AYG -24- Rumah Sakit
===========
-24- Rumah Sakit
===========
Menemukan apotek, Ira mengerem copen silver Hendra. Setelah itu Ira dan Hendra turun lalu memasuki apotek.
"Mbak, apa di sini ada obat seperti yang tertulis di resep ini?" Hendra menyodorkan secarik kertas yang tadi ia keluarkan dari dompet kepada penjaga apotek.
"Maaf Mas kebetulan persediaannya sedang habis," jawab penjaga apotek.
"Beneran habis, Mbak?" Giliran Ira yang bertanya.
"Iya, Mbak. Sebaiknya langsung di bawa ke rumah sakit saja biar cepat dapat penanganan."
"Ya udah deh, Mbak. Makasih," ujar Hendra. Lalu mengajak Ira pergi dari apotek tersebut. Baru beberapa menit berjalan, Hendra merasakan dadanya sesak. Ia pun berhenti karena sudah tidak kuat lagi.
"Kamu kenapa?" Ira bertanya begitu mendengar Hendra batuk-batuk.
"Ini reaksi alergi selanjutnya. Kalau aku nggak segera minum obat itu ... Bakal kayak gini," jawab Hendra disela napasnya yang tak beraturan. Mendengar hal itu, Ira tak bisa berpikir jernih lagi. Gadis itu memapah Hendra menuju mobil. Namun belum sempat Ira memasukkan Hendra ke mobil, seorang wanita tiba-tiba menghampiri Hendra.
"Astaga Hendra, alergi kamu kambuh? Kok bisa separah ini? Ayo aku antar ke rumah sakit."
Wanita itu pun mengambil alih peran yang seharusnya dimainkan oleh Ira. Memapah Hendra menuju mobil wanita itu dan mengacuhkan Ira.
***
Hendra sudah mendapatkan penanganan dari dokter. Kini pria itu sedang beristirahat di bangsal karena masih dalam pengaruh obat.
Di luar bangsal, Ira menahan diri untuk tidak memasuki ruangan tersebut lantaran ada Anita. Wanita yang tadi mengambil perannya adalah Anita. Untung saja tadi Ira berhasil mengikuti mobil Anita. Anita yang mengurus administrasi Hendra supaya cepat ditangani oleh dokter.
Di tempat itu juga, Ira merenungi kesalahannya. Seharusnya tadi bertanya dulu sebelum pesan makanan. Ira hanya berpikir kalau Hendra sama seperti Alvi yang suka dengan udang. Ira benar-benar menyesali kecerobohannya kali ini.
"Kenapa masih di sini?"
Ira mendongak. Mendapati Anita yang sedang berkacak pinggang. "Memangnya kenapa kalau saya masih ada di sini?"
"Kamu sadar diri dong. Gara-gara kamu, alergi Hendra kambuh sampai parah banget. Apa kamu nggak mikir, kamu itu orang asing yang maksa masuk ke hidupnya Hendra. Belum apa-apa aja kamu udah bikin Hendra celaka."
"Saya sadar kalau saya ini orang asing. Tapi, apa orang yang paling dekat sekalipun bisa menjamin Hendra tidak dalam bahaya?"
Anita bungkam. Tak mampu membalas ucapan Ira.
Ira membuka clutch-nya, mengambil kunci mobil Hendra dan memberikan benda tersebut ke Anita. "Ini kunci mobil Hendra. Tolong kasih ke orangnya."
Setelah itu Ira pergi. Begitu Ira sudah tidak terlihat, Anita memasuki bangsal. Tentu saja ini kesempatan bagus untuk mendekati Hendra lagi meski kemarin sudah ditolak.
"Gimana keadaan kamu?" tanya Anita lembut.
"Udah mendingan." Hendra celingak-celinguk mencari sesuatu. "Ira mana?"
"Pulang."
Hendra terbelalak. "Sendirian?"
"Iya."
Mendengar jawaban Anita, Hendra mengubah posisinya menjadi duduk. "Nit, kamu ngebiarin Ira pulang sendirian malam-malam begini?"
"Dia kan udah gede. Jangan berlebihan gitu. Lagian gara-gara dia kamu jadi kayak gini. Nggak tanggung jawab pula."
"Ira itu nggak seperti yang kamu pikir. Tadi dia udah berusaha ke apotek cari obat, tapi obatnya nggak ada."
Perlahan Hendra turun dari brangkar. Belum sempat melangkah keluar, sosok Mayang muncul dari balik pintu.
"Hendra! Kamu mau ke mana? Ya ampun kok sampai begini sih? Untung Anita nelpon Mama. Jangan-jangan obatnya nggak kamu bawa, kan?" Mayang bertanya panjang lebar.
"Kok Mama tahu obatnya nggak di bawa?"
Mayang merogoh tasnya dan menunjukkan botol obat. "Mama nemuin ini di kasur kamu. Makanya jangan lupa bawa obatnya."
"Iya, Ma. Maaf. Aku kira masih di mobil."
Mayang geleng-geleng kepala. "Lagian kamu habis makan sama siapa sih? Kok dia bisa nggak tau kalo kamu ada alergi?"
"Sama cewek, Tante. Cewek itu ceroboh banget." Anita yang menjawab.
"Cewek? Pantesan kamar kamu tadi wangi banget, ternyata anak mama mau kencan."
"Apaan sih, Ma. Cuma dinner biasa."
"Siapa dia? Calon dokter juga? Kapan-kapan kenalin ke Mama, ya."
"Bukan, Ma. Dia anak sastra. Kalo orangnya mau. 'kan Mama galak."
"Sembarangan kamu."
Anita menatap nanar interaksi ibu dan anak itu. Maksud hati ingin menghasut Mayang, namun wanita itu justru penasaran dengan Ira. Sepertinya memang sudah tidak ada harapan lagi untuk Anita.
***
"Maaf ya, sepatu kamu jadi rusak."
"Nggak papa, Kak. Itu bukan salah Kak Ira kok."
Meski Raya sudah mengatakan nggak papa, tetep saja Ira merasa tidak enak karena sudah merusak sepatunya. Begitu tiba di kost, Ira menceritakan kronologis sepatu itu rusak dan juga alergi Hendra yang kambuh pada Raya.
Ponsel Ira berdering. Nama Hendra tertara di layar yang menyala. Ira kemudian pamit ke kamarnya. Setelah tiba di kamar, Ira mengangkat telepon tersebut.
"Kamu udah sampai kost?" tanya pria itu di seberang sana.
"Udah dari sejam yang lalu."
"Maaf ya aku nggak nganterin kamu."
"Nggak papa. Lagian kamu kan harus istirahat." Ira memindahkan posisi ponselnya ke telinga kiri. "Gimana keadaan kamu sekarang?"
"Gatel-gatelnya udah berkurang. Sisanya kulit jadi merah. Hehehe."
"Aku minta maaf. Gara-gara aku, alergi kamu jadi kambuh."
"Bukan salah kamu. Akunya aja yang ceroboh. Lupa dibawa obatnya. Lagian, kamu juga belum tahu kalau aku punya alergi. Jadi, jangan merasa bersalah atas kejadian ini, ya."
Mau tak mau Ira mengiyakan. "Udah dulu, ya. Aku mau siap-siap tidur."
"Oke. Sweet dreams, Dear."
Ira mematung. Hatinya mencelos setelah mendengar panggilan itu. Betapa Hendra tidak tahu, bahwa Ira sangat merindukan panggilan itu. Dan Hendra mengingatkannya kembali akan sosok Alvi yang sudah tiada.
"Ira, kamu masih di sana?"
Ira tergagap. Menyadari jika sambungan teleponnya belum terputus. "Masih. Aku tutup dulu, ya."
"Iya."
Tak lama layar berubah menjadi gelap. Ira termenung. Jika secara tidak sengaja Hendra mengingatkannya pada Alvi, lantas kapan Ira bisa melupakan Alvi?
***
A/N
Pembaca di sini pasti udah tau kan kalo aku publish cerita baru? Wkwkwk
Tenang. AYG bakal aku tamatin kok meski udah ada yg balu....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro