Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10

Di restoran yang menyediakan menu masakan international, Marcello duduk menghadapi perempuan cantik yang memakai gaun biru. Anting-anting berlian yang dipakai perempuan bernama Serena itu, berkilau terkena pantulan cahaya lampu. Menambah kesan cantik dari dalam dirinya. Mereka bertemu susah hampir setengah jam dan sejauh ini tidak banyak percakapan yang tercipta.

Marcello bukan jenis orang yang mudah berbasa-basi, sepertinya Serena juga sama. Kepribadian dan mungkin gaya hidup yang sama, menciptakan percakapan yang kaku.

"Selama ini Pak Marcello sangat sibuk berarti." Serena mengaduk salad di piring, tanpa benar-benar ingin memakannya.

Marcello mengiris steaknya. "Begitulah, pekerjaan."

"Aku mendengar dari Papa kalau Pak Marcello orang yang berdedikasi."

"Sebenarnya, itu karena pekerjaan saja."

"Tetap saja, keren. Di usia Pak Marcello sekarang, bisa memimpin perusahaan besar, sungguh menakjubkan."

Marcello tersenyum tipis, menanggapi pujian Serena. Memimpin perusahaan bukan hal menakjuban untuknya, itu adalah tanggung jawab besar dan tidak akan bermain-main dengan itu.

"Kamu berencana untuk tinggal selamanya di sini, atau ada niat ke luar negeri lagi?"

Serena tersenyum. "Tergantung apa yang menarik minatku. Kalau di sini, aku rasa ada sesuatu yang menarik, bisa jadi akau akan tetap tinggal."

Mata Serena berbinar dalam terangnya cahaya, tersenyum penuh pengharapan. Pada awalnya, ia datang ke acara kencan but aini karena dipaksa oleh orang tuanya. Ia sendiri belum ada keinginan untuk mencari pasangan apalagi menikah. Para laki-laki yang ditemuinya selama ini, tidak ada yang menarik minatnya. Kebanyakan mereka anak orang kaya, yang cenderung membanggakan harta orang tua. Tida mau berusaha untuk maju. Marcello pun sebenarnya sama, seorang pewaris kaya. Yang membedakan adalah dedikasinya.

Ia tiba lebih dulu di restoran, sebelum Marcello datang sempat membuka profile perusahaan Food And Good, dan terkesan dengan pencapaian laki-laki itu. Ia teringat perkataan orang tuanya yang mengatakan, Marcello sudah sepenuhnya memimpin perusahaan dengan sang papa menjadi penasehat.

Saat bertemu langsung dengan Marcello, mau tidak mau Serena merasa terkesan dengan kepribadian laki-laki itu. Tenang, terpelajar, dan hanya membicarakan hal penting. Tidak pernah ada kesan sombong dalam dirinya. Sangat berbeda dengan beberapa laki-laki yang lebih dulu ditemuinya. Hatinya tergetar setiap kali laki-laki itu bicara.

Marcello mengangguk. "Semoga, kamu menemukan apa pun yang membuatmu tenang nantinya. Maksudku, untuk tetap tinggal di sini."

Serena tersenyum lebar. "Terima kasih atas doanya." Ia mengangkat gelas dan mereka bersulang. "Aku benar-benar akan berusaha untuk tetap tinggal di sini. Padahal, jujur saja secara fasilitas lebih enak tinggal di luar negeri. Mereka di sana lebih teratur."

"Aku setuju. Masyarakat kita masih kurang dalam budaya antri, menjaga kebersihan, dan sebagainya."

"Jadi, Pak Marcello. Anda tidak berminat tinggal di luar negeri?"

Benak Marcello teringat akan Deswinta yang cantik, imut, dan menggemaskan. Membayangkan tidak dapat lagi bertemu dengan gadis itu, adalah hal yang terburuk yang pernah dipikirkannya.

"Tidak untuk saat ini. Karena pekerjaanku menuntutku untuk tetap di sini."

"Yah, sayang sekali." Serena menyingkirkan piringnya.

Marcello memperhatikan Serena. Tipikal gadis kaya yang sangat pemilih dalam soal makanan. Salad yang dipesannya nyaris tidak tersentuh. Ia teringat akan Deswinta dan selera makan gadis itu yag besar. Saat bersama dengan Deswita, tanpa sadar membuatnya ingin makan lebih banyak.

Minggu lalu, saat gadis itu ke penthousenya, ia memesan sushi dan sashimi dalam jumlah banyak dan mereka menghabiskannya berdua.

"Nggak boleh buang-buang makanan, Pak. Dosaa!"

Teringat akan Deswinta membuat Marcello tanpa sadar tersenyum.

"Pak Marcello, ada sesuatu yang membuat Anda senang?"

Teguran Serena membuat Marcello menggeleng malu. "Nggak ada."

"Ada senyum di bibirmu."

"Teringat akan sesuatu."

"Ah, pasti hal yang menyenangkan."

"Memang."

Serena mengeluarkan undangan dari dalam tas dan menyodorkannya pada Marcello. "Aku berharap Pak Marcello bisa hadir di acara ulang tahun pernikahan orang tuaku. Bukan pesta besar di hotel, hanya kekeluargaan saja di rumah."

Marcello menerima dan menaap undangan di tangannya. Ia mengangguk kecil. "Akan aku usahakan."

"Jangan nggak datang, Pak. Aku mengharapkannya."

Mereka berpisah setelah berbincang selama satu jam setengah. Marcello mendapat kesan kalau Serena ingin bertemu dengannya lagi. Ia menghela napas panjang, berharap jangan sampai orang tuanya tahu soal ini. Ia tidak ingin terlibat dalam upaya perjodohan apa pun.

**

Sella tidak berhenti tertawa saat mendengar cerita Deswinta tentang interview dengan Marcello. Pendar juga merasa kalau apa yang dialami Deswinta merupakan hal yang sangat lucu.

"Gue bisa bayangin jadi kakak ipar lo, maksa lo buat datang dengan harapan lo nggak lolos, malah langsung dapat jabatan. Hebaaat!" Sella bertepuk tangan gembira. Matanya berair karena tertawa terlalu keras.

Deswinta mencebik. "Kalian nggak harus ketawa begitu juga."

"Nggak bisa, terlalu lucu," ucap Pendar dengan wajah memerah karena tawa."Kalau gue jadi kakak lo trus tahu yang sebenarnya, pasti malu."

"Jangan sampai dia tahu, biarin aja penasaran."

"Tapi, yah, Pak Marcello emang agak aneh. Bisa-bisanya minta lo datang cuma karena kangen!" ucap Sella sambil berdecak. "Gue akui, dia salah satu laki-laki dengan tingkah paling absurd setelah Pak Rainer."

Deswinta mendesah, merebahkan kepala pada punggung kursi. Menatap dua sahabatnya yang masih menyimpan tawa. Ia sedikit terganggu dengan perkataan Sella.

"Siapa bilang dia kangen? Lo jangan ngadi-ngadi!" sergahnya. "Kami hanya, itu—"

"Bercinta?" Pendar menuntaskan kata-kata Deswinta dengan luga. "Gue tahu lo bingung sekarang. Sama kayak gue dulu, pas nerka-nerka perasaan suami gue. Apa benar dia suka? Gimana kalau nggak? Belum lagi soal status sosial yang berbeda jauh bagai langit dan bumi. Tapi, Deswinta, orang tua lo nggak miskin kayak gue. Jangan terlalu rendah diri. Lagian, lo cantik dan sexy!"
.
.
.
.
.

Tersedia di google playbook

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro