Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 2


~

Khanza memperbaiki langkahnya. Hari ini dia akan pergi ke rumah sakit. Bukan karena ingin check up atau apa, dia hanya ingin bertemu anak-anak penderita kanker yang selalu dikunjunginya setiap hari ahad. Dia memutuskan naik angkot demi mengirit biaya. Dia tidak diantar Rangga karena Rangga tidak tahu kegiatan Khanza yang satu ini.

Khanza memamerkan senyumnya hingga matanya menyipit melihat anak-anak yang menyambutnya antusias.

"Assalamualaikum malaikat-malaikatku," sapanya sambil terus tersenyum.

"Wa'alaikumussalam, kakak cantik," jawab anak-anak serempak.

"Hari ini kakak bawa coklat lagi loh," katanya sambil mengangkat tote bag yang berisi penuh coklat.

"Yeayyyy." Mereka berebutan mengambil coklat yang dibagikan Khanza.

"Coklat ini ajaib loh, adik-adik. Bisa membuat sedih dan sakit kita hilang," ucapnya saat pertama kali memberikan coklat pada anak-anak.

"Kok bisa, kak?" Tanya seorang anak penasaran.

"Karena rasanya yang manis bisa membuat kita lupa pada rasa sakit dan sedih yang kita alami. Hebat kan?"

"Wah, iya, kak. Ajaib."

Khanza tersenyum mendengarnya.

Sesaat kemudian, Khanza mengambil gitar yang memang tersedia untuk Khanza di ruang istirahat.

"Kakak mau menyanyi lagu apa?" Celetuk Fera.

"Hmm.. lagu malaikat baik gimana?"

"Bolehh kak, boleh," ucap mereka antusias.

Khanza mulai memetik senar gitarnya.

~

Malam pun datang menjemput
Sepi yang selalu datang
Di setiap tidurku

Teringat di sana dia sedang apa
'Ku di sini merindukan dia

Malaikat baik kutitipkan dia untukmu
Tolong jaga dia di bangun dan tidurnya
Jangan sampai dia terluka dan bersedih
Karena bahagiaku ketika dia bisa tersenyum

Teringat di sana dia sedang apa
'Ku di sini merindukan dia

Malaikat baik kutitipkan dia untukmu
Tolong jaga dia di bangun dan tidurnya
Jangan sampai dia terluka dan bersedih
Karena bahagiaku ketika dia bisa tersenyum

~

Senyum Khanza masih setia terukir di wajahnya. Tanpa dia sadari, sepasang mata tengah menatapnya tanpa kedip. Menikmati setiap alunan lagu yang dinyanyikan Khanza. Begitu kuat pengaruh senyum Khanza sehingga orang tersebut pun ikut tersenyum tanpa sadar.

"Om Zayyad!" Tegur seseorang melebur lamunan Zayyad.

"Teguhh. Merusak suasana saja." Orang yang bernama Teguh itu mengikuti arah pandangan Zayyad.

"Ohh, lagi natap si kakak cantik itu, ya," tebaknya. Zayyad langsung menoleh dan mengacak-acak rambut Teguh.

"Enggak. Apaan sih. Masuk yukk." Zayyad beranjak dan mendorong kursi roda Teguh.

Teguh adalah keponakan Zayyad dari sepupunya. Zayyad cukup dekat dengannya. Anak itu mengidap demam berdarah dan harus dirawat intensif. Kebetulan Zayyad mengunjungi Teguh bertepatan dengan kunjungan Khanza di rumah sakit.

Zayyad masih berusaha melenyapkan bayangan Khanza. Suara perempuan itu benar-benar telah membuat Zayyad terpesona.

"Om. Om gak penasaran dengan kakak yang tadi?" Celetuk Teguh.

"Enggak. Om lebih penasaran kapan kamu keluar dari rumah sakit ini?" Jawabnya.

"Hahaha. Kalau Ibu sudah mengizinkan Teguh keluar lah, om."

"Huhh, Ibumu tuh, protektif banget sih sama anak nakalnya yang satu ini." Zayyad mengacak rambut Teguh lagi, gemas.

Teguh manyun.

"Teguh gak nakal om. Nyamuknya aja yang keganjenan isap-isap darah Teguh," bela Teguh tidak terima.

"Ya udah, baring gih. Om mau ke kantin dulu," perintahnya.

"Mau ke kantin atau mau ketemu sama kakak yang tadi?" Goda Teguh.

"Teguhhh..." Zayyad melototi Teguh jengkel.

"Iya, om, iya. Teguh diam nih. Teguh baring," ucapnya lalu merebahkan badannya.

"Nah gitu dong. Jadi ponakan tuh harus nurut sama omnya."

"Ya udah, om pergi dulu ya."

"Iyaa." Teguh tidak berani lagi menggoda Zayyad. Bisa-bisa kepalanya jadi sasaran Zayyad lagi.

***

"Kakak sudah mau pulang?"

"Iya, Fer. Kakak harus masak buat Ayah." Khanza meletakkan gitarnya lalu mengambil tasnya bersiap untuk pulang.

"Fera mau dong nanti dimasakin sama Kak Za."

Khanza tersenyum.

"Makanya kalian harus sembuh yaa. Jangan menyerah. Nanti kakak akan masak yang baaanyak buat kalian."

"Yeayy, siapp kak."

"Kakak pamit, ya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam." Anak-anak melambaikan tangan pada Khanza sampai perempuan itu hilang dari pandangan mereka. Karena fokus melihat ke anak-anak, Khanza malah lupa jika dia sudah berada di jalur umum. Jadilah dia menabrak orang dibelakangnya.

"Awhhh. Ehh, maaf. Maaf aku gak liat," ucapnya seraya menundukkan pandangan. Dia menabrak laki-laki. Sontak Khanza menghindar.

"Eh, enggak apa-apa kok," ucap laki-laki itu agak gugup.

"Lagian asyik banget kayaknya sampai gak liat jalanan."

"Maaf. Tadi aku fokus ke anak-anak di dalam, jadi gak sadar kalo sudah di luar," sesal Khanza.

"Ohh, emh.. ya sudah, kalo gitu aku duluan ya," pamit laki-laki yang tak lain adalah zayyad.

"Iyaa."

Satu hal yang dirutuki Zayyad akan kebodohannya. Rasa gugup menghancurkan segala kesempatannya. Harusnya dia sudah tahu nama perempuan itu. Harusnya ia tidak gugup. Harusnya ia mengajak perempuan itu berkenalan. Harusnya.. harusnya... Ah sudahlah, tidak perlu diselali. Toh, kesempatan selalu ada. Cuma waktu yang bisa menentukan pertemuan mereka selanjutnya.

***

"Iyadd!" Orang yang dipanggil Iyad menoleh.

"Freya? Ngapain lu disini?"

"Ya ampun, Yad. Gue kangen banget sama lu tau, gak." Freya mendekat dengan wajah riang dan merentangkan kedua tangannya tangannya hendak memeluk Zayyad. Zayyad menghindar.

"No, peluk-peluk. Bukan mahram," tolaknya sambil melipat tangan di depan dada.

"Yee, sok alim, lu." Freya menoyor kepala Zayyad.

Keduanya lalu duduk di kantin rumah sakit menunggu pesanan diantar.

"Yadd, lu mau nolong gue, gak?" Ucap Freya dengan nada sedikit memohon.

"Nolong apaan?"

"Bokap mau jodohin gue sama anak temennya. Dan gue gak mau." Zayyad menatap Freya bingung.

"Terus lu mau minta tolong apa ke gue?"

"Tolong bantu gue yakinkan bokap gue biar gue gak dijodohin," tuturnya.

"Hmm, dengan cara?"

"Lu ngaku sebagai pacar gue."

Zayyad tersentak mendengarnya. Bisa-bisanya perempuan itu menyeretnya dalam masalah yang tidak main-main.

"Pliss, Yad. Cuma nama lu yang terlintas dipikiran gue saat itu. Mau ya bantuin gue," pintanya.

"Imbalan gue apa?"

Freya berdecak. Tidak habis pikir dengan Zayyad yang malah meminta imbalan.

"Lu perhitungan banget sih jadi sahabat."

"No imbalan, no bantuan," kukuhnya. Zayyad juga mikir dong buat bantuin orang. Nanti malah rugi di dia.

"Ya udah deh, gue pasrah. Lu nanti gue kasih ikut ke Bali," ucap Freya pasrah.

Zayyad menatap Freya semringah. Bagaimana tidak? Beberapa hari yang lalu, Freya dapat 2 kupon jalan-jalan ke Bali karena menang lomba Fashion Show. Dan Zayyad yang menemaninya saat itu ogah-ogahan melihat penampilan Freya, alhasil hadiah yang Freya dapat tidak dibagi ke Zayyad. Dan Zayyad malah ngambek sampai sekarang.

"Nah gitu dong," ucapnya sambil menyentil dahi Freya. Freya meringis dan menatap Zayyad kesal.

Dalam diam Freya tersenyum mendapati Zayyad sudah melunak padanya. Dan perjodohan konyol itu semoga bisa tuntas sebelum keberangkatannya ke Bali.

"Lu, gak ngajar?" Tanya Freya. Pesanan mereka telah datang dan Freya menyantapnya dengan lahap.

"Slow aja keles makannya." Zayyad melemparkan tisu ke arah Freya. Freya hanya mendengus.

"Dan btw, ini hari minggu ya. Dasar pikun," ejek Zayyad.

Freya cuma menyengir. Sadar, penyakit pelupanya kambuh lagi.

"Kenapa sih, lu gak terima aja perjodohan itu, Fre?" Celetuk Zayyad disela-sela makannya.

Freya terdiam. Memikirkan ucapan Zayyad. Dia merasa kesal mendengar pertanyaan Zayyad yang jauh dari harapannya.

"Emang lu mau tinggal menderita sama orang yang gak lu cintai?" Tanya Freya ketus.

"Kan gak semua pernikahan itu harus didasari cinta, Fre. Boleh jadi, lu merasakan cinta itu karena terbiasa bersama dengan suami lu nanti."

Freya berhenti mengunyah. Dia menatap Zayyad yang makan dengan tenang.

"Yad, gue gak mau nikah sama orang yang enggak gue cintai! Gue cuma gak mau menyakiti orang itu, Yad. Dan gu.. gue, gue lagi mengharapkan orang lain, Yad," ucapnya lirih.

Zayyad membulatkan matanya.

"Serius, Fre? Baru kali ini gue denger lu ngomong begitu. Udah normal ternyata, ya," komentar Zayyad sambil tertawa kecil. Tanpa dia sadari senyum luka terlukis diseberang sana.

Freya sudah berada dipuncak kekesalannya. Dia akhirnya berdiri dan menatap tajam ke arah Zayyad.

"Udah deh, males gue sama lu, di bully mulu," ucapnya seraya meninggalkan Zayyad yang menatap Freya bingung.

Sensi banget deh si Freya, lagi PMS kali, batinnya. Zayyad meneruskan makannya lalu berlalu dari kantin menuju ruangan Teguh.

Saat melewati ruangan istirahat, ingatannya kembali melayang pada kejadian tadi siang. Dia merutuki kebodohannya dan hanya bisa berharap suatu saat nanti dia dipertemukan kembali dengan perempuan itu.

***

"Iyad." Baru saja Zayyad hendak merebahkan tubuhnya di sofa panjang depan TV, suara lembut lebih dulu menginterupsi niatnya itu.

"Mama." Mama Zayyad menghampiri anaknya.

"Ada apa, Ma?" Zayyad memperbaiki posisi duduknya.

"Tolong antar Mama ke super market." Zayyad berdecak. Biasanya mamanya juga pergi sendiri.

"Kenapa gak pergi sendiri? Biasanya juga gitu," kata Zayyad dengan wajah lelah.

"Sekali-kali anterin Mama dong. Sekalian kamu juga belajar pergi ke supermarket. Nanti kalau kamu sudah nikah, kamu yang harus pergi belanja, istrimu gak boleh!"

Zayyad melongo mendengar perkataan Mamanya. Dipikiran Zayyad belum terlintas sedikitpun tentang pernikahan. Apalagi fase setelah pernikahannya. Mamanya sudah berpikiran sangat jauh kali ini.

"Ma, Zayyad belum mau nikah. Zayyad masih mau bahagiain Mama. Lagian kalo Mama ngomong gitu, terus kenapa sekarang Mama yang pergi belanja bukan Papa?" Tanya Zayyad heran. Mamanya ini pandai menceramahi tapi dia saja belum menjalankan.

"Hehh,kau tau Papamu itu sangat alergi keramaian. Makanya dia di ruang kerja terus," sembur Mamanya. Zayyad meringis.

"Iya, Ma, Iya."

"Ayokk."

"Iya, ayok."

Zayyad pun berdiri mengikuti Mamanya dengan langkah ogah-ogahan. Istirahatnya ditunda lagi deh. Besok kan dia ada ngajar pagi, haduhh.

Zayyad dan Amira, Mama Zayyad turun dari motor dan langsung membaur bersama kerumunan orang di supermarket. Supermarket ini terletak di pusat kota jadi wajar jika selalu dipenuhi manusia. Dan merupakan supermarket telengkap dan terbesar di kediaman Zayyad.

"Iyad, ambilin mama daging dong. Mama gak bisa kesana nih, nanti mama sesak napas lagi." Dengan sabar Zayyad menuju tempat daging dan mengambil apa saja yang bisa dijangkau tangannya. Soalnya di depannya banyak sekali orang, jadi dia hanya bisa mengulurkan tangannya ke dalam freezer.

"Nih." Zayyad menyerahkan daging tersebut.

"Kemana lagi?"

"Kita ke sayur-sayuran yuk!" Ajak Amira.

Zayyad kelihatan senang diajak ke stand sayuran. Dia memang vegetarian. Semua jenis sayuran dia sukai, duplikasi dari Papanya.

"Sudah Mama duga kamu akan senang."

Zayyad tersenyum ikhlas kali ini. Dari tadi dia hanya diam dan sesekali menggerutu sepanjang jalan. Jika disuruh senyum sama Amira, dia hanya mengeluarkan senyum terpaksa.

"Iya dong. Tempat yang cocok kalo mau balikin suasana hati Zayyad mah di sini," ucapnya riang.

"Ma, beli semuanya ya," pinta Zayyad konyol.

"Ngapain beli semua? Mau buka cabang baru di rumah?"

"Ihh, Mama. Kan nanti ditaro di kulkas terus dimasak sedikit demi sedikit."

"Gak usah, Yad. Nanti malah rusak sayurnya. Mending beli yang dibutuhkan saja," komentar Amira membuat Zayyad bungkam.

Seusai memilih sayuran Amira dan Zayyad berjalan menelusuri makanan instan. Mata Zayyad menatap semua makanan itu penuh harap.

"Kamu gak mau beli ramen?" Tanya Amira sedang mewanti-wanti permintaan Zayyad.

Tanpa membalas pertanyaan Mamanya, dia langsung menyambar beberapa ramen dengan berbagai varian rasa pedas yang terpampang di rak. Amira hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya yang sudah tak sepatutnya dimiliki oleh seorang dosen. Biasanya kan dosen itu menjaga wibawanya, nah Zayyad malah enteng saja dengan itu. Tapi Zayyad hanya bisa bertingkah seperti ini dikala sama Mamanya. Kalau sama Papanya dia akan menjadi orang yang paling berwibawa diantara saudaranya.

"Pulang yuk, Ma. Zayyad udah gak sabar nih pengen makan ramen," rajuknya.

"Iya, kita pulang."

"Yeayy." Zayyad berjalan dengan hati riang dan penuh ketidak sabaran ingin menyantap ramennya.
Sampai-sampai dia kini sudah tak disamping mamanya lagi. Zayyad jadi panik sendiri. Dengan raut wajah khawatir dan penuh kebingunan dia celingak-celinguk menyusuri satu persatu manusia yang siapa tahu adalah mamanya.

"Hmm, keluar aja deh, paling bentar Mama juga keluar." Dia memutuskan untuk keluar dari supermarket. Namun langkahnya terhenti saat seorang perempuan memasuki pintu masuk.

1 detik..
2 detik..
3 detik..

Pandangan mereka bertemu. Dan perempuan itu tampak kaget melihat Zayyad yang mematung. Perempuan itu hanya memberikan senyumannya pada Zayyad lalu berlalu dari hadapannya.

Dia muncul, batinnya.

~


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro