Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6

Yoojung setia menemani Jaehyun yang masih lemas, toh itu juga hal yang selalu dia lakukan merawat para pasiennya jadi apah salahnya merawat Jaehyun, perbedaan Jaehyun dengan para pasiennya  hanya butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi mahluk yang bernama Jaehyun ini bagi mana tidak Jaehyun selalu membuatnya naik darah.

"Yoojung..!"

Yoojung mengerutu saat suara yang bergema itu memangil namanya.

"Ya.." teriak yoojung tidak kalah kencangnya, Yoojung kembali melangkahkan kakinya membawa nampan menaiki anak tangga dan berakhir di samping sofa tempat tidur Jaehyun.

"Mengapa lama sekali ?"

"Ya, Jaehyun apa kau tidak melihat ini sengat berat.?"  Protes Yoojung.

"Baiklah aku mengerti, aku ingin Apel potongkan untuk ku.!"

Yoojung menatap jaehyun sinis dengan bibir yang sedikit maju tanpa protes dengan cekatan Yoojung membelah apple tanpa membuang kulitnya menyajikannya di atas piring.

"Makanlah !"

Jaehyun mengamati potongan appel yang sudah terpotong sempurna, dan mendongak ke arah Yoojung yang kini menguyah apel dengan pipi yang mengebung.


"Itu untuk mu Yoojung, aku tidak suka apel dengan kulit yang masih menempel."

Seolah paham dengan lirikan Jaehyun Yoojung kembali menatap pisau dan juga buah apel.

"Kau..

"Ya, kupas" perintah Jaehyun membuat Yoojung menggeleng betapah adil sang suaminya.

Jaehyun menikmati ekspersi wajah Yoojung yang cemberut dan mengutuk dirinya sedari tadi, baginya itu hiburan di saat beban penat dirinya.

"Sudah puas melihatku, makanlah jangan mengeluh lagi Jung Jaehyun.!"

Jaehyun membuang pandangannya ke arah televisi.

"Ah, percaya diri sekali kau nona."
Jaehyun mengambil potongan apel dan mengunyah nya menghilangkan rasa canggung di dalam dirinya.

"Ayolah Jaehyun, tidak usah malu apa kau sudah terpikat oleh pesona ku ha ha ha.." Jaehyun kali memakan apel tanpa mempedulikan Yoojung yang kini menggodanya.

"Sudahlah kau harus istirahat Yoojung, aku baik-baik saja, ini sudah larut."

Yoojung terdiam dan menimbang permintaan Jaehyun lalu menggeleng dengan cepat.

"Tidak sebelum kau bicara apa penyakit mu, ?"

"Cih, keras kepala baiklah suka-suka mu aku harus melanjutkan pekerjaan ku."  Jaehyun berjalan meninggalkan Yoojung yang kini tengah merebahkan dirinya di atas sofa dengan nyaman ditemani dengan televisi yang kebetulan menampilkan acara masak program yang selalu sanagat menarik bagi dirinya.

"Baiklah jangan menganggu ku." Jaehyun sengaja membuka pintu ruangan kerjanya, dia ingin melihat yoojung mungkin saja gadis itu punya motif tersembunyi sangat betah di kamarnya mungkin Yoojung mencari sesuatu.

Jaehyun membuang semua kecemasannya sebab sedari tadi Yoojung tidak melakukan pergerakan sedikitpun hanya berbaring di atas sofa dengan menertawakan televisi, membuat Jaehyun bebas melakukan pekerjaannya.

Baru beberapa dia mengaudit kepalanya terasa pusing, dan tangannya bergetar hebat.

Brukk..
Bingkai foto keluarga jatuh. membuat Yoojung memperhatikan ruang kerja Jaehyun.

Jaehyun sangat lemas ini adalah salah satu efek dari obat yang di konsumsinya, dengan tangan bergetar membuat Jaehyun menghentikan tangannya yang sedari tadi bergelut dengan tabnya.

Yoojung yang merasa ada perubahan dari dalam diri Jaehyun langsung membantu Jaehyun bangkit dari kursi kerjanya membopongnya  duduk di sofa, memberinya air putih dan menunggu Jaehyun mengeluarkan suaranya.

"Aku baik-baik saja, kau pergilah istirahat."

Yoojung menggeleng bagaimana kondisinya yang sangat lemas itu di sebut baik-baik saja.

"Kau sangat keras kepala Jung Jaehyun, kita sebaiknya pergi ke dokter ?" Protes Yoojung yang kini berjalan menuju sofa dengan jaehyun yang tertatih.

"Tidak, aku baik-baik saja kau pergilah !" Usir Jaehyun.

"Oh ya Tuhan kau harus di sembuhkan, kau kaya dan banyak uang bagai mana bisa dalam kondisi seperti ini jangan terlalu keras kepala lebih baik kita ke dokter."

Jaehyun memejamkan matanya menstabilkan napasnya, "Apa aku begitu lemah di mata mu ?"

Yoojung terdiam saat sorot mata itu mulai mengintimidasinya sorot mata dalam dan juga aura menyeramkan yang selalu Jaehyun berikan kepadanya.

"Jawab aku Yoojung ?"

Yoojung mengangguk, membuat Jaehyun tersenyum. "Kau sudah melihatnya jadi aku tidak perlu menutupinya, berjanjilah kau akan merahasiakan ini dari siapapun."

"Maksudmu ?" Yoojung di buat bingung dengan pernyataan Jaehyun, yang seolah mengisyaratkan sesuatu yang sama sekali tidak pernah Yoojung mengerti.

"Kau melihat sisi terburuk diri ku, aku tidak ingin penyakit ku menjadi kelemahan ku."

Yoojung terdiam mengapa Jaehyun ingin merahasiakan penyakitnya, yang jelas-jelas Yoojung yakin dapat di sembuhkan menginat uang Jaehyun sangat banyak dan sekarang tenaga ahli sangat berbakat.

"Bahkan keluargaku."

"Ehh,, tap-

"Apa aku dapat mempercayai mu.?" Yoojung mengangguk akan menjaga rahasia Jaehyun.

"Kau bisa percaya pada ku Jaehyun."
Jaehyun tersenyum manis, membuat jantung Yoojung berdekup cepat.

Yoojung harus menyembunyikan wajahnya yang sangat memerah akibat senyuman Jaehyun tanpa pikir panjang satu-satunya cara agar wajah Jaehyun berpaling dari dirinya Yoojung menawarkan pijitan pada Jaehyun.

"Sini biar aku pijit." Jaehyun tidak protes saat tangan mungil Yoojung menyentuh bahunya sambil terus memijat Yoojung merasa dapat kembali mengontrol dirinya,  sebuah pikiran terlintas di benak Yoojung yang harus mengorek informasi tentang keberadaan mamah Jaehyun.
Bukankah dalam kondisi seperti ini pasangan suami istri akan lebih terbuka.

"Apa enak ?" Tanya Yoojung membuat Jaehyun mengangguk.

"Kau tau, dulu waktu aku kecil mama sering pijitin aku jae." Jaehyun hanya terdiam sambil menikmati sentuhan tangan yoojung.

"Pokonya pijitan mamah itu enak waktu itu aku ada tes olahraga gitu, di suruh roll depan kalo gak bisa gak di kasih istirahat ya udah aku maksain, eh akhirnya berhasil pas pulang badan ku sakit semua, terus aku nangis mama dateng   tanya aku kenapa aku bilang sakit langsung deh di pijit sama mama."  Jaehyun hanya tersenyum mendengar cerita Yoojung.

"Mama milen.?"

Yoojung menepuk bahu Jaehyun, membuat jaehyun membalikan badannya menghadap Yoojung.

"Kau tau wanita itu bukan mamah ku,  dia yang udah bikin aku pisah sama mamah." Jaehyun terdiam saat melihat Raut kesal dan juga sedih  di wajah Yoojung.

"Tapi kau harus berterimakasih, dia yang telah membesarkan mu."

Yoojung memincing mendengar ucapan Jaehyun. "Kau tidak tau dia memperlakukan ku seperti apa, bahkan kucing jalanan lebih beruntung karena hidup bebas."

Jaehyun dapat melihat kebencian di mata Yoojung, "Apa kau sangat membencinya ?"

Yoojung mengangguk yakin, "Aku bisa memberinya pelajaran atas tindakan yang telah dia berikan pada mu ?"

Yoojung sangat tergiur dengan tawaran Jaehyun mengingat milen adalah dalang dari  semua kerusakan keluarganya Yoojung sangat ingin milen menderita merasakan semua sakit yang pernah dia rasakan, tapi semua itu percuma dengan menyakiti milen tidak lantas membuat mamah nya kembali dan akan membuat ayahnya menderita karena Yoojung tau ayahnya sudah menaruh hati pada Istrinya itu jika tidak Yong min tidak akan tega melihat yoojung di sakiti secara fisik maupun batin.
Yoojung menyalahkan dirinya sendiri atas ketidak mampuannya sebagai seorang anak untuk mempererat hubungan orang tuanya, milen hanyalah pelampiasan Yoojung menyalahkan semua yang telah terjadi.

"Tidak Jaehyun."

"Kenapa ? Bukanya kau  sangat membenci milen."

"Aku hanya membencinya karena tidak ingin menyalahkan diriku sendiri," Yoojung tertawa hambar membuat Jaehyun sedikit bingung melihat sosok Yoojung yang kini terbawa suasananya sendiri.

"Kau tau, mungkin aku bisa menerimanya sebagai ibuku jika dia memberikan sedikit perhatiannya untuk ku, setelah mamah ku pergi tidak ada orang yang membelaku di rumah itu, miris bukan seharusnya di usia 8 tahun aku mendapat kasih sayang dan menjadi kebanggaan, ini sebaliknya aku hanya menjadi beban dan pembawa sial."

Yoojung menelan pahit semua kenangan itu, dan tujuannya saat ini hanya ingin hidup dalam damai bersama mamahnya, Yang bisa mempertemukan dirinya hanya Jennie, dan itu bergantung pada dirinya yang dapat mengorek informasi keberadaan ibu Jaehyun.

Yoojung mengutuk kebodohan dirinya yang malah menceritakan kisah hidupnya.

"Hemm,, apa aku terlihat menyedihkan ?"

"Tidak, kau wanita kuat Yoojung sanggup bertahan dalam keadaan seperti itu." Yoojung mengangguk dan memfokuskan diri pada Jaehyun bagaimanapun Yoojung harus mengorek informasi.

"Lalu kau, bagaimana keluarga mu jae ?"

"Nanti aku akan mengajakmu mengunjungi mereka."

Mata Yoojung berbinar mendapatkan janji dari Jaehyun, ini berita bagus bukan, saat Jaehyun mengajak nya menemui keluarganya Yoojung juga dapat lebih cepat berkumpul bersama mamah dan juga adiknya.

"Benarkah, kapan ?"
Jaehyun tersenyum, dan hendak beranjak namun di cegah oleh Yoojung.

"Mau kemana, kapan kita mengunjungi orangtua mu Jaehyun. ?" Seketika perkataan Yoojung membuat Jaehyun sedikit risih, Jaehyun bangkit tanpa menjawab lalu mengacak poni Yoojung, mendirikannya mendorong tubuh Yoojung  ke luar kamar.

"Sudah larut, selamat malam."

Bbuugg..

Yoojung berdiri kaku di depan pintu yang tertutup rapat mengumpat pada Jaehyun dan berjalan menuju kamarnya.

Sedikit lagi Kim Yoojung semangat !

Pandangan Yoojung tertuju pada ponsel yang menyala di genggam benda persegi itu lalu dengan cepat mengusap layar panggilan, saat menerima telepon Yoojung dengan gesit mengambil kunci mobil dan berjalan keluar rumah.

Jaehyun yang tengah menjernihkan pikirannya berjalan kearah balkon  menimbang apakah akan membawa Yoojung menemui orang tuanya atau tetap merahasiakan dalam-dalam semua kepedihan pada istrinya.
Sebuah ke gaduhan mengalihkan pandangannya saat Yoojung terlihat terburu-buru memasuki mobil dan menancap gasnya meninggalkan perkarangan  rumah, dengan kening berkerut Jaehyun mengambil ponselnya dan menyuruh anak buahnya membuntuti Yoojung.

"Apa aku bisa mempercayai mu.?" Gumam Jaehyun yang terpaku pada kepergian Yoojung.

****

Minhyun menghembuskan napas berat saat kembali menghubungi yoojung panggilannya selalu gagal membuat dirinya cemas.

"Oh Jung kenapa tidak jawab !" Minhyun berdiri dan menatap kerumunan orang tapi pandangannya  tidak menemukan sosok Yoojung.

"Tuan muda sampai kapan ingin menunggu ?" Minhyun menoleh melihat pengawalnya, yang cukup berbicara langcang.

"Pulanglah " perintah  minhyun dan kembali fokus  kepada ponselnya.

"Maaf" cicit pria dengan balutan jas hitam dan kembali pada posisinya berdiri sedari tadi.

Minhyun putus asa dan berniat meninggalkan bandara saat satu panggilan lagi tidak ada jawaban.

"Hallo ?"

"Yoojung ?" Ucap minhyun bersemangat saat suara yang dirinya rindukan menyahut.

"Oppa kau di mana ?"

"Di bandara."

"Apa kau masih menunggu ku ?"

"Hem-"

"Ya Tuhan kenapa bodoh sekali, sudah berapa lama menunggu ku Oppa ? Ah tunggu aku berangkat sekarang."

"Hati-hati Yoojung."

Minhyun tersenyum dan mengelus kotak beludru yang ia genggam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro