7. Teman?
Mau baca cerita menarik yang lain? Jangan lupa mampir ke fizzo--> kumbangmerah
🩹🩹🩹
Buku besar bersampul tebal di depan Bintang terjatuh akibat tak sengaja tersenggol oleh empunya. Gadis itu menghela napas panjang menahan emosi.
"Sabar, Bin. Yang lain juga pada belum siap. Tenang... tenang...," bisik Bintang pada diri sendiri.
Ia sedang dikejar deadline dan tak ada waktu untuk marah-marah, sebab sebentar lagi adalah jadwal untuk diskusi kelompok atau yang biasa mereka sebut tutorial. Yaitu kegiatan yang berisikan kurang lebih dua puluh orang dan dilengkapi satu dosen sebagai fasilitator yang akan memberi nilai ketika mereka berebut menjawab soal dari sebuah kasus yang sudah dikerjakan di rumah sebelumnya.
Jika pertanyaan dan jawaban relevan serta berlandaskan jurnal atau buku, maka nilainya tinggi. Tapi sebaliknya kalau pertanyaan dan jawaban Jaka sembung bawa golok alias gak nyambung g0blok juga tidak memiliki sumber, jangan harap mendapat nilai. Lolos dari ceramah dosen saja setidaknya harus sujud syukur.
Sebuah tepukan pada bahu Bintang mengalihkan perhatian gadis itu dari layar ponsel.
"Belum siap juga, Bin?" tanya Tasya. "Yakin gak mau lihat punyaku aja?"
Kepala Bintang menggeleng. "Jangan, Sya. Kita sekelompok. Kan gak boleh sama jawabannya."
Salah Bintang juga kenapa tadi malam malah ketiduran setelah kembali menangis bombai kalau mengingat Chandra. Dulu sewaktu mereka masih pacaran, Chandra cukup banyak membantunya menyelesaikan soal tutorial. Bahkan lelaki itu sering mengirimi jurnal atau pdf e-book yang bersangkutan untuk jawaban Bintang di tutorial selanjut-selanjutnya.
Mulut dan ekspresi wajahnya bisa terlihat baik-baik saja. Tapi jauh di dalam hatinya, Bintang sangat merasa kehilangan. Ia tak sadar jika selama ini sudah sejauh itu menyanyangi Chandra, meskipun sesekali suka usil menanggapi lelaki lain. Tapi itupun hanya sekedar Bintang peralat untuk mencari jawaban dari soal tutorial atau membuat papper dadakan.
Tasya mengangguk paham. Sebenarnya bisa saja mereka berbagi jawaban, namun sejak tadi ditawari pun Bintang tetap menolak. Itulah salah satu sifat yang Tasya suka dari Bintang, walau sulit tapi tetap mau berusaha. Tidak seperti gerombolan geng Bintang yang lain, tau mereka hanya berburu jawaban-jawaban dari teman yang lain tanpa berusaha mengerjakan lebih dulu di rumah.
Istilahnya, datang dengan lembar kosong tapi diskusi menggunakan jawaban orang lain.
Lara datang bersama Regi menghampiri Tasya. Ketiga orang itu sebelumnya berniat ke kantin sembari menunggu jam tutorial, tapi tertunda karena Tasya melipir ke bangku Bintang.
"Udah, Sya?"
"Bintangnya belum. Masih empat soal lagi," jawab Tasya menunjuk buku garda milik Bintang.
Gadis itu tengah menyalin isi pdf di ponsel ke atas halaman kosongnya.
Regi yang memerhatikan ketergesaan Bintang mendecih penuh ejek. "Pacaran aja sih otak lo makanya tugas pada belum siap!"
Mendengar suara musuhnya, Bintang menyempatkan mendongak dengan wajah kesal. "Bacot, Ragi Instant!"
"Ye... ini bocah! Dikasih tau malah nyolot!"
"Lo bukan kasih tau, tapi ngebacot. Mending cabut deh daripada gue slepet!" Bintang mendorong pinggang Regi agar menjauh darinya.
Sudahlah meja kuliah mereka sempit, tambah dikerumuni hanya akan membuat risih. Bintang butuh oksigen ekstra untuk berpikir cepat.
Lara dan Tasya sama-sama menggeleng melihat kelakuan dua temannya. Sudah biasa melihat Bintang dan Regi beradu mulut. Justru kalau keduanya saling diam mereka malah merasa aneh.
Seruan memanggil nama Bintang dari deretan kursi paling belakang mengejutkan beberapa mahasiswa yang masih tersisa di kelas.
Eve, salah satu teman geng Bintang datang menghampiri. "Udah nomor berapa, Bin? Gue lihat dong, biar jawabannya makin beda."
"Ha? Oh... baru 5 nomor, itu pun acak."
"Gue lihat ya, shay."
Tanpa persetujuan dan aba-aba. Eve langsung saja memboyong buku milik Bintang ke belakang, padahal gadis itu masih menulis jawaban. Bukan mereka yang mengalami, tapi Lara, Tasya dan Regi sama kesalnya melihat Bintang hanya mendengus cuek lalu mencari jawaban lagi lewat hape.
"Gue tau lo diam karena berpikir lagi cari jawaban di hp. Tapi mikir gak kalau di sana ada empat teman segeng lo yang satu kelompok dan jiga nyontek jawaban lo!" cibir Regi menolehkan kepala Bintang agar melihat kelakuan gengnya.
"Gampang. Nanti gue jawab duluan biar gak diserobot."
"Bin, iya kalau kamu yang dipilih. Kalau mereka duluan gimana?" ikut Tasya.
Lara maju selangkah. "Moderator kelompok kalian nanti siapa? Setau gue si Zora kan? Kalian lagi kemusuhankan pekara fakboi kampus?"
Bintang terdiam. Kemungkinan besar bisa saja ia dipilih paling combrot karena Zora terang-terangan menunjukan sikap tak bersahabatnya semenjak malam itu. Padahal Bintang sudah bersikap biasa saja.
Gadis itu membenarkan pendapat tiga temannya sebelum berjalan ke bangku belakang dan mengambil buku begitu saja. "Sorry, ya guys. Tapi gue juga belum siap."
"Duh, Bintang. Lo kenapa jadi nyebelin, deh. Perasaan dulu fine-fine aja kalau kita contekin."
"Tau nih. Kebanyakan gaul sama golongan jelata jadinya pelit!"
"Lo kenapa gak mau kasih contekan? Takut jawabannya gue ambil?" celetuk Zora.
Hari ini dia sebagai moderator yang bertugas memilih peserta tutorial untuk menjawab lebih dulu setelah mengangkat tangan secara rebutan.
Bintang mendengus. "Iya. Pengalaman aja, bukan sekali dua kali lo ambil jawaban gue. Bahkan cowok gue aja juga sampai lo sosor! Puas lo udah tidur sama dia?"
Gadis itu berbalik. Namun, baru dua langkah menjauh, sebuah jambakan mendarat pada rambut belakang Bintang. Kepalanya tertarik sadis. Tentu saja jiwa liar Bintang yang selama ini sabar menghadapi Zora pun memberontak. Layaknya pertarungan antar gadis, mereka saling menjambak diiringi sumpah serapah penuh emosi. Zora mengerang kesakitan saat Bintang tak memberi ampun menarik rambut pirang bergelombangnya hingga berakhir seperti rambut singa.
Sontak saja kelakuan mereka membuat seluruh penghuni kelas terkaget. Bintang memang terkenal bar-bar tapi tak pernah bertengkar sampai bermain fisik, paling bentrok hanya mulutnya yang melawan kurang ajar. Zora pun begitu, dibanding anggota geng lain, ia terlihat paling kalem dan malas mencari masalah.
Tasya, Lara dan Regi berusaha memisahkan Bintang. Namun, baru lepas beberapa detik, gadis itu kembali menerjang. Bahkan tak segan mendorong Eve yang tadi menghalanginya menghabisi Zora.
"Maju lo jalang, sialan!"
"Bintang udah, Bintang!"
"Woi anak laki-laki bantuin, dong!" teriak Lara. Tapi jejeran kaum berjakun itu malah tertawa sebelum meninggalkan kelas. Katanya mereka malas ikut campur dengan makhluk cabe-cabean seperti Eve and the gengs.
Tak kehilangan akal, Lara keluar mencari bantuan. Di sanalah ia melihat Angkasa baru keluar dari ruangan Pema yang terletak satu lantai dengan kelas mereka.
Lara berlari tergesa menghampiri. Napas gadis itu tersengal melapor kejadian di kelasnya yang reflek membuat mata Angkasa membola ketika mendengar nama adiknya disebut.
Namun, bukan Angkasa yang berlari lebih dulu, melainkan sosok tegap dibelakangnya yang tadi juga mendengar.
Satu tarikan pada kedua bahu Bintang, sukses melepaskan Zora dari amukan dahsyat lawannya. Tak ada yang berani mendekati kumpulan gadis berpenampilan kacau itu.
"Bintang udah!" bentaknya mencoba mengambil buku tebal dari genggaman Bintang yang sempat digunakan untuk menghantami punggung Zora.
Tapi gadis keras kepala itu tetap tak ingin mengalah. Sampai tanpa sengaja sudut bukunya menggores kening seseorang yang tadi menahannya. Suara syok beberapa orang yang memberitahu ada darah pun menyadarkan Bintang untuk berbalik melihat sosok tersebut.
Pupil mata Bintang membesar kala mendapati Jenan menatap datar kearahnya ketika mengusap sudut kening.
"Ikut saya!"
🪥🪥🪥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro