Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AYG -13- Rahasia Papa

Sekeras apapun manusia memisahkan cinta, takdir tetap akan menyatukannya.
-Alva Hendrawan-

============
-13- Rahasia Papa
============

Hendra tiba di kantor papanya satu jam kemudian. Setibanya di sana Hendra langsung memasuki lift dan menekan angka 10 tempat dimana Anto berada.

Begitu pintu lift terbuka, setengah berlari Hendra menuju ruangan sang papa. Saat Hendra membuka pintu ruangan, matanya menangkap Mayang yang duduk di sofa.

"Lho Hendra? Kamu kok tumben ke sini? Kamu tadi bilangnya ke rumah Ibas, kan?" tanya Mayang yang kaget dengan kedatangan Hendra.

"Papa mana, Ma?" Hendra justru bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mamanya.

"Papa lagi di toilet." Pada saat yang bersamaan Anto keluar dari toilet. Dia kaget melihat kedatangan Hendra.

"Ada apa kamu ke sini, Hendra?"

"Bisa tolong jelaskan tentang ini, Pa?" Hendra membanting kertas tes DNA ke meja kerja papanya.

Anto memungut kertas itu lalu membacanya. Keduanya membulat sempurna. "Kamu melakukan tes DNA?"

"Iya. Kenapa? Papa kaget? Oh atau jangan-jangan ini alasan Papa nyuruh aku batalin katering, karena Papa udah tahu siapa Marissa Hapsari! Ya kan, Pa?" tanya Hendra berapi-api. "Sekarang aku tanya sama Papa, Papa kenal kan, sama Marissa?"

Anto menghela napas. Melepas kacamata yang ia kenakan, meletakkannya di meja, lalu memijat pelipisnya. Sementara itu, Mayang tidak bisa berbuat apa-apa. Menurutnya sudah saatnya Hendra tahu masa lalu suaminya yang sudah dirahasiakan sejak lama. Mayang sengaja menyuruh Hendra mencarikan katering agar Marissa bisa bertemu dengan anaknya.

"Kamu duduk dulu, Hendra. Nanti Papa jelaskan," ujar Anto akhirnya. Hendra menurut. Dia duduk di samping mamanya.

Anto duduk di sofa single yang letaknya di seberang sofa yang diduduki Mayang dan Hendra. Kembali menghela napas sebelum akhirnya mulai menceritakan kisah hidupnya dua puluh dua tahun yang lalu di kota kembang.

****

"Ma, jangan bersikap kayak gitu sama Ica. Ica itu istri aku."

"Tapi Mama nggak suka sama dia! Dia itu anak nggak jelas asal usulnya, mau ditaro mana muka mama punya mantu miskin kayak dia! Mama kan sudah bilang, kamu itu nikahnya sama Mayang yang udah jelas asal usulnya."

Anto mendengus. Selalu seperti ini. Sang mama—Nyonya Arumi—selalu membandingkan Marissa dengan perempuan yang menurutnya setara dengan keluarganya. Sejak awal mengetahui hubungannya dengan wanita yang kini menjadi istrinya itu, Nyonya Arumi langsung tidak setuju. Alasannya karena Marissa berasal dari panti asuhan. Memang sejak kecil Marissa dititipkan di panti asuhan lantaran kedua orangtuanya sudah meninggal. Menurut Nyonya Arumi, Marissa sama sekali tidak setara dengan keluarganya. Namun Anto tetap menikahi Marissa, meski tanpa restu dari sang mama.

Kebencian Nyonya Arumi terhadap Marissa semakin menjadi. Dia terang-terangan mengenalkan Mayang sebagai calon istri Anto. Hal tersebut membuat Marissa tertekan, apalagi Nyonya Arumi terus mendesak Marissa agar rela dimadu.

"Anto, kalau kamu tetap mau mempertahankan pernikahanmu dengan Marissa, Baiklah. Mama akan turuti. Tapi dengan syarat, kamu harus menikah dengan Mayang."

"Ma, nggak bisa gitu dong! Aku nggak bisa nikahi Mayang. Aku nggak cinta sama dia!"

"Setelah ini Mama nggak akan usik kehidupan kamu sama Marissa, asal kamu mau menikahi Mayang."

"Aku rela kalau Mas mau menikah lagi," ujar Marissa. Kalimat itu berhasil meruntuhkan pertahanan Anto.

Atas desakan itu, akhirnya Anto menikah dengan Mayang. Berbeda dengan pernikahannya dulu, pesta pernikahan Anto dan Mayang dibuat dengan sangat mewah. Nyonya Arumi tak segan mengenalkan Mayang sebagai istri terbaik Anto. Bahkan setelah pernikahan berlangsung, Nyonya Arumi mengajak Mayang di setiap pertemuan dengan kolega bisnis. Anto juga memperlakukan Mayang dengan baik meski tidak mencintai perempuan itu. Tapi di sisi lain, Mayang merasa tidak enak enak Marissa. Bagaimana pun juga Marissa adalah istri pertama Anto, yang seharusnya mendapatkan hak yang sama dari Nyonya Arumi. Mayang sebenarnya tidak mau menikah dengan Anto yang sudah beristri. Tapi dia juga tidak bisa menolak permintaan Nyonya Arumi karena keluarga Wiranto sudah baik padanya.

Konflik keluarga itu semakin rumit saat Marissa dinyatakan hamil diusia pernikahan menginjak tiga bulan. Nyonya Arumi yang terlanjur benci menyuruh Marissa menggugurkan kandungannya. Bahkan Nyonya Arumi turun tangan mencoba melakukan pembunuhan janin yang tak berdosa itu. Namun usaha itu gagal berkali-kali hingga akhirnya Nyonya Arumi menyerah, membiarkan janin itu berkembang di rahim ibunya.

Puncak kemarahan Nyonya Arumi ketika Marissa melahirkan bayi kembar laki-laki dan Mayang tidak kunjung hamil. Nyonya Arumi kembali menyuruh Anto menceraikan Marissa karena menurutnya Marissa-lah yang menyebabkan Mayang tidak hamil. Bagi Nyonya Arumi, Marissa adalah pembawa sial untuk keluarganya.

****

"Ibu kamu yang sudah sangat tertekan karena baru saja melahirkan kalian, akhirnya meminta Papa untuk menceraikannya. Awalnya Papa nggak mau, Papa berusaha membuat ibu kamu bertahan. Tapi di sisi lain Papa nggak bisa melihat ibu kamu terus menderita. Akhirnya kami bercerai."

Anto mengambil tissu yang kesepuluh. Selama menceritakan masa lalunya kepada Hendra, Anto tidak berhenti menangis. Seolah air matanya dulu menjadi saksi kisah cintanya yang rumit itu. Mayang pun juga ikut menangis, karena sampai detik ini dia masih merasa bersalah.

"Papa pikir Oma sudah berhenti mengusik kehidupan Ibu kamu. Ternyata salah. Saat tahu Mama divonis tidak bisa memiliki anak, Oma berusaha merebut kalian dari tangan ibu kamu. Padahal hakim sudah jelas mengatakan bahkan hak asuh kalian jatuh ke tangan ibu kamu karena kalian masih bayi. Tapi Oma kamu terus melakukan perebutan hak asuh dengan segala cara sampai pengadilan kembali turun tangan. Lalu hakim memutuskan bahwa salah satu di antara kalian harus ada di tangan kami. Dan Ibu kamu... menyerahkan kamu kepada kami. Itulah akhir dari drama yang dibuat oleh Oma. Papa dan Ibu kamu tidak saling berkomunikasi setelah kepindahan ibu kamu ke Jakarta."

"Kenapa Papa merahasiakan semua ini dari aku? Papa pikir apa aku masih belum cukup mengerti?" Akhirnya Hendra membuka suara usai mendengar kisah sang papa. Dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kenapa Papa merahasiakan semua ini... karena Papa nggak mau membangkitkan luka lama yang sudah Papa kubur dalam-dalam. Papa juga nggak pernah mengusik kehidupan ibu kamu dan saudara kamu meski kita ada di kota yang sama sekarang."

"Sebenarnya selama ini Mama berkomunikasi sama ibu kamu, Hendra."

Anto terkejut mendengar pengakuan istrinya. Sedangkan Hendra, dia ingat Gita yang pernah mengatakan kalau Mamanya dengan Marissa sering berkomunikasi.

"Sejak kita pindah ke sini, Mama berusaha mencari cara agar bisa berhubungan dengan ibu kamu. Lalu Mama ketemu teman Mama yang kebetulan berlangganan katering ibu kamu. Mama meminta kontak ibu kamu dari dia. Langkah pertama, Mama memesan katering untuk sarapan kita," Mayang menjelaskan. "Kamu ingat capcay yang kamu makan? Itu masakan ibu kamu, bukan Mama."

Tentu saja Hendra ingat, waktu itu dia memuji makanan itu bahkan dia sendiri yang melahapnya sampai habis.

"Ibu kamu memang pintar masak," ujar Mayang. "Waktu masih tinggal serumah, Ibu kamu sering ngajarin Mama."

"Setelah kamu tahu rahasia Papa, kamu mau apa?" tanya Anto.

Hendra termangu. "Aku... nggak tahu. Yang aku butuh cuma kejelasan dari Papa. Papa bayangin aja, tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya mengaku sebagai ibu kandung aku. Makanya aku minta tes DNA supaya ada bukti valid."

"Sekarang apa kamu percaya?" kini Mayang yang bertanya.

Hendra mengangguk. "Tapi tenang aja kok, Ma. Aku tetap sayang sama Mama, walaupun Mama bukan mama kandung aku. Aku juga tetap sayang sama Papa."

"Lalu, bagaimana kabar saudara kamu? Apa kamu sudah melihat wajahnya? Pasti mirip kan sama kamu."

Rentetan pertanyaan dari Anto membuat Hendra tertegun. "Papa beneran mau tahu kabar saudara aku?"

"Tentu. Bagaimanapun, Alvi tetap anak Papa meski sudah berpisah."

Hendra menatap Papa dan Mama secara bergantian. "Alvi sudah meninggal empat tahun yang lalu karena sakit Ataxia, Pa."

Anto dan Mayang tertohok.

****

A/N

Ulala... Ternyata kisah hidup Marissa nggak jauh berbeda sama Akang Alpi, yang ditolak mentah2 karena perbedaan status sosial.

Terus aku mau share ilmu, kalau misalnya mau nulis kisah flashback, mending pakai metode seperti yg aku tulis. Diusahakan jangan ada tulisan "flashback on" "flashback off". Sebelum masuk pergantian waktu, beri keterangannya aja pakai narasi.

Contoh (yg aku kasih tanda garis bawah ya): Anto duduk di sofa single yang letaknya di seberang sofa yang diduduki Mayang dan Hendra. Kembali menghela napas sebelum akhirnya mulai menceritakan kisah hidupnya dua puluh dua tahun yang lalu. 

Buat penutup flashback atau mau kembali ke masa sekarang juga sama kasih keterangan pakai narasi. Hasilnya jadi bagus daripada repot-repot ngasih tau pembaca kalau ini flashback off, flashback on. Ini aku belajar dari wattpad tipsnya kak shireishou sama tipsnya dari Ari Nilandari (akoh lupa judulnya) dan udah aku terapin di RoL dan Rangrang. Oh iya, koreksi lg kalau misal aku masih salah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro