan seajaib Ira. Memang tidak salah jatuh cinta pada gadis itu.

Hendra dan Ira sudah tiba di mushala. Hendra mencari tempat yang aman untuk memarkir sementara kendaraan kesayangannya itu. Begitu sudah dapat, Hendra memarkir mobilnya dengan benar lalu mematikan mesinnya dan melepas seatbel.

"Kamu mau tunggu di dalam?" tanya Hendra sebelum membuka pintu mobil.

"Iya."

"Tunggu dulu, ya. Paling lima jam lagi aku selesai."

Ira melotot. "Kamu mau shalat Zuhur apa Istigasa?"

Hendra tertawa. "Just kidding, girl. Cuma sepuluh menit."

Ira mencebik. Tidak lama, Hendra sudah lenyap bersamaan dengan mahasiswa lain yang ingin bertatap muka dengan Sang Pencipta. Sambil menunggu Hendra selesai shalat, Ira mengeluarkan laptopnya dan menyalakan perangkat itu. Komik permintaan Alvi sudah berjalan 75% dan kemungkinan besar komik itu bisa diterbitkan tiga bulan lagi sesuai rencana.

Ira merasa bangga bahwa sebentar lagi dia bisa mewujudkan permintaan terakhir dari Alvi. Walaupun ending dari komik tersebut tidak sama seperti kenyataannya karena Ira mengubah sedikit alur ceritanya. Tentu saja Ira sudah mendapat izin dari Marissa. Ira mau komik buatannya membawakan cerita yang menyenangkan.

Waktu sepuluh menit yang dijanjikan Hendra nyatanya tidak ada bukti. Karena sudah dua puluh sembilan menit Hendra belum menampakkan batang hidungnya, delay sembilan belas menit dari waktu yang dijanjikan. Mungkin saja Hendra masih khusyuk berdoa.

"Akhirnya selesai juga." Di menit tiga puluh satu, Hendra datang dan langsung masuk ke dalam mobil. Ira segera menutup laptopnya, lalu memasukkan benda itu ke dalam tas. Sedangkan Hendra meletakkan peci yang tadi dia kenakan di dasbor.

"Maaf ya ngaret. Tadi ada adik tingkat ngajak ngobrol."

"Iya, nggak pa-pa."

"Terus, kita mau kemana sekarang?"

"Cari tempat makan, gimana?"

"Oke." Hendra kemudian memasang seatbel. Lalu dia segera memacu kendaraannya meninggalkan mushala.

"Jadi, itu kabar baiknya?" tanya Ira tiba-tiba.

"Yang mana?"

"Yang skripsi kamu di Acc?"

"Ooh. Iya, itu kabar baiknya. Terus skripsi kamu udah di Acc?"

"Belum. Masih tahap revisi."

"Semangat, ya! Biar kamu cepet lulus."

"Kamu juga, semangat! Gelar dokter sudah ada di depan mata kamu."

Hendra tiba-tiba mengelus puncak kepala Ira. "Belum. Masih jauh. Aku harus koas dua tahun dulu baru dapet gelar."

Ira tersenyum. "Iya sih."

Tiba-tiba saja mobil Hendra mendadak berhenti. Hendra mencoba menstarter kembali namun tetap saja mobilnya tidak mau bergerak.

"Mobil kamu kenapa?"

"Nggak tau. Aku cek dulu." Hendra melepas seatbel lalu keluar dan berlari kecil menuju bagian depan mobil. Hendra membuka kap mobilnya untuk mencari tahu sumber kerusakan.

Tak lama, Ira ikut keluar dan mendekati Hendra. "Apanya yang rusak?"

Hendra meringis. "Aku nggak tau."

Ira terbelalak. "Jadi, kamu buka-buka tapi nggak tau apanya yang rusak?"

"Aku kurang pinter merawat mesin mobil. Biasanya aku minta tolong sama montir langganan Papa aku sama minta tolong Ibas."

Kini giliran Ira yang meringis.

"Boleh aku pinjem hape kamu? Aku mau nelpon Ibas."

"Boleh." Ira mengambil ponselnya dari dalam tas, lalu memberikan benda itu pada Hendra.

Hendra mengetik nomor Ibas yang sudah dia hapal di luar kepala. Ibas adalah orang yang sangat tepat untuk memeriksa mobilnya. Karena selain pandai menelisik organ reproduksi manusia, Ibas juga paham soal mesin mobil. Calon dokter yang multitalenta.

Saat Ira lengah, tiba-tiba saja ada seorang pria sangar menarik tas milik Ira. Ira yang menyadari mencoba merebut kembali tasnya tapi gagal, orang itu berhasil membawa kabur tas itu.

"Jambret!"

Hendra yang mendengar suara Ira buru-buru memutuskan sambungan teleponnya dengan Ibas, memasukkan ponsel ke dalam saku celana, lalu beringsut mengejar Ira.

Hendra pun berhasil mengimbangi Ira dan menyuruh gadis itu berhenti.

"Apanya yang dijambret?" tanya Hendra dengan napas terengah-engah.

"Tas aku, Hendra! Di sana ada laptop. Laptop itu isinya file penting semua. Salah satunya skripsi aku!"

"Ya udah, kamu tunggu di sini. Biar aku yang kejar."

Setelah itu, Hendra berlari sekencang mungkin untuk mengejar si penjambret. Setengah capek, Ira pun berlari menyusul Hendra. Gadis itu menghiraukan apa yang dikatakan Hendra.

Ketika berhasil menyusul Hendra, Ira disuguhkan dengan pemandangan yang tidak biasa. Ira menyaksikan Hendra menendang punggung si penjambret hingga terpelanting ke tanah. Tas yang berada di tangan penjambret itu terjatuh. Saat penjambret itu ingin melawan, Hendra berhasil menangkisnya dengan memberikan kuncian pada pergelangan tangan si penjambret sampai diam tak berkutik.

Ira segera mengambil tas miliknya sebelum diambil lagi oleh penjambret. Dan seorang satpam datang menghampiri Hendra dan Ira.

"Selamat siang. Apa orang ini membuat onar?"

"Iya, Pak. Orang ini tadi sempat menjambret tas teman saya," jawab Hendra.

"Biar orang ini saya bawa supaya bisa diproses di kantor."

Hendra menyerahkan si penjambret kepada pak satpam. Penjambret itu pun pasrah saja. Setelah satpam membawa pergi penjambret, Hendra mengajak Ira kembali ke tempat mobilnya yang mogok.

Sesampainya di sana, Ira duduk di paving sementara Hendra mengambil satu botol air mineral dari dalam mobil.

"Nih kamu minum dulu." Hendra menyodorkan botol itu. Ira menatap botol itu, tutupnya sudah tidak tersegel.

"Tenang aja, belum sempat kuminum walaupun segelnya udah dilepas. Ambil." Hendra sepertinya tahu isi kepala Ira. Dan Ira tidak punya alasan untuk menolak pemberian lelaki itu.

"Kamu belajar bela diri, ya?" tanya Ira usai menegak setengah air mineral.

"Iya."

"Bela diri apa kalau boleh tahu?"

"Taekwondo. Mulai suka sama bela diri itu pas umur delapan tahun-an. Sekarang udah sabuk hitam."

Ira takjub. "Wow. Pasti kamu udah jadi guru sekarang?"

"Iya. Kamu mau aku ajarin Taekwondo?"

"Nggak deh. Aku mau ngejar skripsi dulu," jawab Ira. "Terus kalau kamu punya anak, apa kamu bakal nyuruh dia ngikutin kamu belajar Taekwondo?"

"Tergantung. Kalau anaknya mau, aku bakal arahin ke sana. Kalau nggak, ya udah aku nggak akan maksa. Kadang yang baik menurut kita belum tentu baik untuk orang lain. Apapun yang anakku pilih, kalau mengarah ke positif aku akan dukung."

Penuturan Hendra membuat Ira tersadar oleh sesuatu. Kenapa aku jadi bahas anak ke  dia? Pikir Ira. Dia pun tidak menampik bahwa kata-kata Hendra tadi benar-benar membuatnya semakin kagum dengan calon dokter itu.

Deru mesin motor terdengar mendekati posisi Hendra dan Ira. Motor tersebut berhenti tepat di depan mobil Hendra. Orang yang berada di atas motor membuka helm, lalu turun dari motornya.

"Mobil lo tolong dikondisikan kalau lagi kencan sama princess," cetus Ibas, orang yang tadi naik motor.

"Bawel lo. Cepetan cek mobil gue!"

"Iye." Ibas kemudian berdiri di depan kap mobil yang terbuka. Matanya memindai mesin serta tangannya mulai menyentuh kabel yang terhubung di setiap mesin. "Ini sih kudu di bawa ke bengkel. Gue lupa bawa perkakas."

"Lah itu yang lo bawa apa?" tanya Hendra menunjuk tas yang masih menggantung di motor.

"Itu..." Ibas menyadari sesuatu. "ASTAGA HENDRA, ITU P3K PUNYA DOKTER AGUS. Mampus gue! Beneran habis riwayat gue besok pagi."

Hendra memutar bola matanya. "Kebiasaan banget lo nuker-nuker tas lo sama tas orang."

"Khilaf gue."

"Terus gue pulang naik apa?"

"Naik ojol lah. Jaman sekarang udah nggak susah nyari kendaraan."

"Hp gue rusak."

"Astaga." Ibas kemudian melempar kunci motor miliknya ke arah Hendra dan segera ditangkap oleh Hendra. "Pakek motor gue aja. Terus mobil lo biar gue yang bawa. Besok kita tukeran."

"Nah gitu dong, Bastian yang baik hati dan budiman."

"Balik sana. Anterin princess gue ke istana."

"Princess lo dari Hongkong."

"Masih gadis mah boleh diakui sama siapa aja."

"Terserah lo deh." Hendra akhirnya menyerahkan kunci mobilnya pada Ibas. Setelah itu Hendra mendorong motor Ibas menjauh dari pemiliknya.

Rencana makan siang pupus sudah. Hendra memilih mengantarkan Ira ke kost-annya. Meski gagal makan siang bersama, Ira sebenarnya sudah cukup puas dengan pertemuan hari ini. Masih tersisa tujuh belas hari lagi, dan Ira sudah menyiapkan pernyataan yang tepat untuk Hendra.

***

A/N

Taekwondo itu bela diri favorit aku gara-gara suka aja ngeliat bajunya. Nah aku share sedikit tentang sabuk Taekwondo.

Taekwondo ada sepuluh tingkatan sabuknya. Yg pertama sabuk putih. Putih adalah lambang kesucian. Nah sabuk ini dipakai oleh orang yang benar2 akan belajar Taekwondo. Pada tingkatan pertama, kalian bakal diajarin teknik dasar Taekwondo.

Yang kedua sabuk kuning garis satu. Sabuk ini di dapat setelah berhasil lolos ujian di tingkatan pertama. Di sabuk kuning, kalian akan diajarkan jurus baru. Setelah itu, kamu akan dapat sabuk kuning garis dua, garis tiga, sabuk biru garis 1 2 3, sabuk merah (di sabuk merah ini kalian udah boleh ngajarin para junior) sampai akhirnya dapat sabuk hitam. Jangan dikira kalo udah dapat sabuk hitam kamu dianggap hebat, oh jangan berpikir seperti itu gaes. Justru, orang yang udah memegang sabuk hitam mengemban tanggung jawab yg sangat besar dan berat tentunya karena udah bisa mempelajari teknik dan jurus dari awal (sabuk putih).

Oh ya, sabuk hitam yang dipakek Hendra masih garis satu ya(DAN I). Dia belum naik ke garis dua soalnya sibuk kuliah wkwkwk. Kalau Hendra bisa naik sampai DAN VIII kalian mau ngasih dia apa?

Sampai sini apakah kalian sudah baper?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro