AYG -12- DNA
Kenapa semesta senang sekali mengajakku bercanda?
-Alva Hendrawan-
===========
-12- DNA
===========
Mita beserta kelima temannya pasrah saat kedapatan membuntuti Hendra dan Gita karena sudah kepalang panik melihat Marissa jatuh pingsan.
Dan kini tersisa beberapa pertanyaan di benak Mita. Kenapa Marissa pingsan setelah melihat Hendra? Apakah Marissa mengenalnya? Atau mungkin dugaan Mita selama beberapa hari ini benar, bahwa Hendra ada hubungan darah dengan Alvi?
Mari kita cari tahu jawabannya setelah Marissa siuman.
Hendra terus mengecek kondisi Marissa. Dia merasa bertanggung jawab atas kekacauan ini. Persetan dengan ilmunya yang masih cetek. Setidaknya dia tahu apa yang harus dilakukan ketika melihat orang pingsan.
Dua puluh menit berlalu, namun Marissa belum membuka matanya. Hendra semakin cemas. Apa jangan-jangan Marissa punya riwayat penyakit jantung? "Sebaiknya Ibu Marissa dibawa ke rumah sakit saja supaya dapat penanganan lebih lanjut."
"Heh, lo kan anak FK! Masa nggak bisa sih nangani orang pingsan? Jangan-jangan lo kuliah cuma buat gaya-gayaan aja," sembur Mita, dan kata-katanya sedikit menyinggung hati Hendra.
"Maaf mbak, saya memang anak FK. Tapi saya belum berwenang menangani orang sakit. Dan satu lagi, saya kuliah bukan untuk gaya-gayaan. Saya kuliah dengan niat tulus."
Mita kicep.
Kemudian, Marissa sadar dari pingsannya. Hasan yang berada di samping istrinya mengucap hamdallah. Begitu kesadarannya pulih, Marissa menatap lekat wajah Hendra. "Nama kamu Alva Hendrawan?"
Baik Hendra maupun Mita beserta kelima temannya terkejut.
"Ibu tahu dari mana nama lengkap saya?"
"Apa kamu anaknya Anto Prabowo?"
Kali ini, Hendra benar-benar terkejut. Pasalnya dia baru saja bertemu dengan Marissa dalam hitungan menit, tapi kenapa Marissa bisa tahu nama lengkap papanya? "Iya, benar. Saya anaknya Anto Prabowo. Memangnya kenapa ya, Bu?"
Wajah Marissa sumringah. "Berarti kamu ini Alva, anak Ibu!"
Semua orang yang berada di ruangan itu kecuali Hasan kaget setelah mendengar ucapan Marissa.
"Nggak mungkin, Bu. Yang saya tahu, saya ini anak tunggal dan ibu saya cuma satu," sanggah Hendra.
"Ibu yakin kalau kamu ini anak ibu. Dulu sebelum papa kamu menikah sama mama kamu, papa kamu nikah sama Ibu. Dan kalian lahir."
"Kalian?"
"Iya. Kalian. Kamu dan saudara kembar kamu. Kamu lahir duluan, lalu lima belas menit kemudian baru Alvi yang lahir. Tapi... Alvi sudah meninggal empat tahun yang lalu karena sakit Ataxia."
Detik itu juga, Hendra kehabisan kalimat.
Mendengar pengakuan Marissa, pikiran Hendra melayang ke lima tahun silam. Saat dia duduk di kelas sebelas, dia pernah demam tinggi dan sering sakit kepala. Tapi dokter sulit mendiagnosa sakit yang dideritanya. Sampai akhirnya, Mayang mengambil keputusan pindah ke Jakarta. Ajaibnya, sakit itu perlahan hilang tanpa bekas. Walau penyakitnya sudah hilang, Hendra tetap terus mencari tahu penyebab sakitnya itu sampai dia niat sekali masuk ke jurusan dokter.
Sekarang, dia memang berniat mencari tahu siapa Alvi sebenarnya. Tapi setelah mengetahui kenyataannya, kenapa sulit sekali percaya?
"Mohon maaf, Bu. Saya bingung dengan kenyataan ini. Apa sebaiknya kita lakukan tes DNA untuk membuktikan kalau saya anak ibu?" ujar Hendra setelah dapat menguasai diri.
"Kamu nggak percaya sama Ibu? Ibu bisa tunjukan bukti akta kelahiran kamu."
"Ini sulit buat saya percaya, Bu. Selama dua puluh dua tahun saya nggak tau apa-apa. Saya hanya mau ada bukti valid yang bikin saya percaya, dengan cara tes DNA."
"Ibu, turuti saja maunya. Biar Ibu lega juga," ujar Hasan menengahi.
"Baik. Ibu mau tes DNA."
****
Sore itu juga, Hendra bersama Marissa dan Hasan datang ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA. Setibanya di rumah sakit, Hendra dan Marissa mendatangi seorang dokter untuk diambil sample-nya. Setelah itu, dokter mengatakan kalau hasilnya bisa diambil dua minggu kemudian.
"Ibu, Bapak, saya pamit pulang dulu," kata Hendra ketika berada di lobi rumah sakit.
"Apa kamu nggak mau menginap di rumah Ibu?"
"Maaf Bu, saya belum izin sama Mama."
Kemudian yang dilakukan Hendra selanjutnya adalah mencium tangan Marissa dan Hasan. Setelah itu dia melangkah menuju tempat parkir. Lalu memacu Copen Silver-nya keluar dari area rumah sakit.
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Hendra terus berpikir apakah dia memang Alva, saudara kembar Alvi yang sudah meninggal itu. Kalau memang benar, kenapa itu bisa terjadi? Kenapa mama papanya merahasiakan semua ini? Apa jangan-jangan ini alasan sebenarnya sang mama meminta pindah ke Jakarta?
Semuanya masih abu-abu bagi Hendra. Dan jawabannya akan dia temukan setelah hasil tes DNA itu keluar.
****
Dua minggu kemudian, seperti biasa Hendra sarapan bersama kedua orang tuanya. Namun Hendra tampak gelisah. Kepalanya terus memikirkan hasil tes DNA yang akan dilihat beberapa saat lagi.
"Hendra, bukannya kamu masuk siang? Kenapa jam segini kamu udah rapi?" tanya Mayang.
"Aku mau ke kontrakannya Ibas dulu, Ma." Tentu saja Hendra tidak mengatakan yang sebenarnya. Hendra tidak mau orang tuanya tahu tentang tes DNA itu. "Oh iya, Ma. Aku udah dapet katering yang cocok buat acara Mama. Ada di Rumah Makan, Nama pemiliknya Marissa Hapsari."
Tiba-tiba saja Anto tersedak saat hendak menelan nasi goreng didalam mulutnya. Dia segera meraih gelas berisi air putih lalu meminum air itu sampai habis.
Hendra yang melihat gelagat papanya langsung curiga. Apalagi begitu melihat raut wajah Anto menjadi tegang setelah mendengar nama Marissa.
"Sebaiknya kamu batalkan saja katering itu. Nanti biar Papa aja yang cari," ujar Anto. "Mama ini ada-ada aja, masa nyuruh Hendra nyari katering. Hendra kan nggak tahu selera Mama."
"Kenapa dibatalin?" tanya Hendra.
"Papa punya kenalan katering yang bagus untuk acara Mama. Jadi lebih baik batalkan saja." Anto berdiri. Membenarkan letak dasinya sebentar. "Papa ke kantor dulu. Ma, jangan lupa nanti siang kita ada kondangan."
"Iya, Pa."
Anto sudah pergi. Mayang membereskan piring bekas makan.
"Hendra, apa kamu sudah bertemu sama pemilik rumah makan itu?" tanya Mayang kemudian.
"Belum, Ma," bohong Hendra. "Aku cuma ketemu sama anaknya yang kebetulan satu kampus."
"Oh. Kalau begitu jangan di cancel, ya. Mama yakin pilihan kamu pasti bagus."
Ucapan mamanya kini membuat Hendra jadi bingung. Kenapa sikap Mayang terlihat biasa saja? Apa jangan-jangan mamanya sudah tahu?
****
Sekitar jam setengah sepuluh, Hendra tiba di rumah sakit. Ternyata Marissa dan Hasan sudah tiba lebih dulu. Rupanya Marissa tidak sendirian, dia membawa serta tiga anaknya.
Hendra duduk di salah satu kursi yang kosong samping Angga. Dalam diam, Angga memperhatikan wajah lelaki di sampingnya. Dilihat dari samping pun, Hendra memang mirip sekali dengan Alvi, kakaknya. Angga tidak pernah menduga bahwa ia akan bertemu dengan seseorang yang diakui sebagai saudara kembar Almarhum kakaknya.
Hingga tiba saatnya suster memanggil Hendra, lalu menyerahkan amplop putih berkop rumah sakit yang masih bersegel. Ketika tangannya memegang amplop tersebut, Hendra tidak dapat menahan rasa gugupnya. Apalagi ketika tangannya mulai membuka segel amplop itu.
Hendra mengambil kertas hasil tes DNA dari dalam amplop. Lalu dengan seksama Hendra membaca hasil tes DNA tersebut. Karena takut salah membaca, Hendra mengulangnya sampai tiga kali.
"Hasilnya... positif," kata Hendra setelah yakin dengan hasil yang dia baca. Matanya kemudian menatap Marissa.
Mendengar hasilnya, Marissa dan Hasan kemudian mengucap kata hamdalah. Sangat lega karena hasilnya sesuai dengan harapan mereka. Tapi euforia itu tidak berlaku bagi Hendra, dia tidak tahu apakah dia harus senang atau sedih atas hasil yang sudah keluar.
Detik berikutnya, Hendra pergi dengan membawa hasil tes DNA itu. Marissa hendak mengejar, tapi Hasan segera mencegah istrinya.
Sampai di tempat parkir, Hendra meremas rambutnya. Pikirannya kacau saat itu juga. Satu-satunya narasumber yang dapat memecahkan masalah ini adalah papanya. Hendra yakin Anto pasti tahu.
****
A/N
Sesungguhnya, ini chap yang bikin akoh deg2an karena takut salah nulis.
Akoh biasa denger cuma bapak yang bisa tes DNA sama anaknya. Nah di sini kan Hendra mau ngebuktiin Marissa beneran ibunya apa gak. Yo wis, akoh cari lah di mbah gugel. Tapi yang ada akoh mumet karena apa yg akoh cari gak ketemu, entah akoh yg gk bs nyari apa emang gugel lg batuk. Akhirnya, akoh bertanya sama temen akoh yg kuliah. Viola! Akoh mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Sekian curhatan akoh.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro