Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 26

~

Sang fajar telah menyapa, tanda pagi segera bertandang. Siluet Tuhan terhampar begitu memesona mata. Mentari belum menampakkan dirinya. Aktivitas di luar rumah masih belum terjamah. Hanya beraksi di dalam rumah saja. Seorang perempuan sudah berkutat dengan seperangkat alat masak. Suara pisau beradu dengan cutting board, menghias ruangan. Uap dari panci yang berisi air panas menghangatkan paginya. Dia memasukkan bahan yang sudah di potong ke dalam panci, lalu beralih ke kulkas dan mengambil kubis. Dicucinya sayur tersebut lalu dipotong secara acak. Kembali dia menuju sink untuk mencuci tomat. Namun sebuah pelukan hangat berhasil membuat kegiatannya terhenti. Menghirup aroma khasnya membuat dia langsung mengenali pemilik tangan yang melingkar di perutnya itu.

"Mas?" Khanza terlihat risi dan ingin melepaskan pelukan.

"Sebentar aja, Za," Zayyad tetap mempertahankan pelukannya.

"Sudah mandi?"

"Sudah dong."

"Barangnya udah siap semua?"

"Kan sudah disiapkan sama kamu."

"Ya sudah, Mas tunggu Khanza di meja makan aja, ya. Bentar lagi sayur supnya matang," titahnya.

"Za, rasanya aku gak mau lama-lama berjauhan sama kamu," ucapnya masih memeluk Khanza.

"Gimana bisa? Mas kan punya tugas penting. Khanza gak mau jadi penghalang untuk pekerjaan Mas."

Akhirnya Zayyad melepas pelukannya lalu memandang istrinya seksama. Sebelum dia meninggalkan bidadarinya, dia ingin merekam baik-baik semua raut yang tergambar pada wajah istrinya itu lalu menyimpannya dengan baik dalam memori kepala. Lalu dia merapalkan do'a dan menitipkannya pada Tuhan.

Sejak menikah dengan Khanza, Zayyad memutuskan untuk berhenti dari dunia kampus dan memilih menyetujui tawaran papanya untuk bekerja di perusahaan menggantikan sekretarisnya yang resign karena menikah. Dan hari ini dia akan ikut papanya napak tilas di Bali. Sungguh berat meninggalkan istri tercinta. Rasanya Zayyad ingin membawa serta Khanza ke Bali, namun kondisi Khanza yang belum stabil tidak memungkinkan dirinya untuk pergi. Padahal dalam hati, Zayyad sangat ingin mengunjungi Bali untuk yang kedua lalinya bersama belahan jiwanya, tapi Tuhan berkehendak lain. Bali hanya ingin Zayyad seorang diri mengunjunginya.

"Nanti jangan lupa, kalau ada apa-apa langsung hubungi Mas ya?"

"Iya. Mas gak usah khawatir. Fokus dengan pekerjaan aja, ya." Khanza meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja dan tidak ingin menambah beban Zayyad karena kondisinya. Khanza takut keposesifan suaminya itu kumat lagi.

"Oh, iya, Khanza mau izin ke rumah Ayah, boleh kan?" Tanyanya. Selesai finishing, sarapan pagi itu tersaji di depan Zayyad. Walau sederhana, tapi dia tahu kelezatan yang terkandung ditiap menunya.

"Boleh, tapi nanti diantar sama aku, ya."

"Enggak merepotkan?" Tanya Khanza hati-hati.

"Berhenti berkata seperti itu, Za. Bagi Mas apapun yang berhubungan dengan kamu itu sama sekali tidak pernah merepotkan. Mas malah senang jika harus repot karena kamu." Zayyad menatap lembut istrinya. Perempuan berwajah pucat itu tertegun mendengar pengakuan sang suami. Meskipun setelah menikah ada ada saja perkataan Zayyad yang membuatnya tersipu, tapi tetap saja selalu menimbulkan kesan tersendiri disetiap kalimatnya.

***

Usai menyelesaikan kepentingan di rumah, Zayyad menuntun istrinya memasuki mobil. Katanya, Khanza ingin menginap di rumah Ayah saja selama Zayyad keluar kota, sekalian menuntaskan rindu pada rumah lamanya itu. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, diiringi oleh celotehan Zayyad yang ingin selalu memancing senyum istrinya. Beberapa keramaian sudah terlihat di jalanan. Pejalan kaki sudah memenuhi trotaor dan taman-taman. Begitu pula kendaraan yang mulai bertambah seiring meningginya matahari.

Mobil biru itu sudah mendekati rumah putih gading milik Khanza. Senyumnya semakin mengembang, tak sabar ingin memeluk sang ayah. Dengan sigap, usai Zayyad memperbaiki posisi mobil, Khanza segera membuka pintu mobil, namun ditahan oleh Zayyad.

"Eitss, seorang ratu tidak membuka pintu mobil seorang diri ya," ucapnya sambil menahan tangan Khanza yang hendak menarik handle.

"Tunggu raja keluar untuk membukakan pintu sang ratu." Khanza hanya tersenyum menanggapi tingkah ajaib suaminya itu. Dia pun menunggu dengan sabar. Zayyad keluar lalu memutari mobil dan membuka pintu untuk Khanza. Tangan kanannya diulurkan ke hadapan wajah Khanza. Khanza membalasnya dengan semyuman lalu segera disambut uluran tangan itu. Terlihat begitu manis dan romantis, meskipun hanya perlakuan sederhana.

"Ciee ... Ehem ... Ehem." Tiba-tiba suara celetukan terdengar dari depan pintu rumah. Otomatis semburat merah jambu langsung mencuat dikedua pipi Khanza. Segera dia tundukkan kepala sembari tetap tersenyum, membuat Zayyad gemas sendiri.

Sabar, Yad. Ini lagi di tempat umum. Bisik nuraninya.

Zayyad membawa istrinya menghampiri seorang perempuan yang sedang berdiri di depan pintu dengan tersenyum jahil penuh arti. Setelah sampai, Nindy justru langsung menghamburkan diri memeluk Khanza.

"Za ... I miss you so hard," ucapnya sambil mengeratkan pelukan.

"Hei, Nin. Jangan bunuh istriku, aku gak mau jadi duda secepat ini," guyon Zayyad mencoba melepaskan tangan Nindy yang melingkari bahu istrinya.

"Hahah ... enggak lah, Yad. Maaf, ya, Za," ucapnya lalu melepas pelukannya dan meniliki wajah serta tubuh sepupunya itu.

"Kok keliatannya makin kurusan aja kamu, Za. Zayyad gak baik ya sama kamu? Apa Zayyad pelit sama kamu?"

"Hei, enak saja." Ucapan Nindy sukses mendapat hadiah pletakan di kepalanya. Gadis tengil itu hanya bisa meringis. Walaupun belum lama kenal dengan Zayyad, namun sifat easy goingnya lagi-lagi bereaksi.

"Haha ... Enggak, Nin. Emang udah dari dulu badanku gini-gini aja," sangkal Khanza membela suaminya.

"Ya sudah. Za, sepertinya sudah waktunya Mas pergi." Khanza membalikkan badan ke arah suaminya.

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan, ya. Ingat, kalau sudah sampai, segera telpon Khanza."

"Siap My Queen," ujar Zayyad sambil mengangkat tangan ke dahi membentuk tanda hormat. Ingin rasanya Khanza mencubit perut Zayyad melihat tingkah lelaki itu.

"Nin, aku duluan, ya. Jaga istriku baik-baik. Kalau perlu, badannya harus sudah semakin berisi kalau aku pulang nanti," kelakarnya.

"Haha, okedeh siap."

"Mas!" Tegur Khanza sambil memberikan tatapan peringatan, membuat nyali Zayyad langsung ciut. Khanza meraih tangannya lalu menciumya takzim. Kemudian Zayyad membalasnya dengan ciuman di kening, membuat sepasang mata terpaksa membuang pandang ke segala arah karena tidak kuat menyaksikan pemandangan sepasang kekasih halal di depannya itu.

"Ingat situasi, pliss," sindirnya. Zayyad terkekeh.

"Aku pamit ya, assalamu'alaikum," pamitnya.

"Wa'alaikumussalam," balas Khanza dan Nindy.

Khanza terus melambaikan tangannya hingga sosok Zayyad menghilang dibalik kaca mobil dan dengan segera melajukan mobil itu menjauhi rumah.

***

Seorang pria tengah berdiri menatap fatamorgana lewat perantara kaca tebal. Pemandangan sunset di kejauhan membuat matanya tak berkedip. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Setelah menyelesaikan beberapa tugas yang mengharuskan dirinya terlibat, dia langsung melarikan diri ke hotel. Langit senja berhasil membuatnya takjub. Namun disayangkan karena dia menikmatinya seorang diri. Andaikan kekasih halalnya turut menemani, pasti akan terasa semakin indah dan romantis suasana syahdu di bawah langit senja itu.

Menyinggung tentang kekasih halal, pikiran Zayyad langsung tertuju pada seorang gadis nun jauh dari netra. Hatinya bertanya-tanya, gerangan apa yang membuat istrinya itu tak memberi kabar sepatah katapun. Padahal dirinya sudah mewanti-wanti sepulang dari kerja, sudah ada kabar yang dia dapatkan. Terakhir mereka komunikasi semalam sebelum tidur. Hatinya mendadak gelisah. Pijaran ekor senja sudah tak menarik lagi dimatanya. Segera ditarik tubuhnya menjauh dari jendela besar selebar dinding. Menghampiri kasur king size lalu duduk di atasnya. Tangannya terulur mengambil ponsel yang ada di tas kerja. Mencari nama orang spesial dihatinya. Setelah dapat, langsung di geser dan menempelkannya pada telinga.

Dia menatap nanar layar ponsel karena tak menemukan jawaban di sana. Membuat rasa khawatir semakin bergelayut di dada. Sudah hampir magrib, sebaiknya dia segera bersiap untuk shalat di masjid terdekat. Tiba-tiba saja dia ingin hadir lebih awal di sana. Entahlah, pikirannya sedang kacau. Mungkin berdiam diri sejenak bisa menghilangkan kekeruhan dalam hatinya. Setelah mengambil beberap keperluan, Zayyad meninggalkan kamar dan turun ke basement. Menghampiri mobil andalannya yang sedang terparkir rapi di ujung sana.

Hari semakin gelap. Warna orange senja semakin memudar. Sebentar lagi tenggelam sepenuhnya. Zayyad memarkirkan mobilnya di halaman masjid. Halaman itu begitu luas. Terdapat beberapa tanaman pucuk merah berbaris di pinggir, menambah keindahan masjid.

Zayyad memasuki masjid setelah bersuci. Dia mengeluarkan ponselnya, ingin mengecilkan volume agar tak mengganggu ibadah jika sewaktu-waktu ponsel itu berdering. Namun baru saja dia menekan tombol volume, sebuah panggilan masuk membuatnya mengurungkan niat. Senyumnya mengembang melihat nama si penelpon. Antara bahagia dan khawatir, dia menerima panggilan itu.

"Halo, assalamu'alaikum. Za, darimana aja, kok gak ngabarin Mas seharian sih?"

Zayya segera menjauh dan mengeluarkan dirinya dari masjid.

"Loh, kok kamu, Nin? Khanza mana?"

Kerut di dahinya bermunculan mendengar suara di seberang ponsel bukanlah pemilik nama spesial itu.

"Hah? Apa? Tolong jangan bercanda, Nin. Ini gak lucu!"

Jantungnya hampir copot mendengar kabar yang dibawa si penelpon. Tubuhnya langsung melemas menerima kabar itu. Matanya memanas. Kekhawatirannya terjawab sudah.

"Sekarang, Khanza dimana?"

Zayyad sudah tak sanggup berkata banyak. Yang dia inginkan adalah pergi dari sini secepatnya dan sampai di Jakarta dengan segera. Suara lalu lalang manusia mendadak hening di telinganya. Dunianya seakan berputar.

"Baiklah, aku pulang sekarang juga."

Usai menutup telepon, Zayyad bergegas memasuki masjid dengan perasaan yang benar-benar hancur. Perempuan yang dicintainya, peremuan yang namanya memenuhi rongga dada, sedang berada diambang kehidupan. Dia sudah tidak bisa berpikir jernih. Tubuhnya terasa remuk. Dia ingin segera selesai shalat dan pergi dari sini. Semoga Allah masih berbaik hati padanya. Dia terus melafalkan do'a yang ditujukan untuk istrinya. Detik itu juga, setelah menunaikan kewajibannya, Zayyad bergegas ke hotel lalu memutar balik arah menuju Jakarta.

~

A/N:

Long time no see? Akhirnya aku datang lagi ...
Niatnya mau updet banyak, tapi yg selesai cuma segini, ya udah lah. Silahkan dinikmati😊

Jangan lupa vote and koment😉

Eh, lupaa ...
Sudah masuk bulan ramadhan ya ...
Selamat menunaikan ibadah puasa. Walaupun ini udah updet, tetap jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama, ya☺️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro