Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Usai Di sini

"Chan, ada Bintang di depan, cariin lo!" seruan salah satu teman koas siklusnya mengalihkan fokus kerja Chandra yang baru selesai menangani pasien.

Lelaki berjas putih melangkah tegas menemui gadis berambut sepunggung kecokelatan yang tengah dalam posisi membelakanginya.

Chandra berdeham ringan menyadarkan, menggundang tubuh mungil Bintang berbalik. Bahkan dari jarak mereka sekarang, ia bisa melihat jelas guratan kecewa pada netra indah favoritnya yang kini membuang pandangan ke arah lain.

Langkah Bintang maju dengan ragu. Ia mengikis jarak berniat membuka mulut, tapi lebih dulu terpotong oleh Chandra yang meminta untuk diikuti.

Mereka berhenti di bagian belakang fakultas. Hingga menit ke lima, tak ada  dari keduanya yang enggan membuka suara. Bibir sepasang kekasih itu seolah terkunci rapat, diam seribu bahasa.

Bintang berdeham menelan cekat pada tenggorokannya. Ia tau bagaimana keras kepala lelaki yang sudah bersamanya dua tahun belakangan itu. Jika tak ada yang memulai, maka tidak akan kata akhir untuk mereka hari ini.

"To the point aja. Aku mau kita putus," ucap Bintang sedikit bergetar.

Gadis itu berkedip cepat sembari menatap langit demi menghalau genangan air mata yang sudah dipelupuk. Ia tak sudi menangis di depan manusia yang sudah menyakitinya.

Ia melanjutkan, "tanpa dijelasin, aku yakin kamu udah tau alasannya."

Kekehan hambar terdengar dari arah Chandra. Lelaki itu menoleh bersama ekspresi menyebalkan khas dirinya. "Gak segampang itu."

"Aku gak butuh persetujuan kamu untuk hal ini."

Tubuh tinggi Chandra menghadap penuh pada Bintang. Wajahnya terkesan lebih serius kali ini. "Tentu butuh. Kita jadian karena mau sama mau, begitu pula kalau putus. Bukan cuma kamu yang harus setuju. Tapi aku juga."

"Kalau gitu kamu harus setuju kita putus."

"Enggak."

Sudut bibir Chandra terangkat sebelah tanpa rasa bersalah. Tak ada penyesalan yang ditunjukan lelaki itu sama sekali. Semakin mengeruk jurang kecewa lebih dalam untuk Bintang.

Bintang tak mengerti bagaimana bisa lelaki di hadapannya berubah drastis hanya dalam waktu singkat. Sisi lain Chandra yang tak pernah Bintang lihat. Atau sebenarnya memang begitu adanya, hanya saja ia selalu tutup mata dengan kelakuan brengsek pacarnya. Sebab Bintang tak pernah benar-benar memergoki Chandra selingkuh atau sekedar jalan dengan siapa pun, sampai malam tak diinginkan itu terlewati bersama banyak air mata.

Tawa sarkas itu terlontar sebagai tanggapan Bintang. Ia berusaha sekuat tenaga agar terlihat baik-baik saja.

Gadis itu memasang senyum hina andalannya. "Up to you. We're still break up."

Kaki mungil itu akan melangkah pergi, andai sebuah cekalan tak menahan.

"Udah gitu aja?" tanya Chandra. "Aku kayak gitu juga karena siapa?!" bentaknya tanpa sengaja.

Di lain sisi, Angkasa yang tadi ingin ke parkiran belakang tak sengaja melihat adiknya. Ia hampir saja menghampiri untuk menjotos wajah tengil Chandra kalau saja Jenan tak menahan agar membiarkan Bintang menyelesaikan masalahnya.

Kedua bahu Bintang terputar paksa menghadapnya. "Lihat aku!" pinta Chandra tegas. "Dia cuma pelampiasan akibat kita gak bisa lakuin itu karena aku hormati keputusan kamu."

"Dasar gila!"

"Memang gila dan itu karena kamu."

"Lepas." Bintang menyentak tangannya hingga terbebas dari Chandra.

"Bintang, aku gak mau kita udahan."

"Tapi aku mau kita udahan," balasnya penuh penekanan. Sorot tajam mata Bintang menatap lurus pada manik indah kepunyaan Chandra. "Lagian aku juga udah bosan sama kamu!"

Pertahanan Bintang runtuh pada langkah ketiga. Meski dadanya bagai tertusuk ribuan belati, setidaknya ia kagum pada diri sendiri karena berhasil menjadi sosok Bintang yang kuat di depan manusia brengsek seperti Chandra.

Terlalu sibuk menangis, ia tak sadar telah melewati Angkasa dan Jenan yang sama-sama terbengong. Melihat Bintang berderai air mata akibat cinta adalah hal langka bagi mereka. Kedua lelaki itu tahu bagaimana player-nya seorang Sectiona Bintang Caesara sebelum berakhir jatuh hati pada Chandra.

"Karma adek gue apa ya?"

🪥🪥🪥

Beberapa rekan kelompok lab-nya curi-curi pandang menatap mata sembab Bintang yang diam sejak awal masuk ruangan praktikum.

"Masing-masing ketua kelompok maju ambil bahan!" seru Jenan begitu masuk diikuti beberapa residen lain dari departement prosto.

Biasanya sebelum dosen pengajar datang, para dokter-dokter pendidikan itulah yang mengambil alih sementara.

"Lama banget si Bintang! Biar gue aja yang ambil!" sunggut Regi sang wakil yang bergerak dari tempatnya.

Regi meletakkan keranjang bahan praktikum pada meja Bintang yang memang terletak paling depan, sebab ialah ketua kelompoknya.

"Dianggsur woi, jangan manyun aja!"

"Regina," tegur teman yang lain. Walau mereka tak tau Bintang kenapa, tapi setidaknya kumpulan gadis itu paham kalau rekan mereks tak baik-baik saja.

"Santai. Galau bentar doang karena habis putus sama fakboi kampus!"

"Iisshh mulut Regina inilah, rem dikit kenapa?!"

"Bintang, jangan dengarin Regi, ya. Dia becandaan aja itu," hibur Tasya mengelus punggung belakang temannya.

Regi menghela napas panjang sembari melempar jatah akrilik yang sudah terbagi dan botol berisi liquid, menggantikan tugas Bintang (lagi).

Sampai terakhir, sebungkus tisu tertinggal di meja Bintang. "Hapus ingus lo. Sayang amat jam skills lab yang sempit lo pakai buat galau! Jadwal kita padat, Neng."

Gadis itu mendengus geli menatap kepergian Regi.

Tasya tersenyum simpul melihat kelakuan gadis ceplas-ceplos itu. "Katanya aja yang ngelekit, Bin. Tapi sebenarnya Regi itu baik."

Mata itu berlinang menerima perlakuan manis teman-temannya yang berbondong menyemangati. Sikap yang kontras dari teman sepergengannya yang sama sekali tak peduli. Justru Zora terlihat santai melempar tawa seolah tak ada kejadian berarti.

"Ketua kelompok ambil anasir giginya!" Salah satu residen kembali berteriak setelah pembagian bahan kloter pertama selesai.

"Aku aja!" ucap Bintang spontan pada Regi yang sudah mengambil posisi setengah berdiri.

Namun, baru satu langkah meninggalkan meja kerja, Jenan datang membawa anasir gigi dan menyuruh Tasya mengoper. "Duduk. Radir model stone* yang bener."

Gadis itu menurut pasrah.

"Jangan sampai salah. Ini GTP, semua gigi diradir! SE.MU.A," tekan Jenan mengelilingi deretan meja kelompok satu yang menjadi tanggungannya lagi.

Regi tertawa kecil. "Memang ada yang pernah salah radir, Dok?"

"Ada. Itu yang diujung, gak tau yang mana caninus sama premolar."

Asem. Bintang balik cemberut setelah dijadikan bahan bulan-bulanan oleh Jenan dan beberapa temannya. Tapi ia tak sakit hati sama sekali, justru ikut tertawa kecil sesekali.

🪥🪥🪥

Bintang sengaja membuat dirinya keluar paling akhir. Ia malas jika sampai bertemu gengnya atau yang terparah kembali melihat Chandra yang departemennya berdekatan dengan lobby.

Gadis itu hampir memekik ketika seseorang mengambil alih toolbox-nya. Butuh beberapa puluh detik bagi Bintang untuk mengenali sosok dibalik masker dan topi hitam di hadapannya.

"Marky?" bisik Bintang yang disambut anggukan kilat lelaki itu.

Satu sambaran berhasil membuat tangan mereka saling bertaut menuju mobil. Agak tergesa, sebab Maraka takut terpergok orang lain jika sekarang tengah nekat menjemput Bintang ke kampus.

Lelaki itu menghela napas lega melepas masker dan topinya. "Haahh... gila, uji nyali banget kalau jemput lo."

Bintang terkekeh menanggapi aksi lebay lelaki maniak semangka di sebelahnya.

"Salah sendiri kenapa gak kabari dulu! Kan bisa aku yang datangin."

"Kan mau susuripris," jawab Maraka disela tawa recehnya menirukan suara cute girl— salah satu tokoh animasi di channel youtube.

Tubuh Bintang menghadap ke samping agar memang Maraka lebih jelas. Sangat disayangkan jika hanya menatapi jalan padat di depan sana, sementara ada pemandangan kelas premium yang dapat menghibur rasa galaunya sejenak. "Tumben penyanyi kondang satu ini punya waktu jemput anak orang. Lagi sepi job Pak?"

Maraka tertawa lagi sebelum menjawab, "anggap aja sebagi ucapan maaf. Cause' belakangan gue sibuk banget sampai telat mulu jawab chat lo. Hehehe... i'm so sorry, Star."

"Calm down, Mark. Lagian gak penting juga chat-nya. Gue gabut aja," tipu Bintang.

Sejujurnya ia butuh teman curhat mengenai timbunan masalah yang mendadak datang menyerbu belakangan ini. Dan Maraka sangat berpotensi sebagai tempat sampah berkeluh kesah, sebab lelaki itu mengenal baik bagaimana Bintang.

Tapi Bintang terlalu ragu dan takut menyusahkan, berujung cuma mengirimi pesan random pada teman masa TK-nya tersebut.

Sebuah usapan lembut mendarat pada pucuk kepala Bintang. "Any time, my star. Gue janji kedepannya bakal berusaha untuk selalu ada buat lo."

🪥🪥🪥

NOTED:

*Model stone: model cetakan gigi untuk praktikum terbuat dari bubuk stone biru.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro