Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Accident

Sejam berputar-putar berkeliling tak jelas di sekitaran komplek. Akhirnya Bintang melajukan kemudi menuju gerbang tol. Speedometer mobil mulai membobol angka 160 km/jam dan terus bergerak ke arah kanan ketika pedal gas terinjak lebih dalam.

Rambut panjang gadis itu berkibar menikmati terpaan kasar dari angin malam yang masuk lewat jendela  terbuka di sampingnya.

Dengan pikiran kosong, Bintang terus membelah jalanan sepi bebas hambatan tersebut. Sampai kecepatannya menurun perlahan ketika pandangan gadis itu kembali memburam. Ia masih sayang nyawa dan segera menepi di jalan entah berantah yang baru saja terlewati tanpa tujuan.

Bintang menyerah setelah hantaman kesekian pada stir mobil. Tangannya memerah menahan sakit, tapi itu belum seberapa dibanding sesak tak nyaman yang bercokol dalam rongga dadanya saat ini.

Gadis itu menunduk, menumpu kepala pada stir. Matanya terpejam dalam, berusaha membuang penampakan Chandra bersama Zora. Ia sangat ingin berteriak, memaki, bahkan menampar lelaki brengsek itu. Tapi semua lontaran kata kasar itu menggantung tanpa kepastian diujung lidah. Nyatanya Bintang hanya mampu melangkah tergesa dengan derai air mata saat mengenyahkan diri dari rumah Zora.

Getar ponsel di jok penumpang mengusik lamunan Bintang. Kepala yang masih teronggok lesu itu melirik malas rentetan pesan Angkasa yang belum terbaca. Tak juga mendapat respon, Angkasa beralih menelepon.

Butuh panggilan ketiga hingga gadis itu merasa siap menjawab setelah menetralkan suara paraunya. Sebab menanggapi pesan pun percuma, ujungnya Angkasa akan tetap menelepon untuk memastikan Bintang tidak berbuat yang aneh-aneh dalam semalam.

"Bagus! Entah udan panggilan ke berapa baru diangkat!" sembur Angkasa tanpa sapaan. "Di mana lo?!"

Alat komunikasi mahal itu agak menjauh dari telinga ketika semprotan membahana suara Angkasa menyambut.

"Bintang jawab! Di mana?"

Tubuh yang semula bersandar ke depan itu, bergerak mengubab posisi menjadi duduk tegap. Untuk sesaat Bintang terdiam cukup lama memerhatikan sekelilingnya yang gelap. Jujur ia pun tak tau sedang di mana, mobil Jenan hanya bergerak begitu saja. Tapi tidak mungkin Bintang mengatakan kebenarannya pada Angkasa.

"Dek?! Jangan ngadi-ngadi ya lo!"

Gadis itu berdeham seraya menutup kaca jendela. Takut juga kalau tiba-tiba ada yang nongol di sebelahnya. "Apaan sih, Bang. Ini gue lagi cari makan bentar makanya gak cek hp."

"No pict, HOAX!"

"Hadeh. Banyak mau, bentar!"

Tak kehilangan akal, ia menjelajah  galeri hp untuk mencari foto lawas seperti benar-benar sedang berada di jalan yang sengaja Bintang simpan. Tadinya itu untuk akal-akalan kalau ia sedang clubbing dan ditanya lagi di mana agar lancar berbohong, "baru selesai kerja kelompok, ini otw pulang."

Setelah puas akan foto yang dikirim adiknya, nada ngegas Angkasa berangsur melunak. "Yaudah, jangan kemalaman cari makannya. Lo nginap di tempat Zora benerankan?"

"Iya, Bang."

"Fine. Gue percaya sama lo, jangan bikin kecewa."

"Maafin gue, Bang," batin Bintang pahit sebelum bergumam pamit mematikan telepon.

Menit berikutnya dihabiskan gadis itu untuk termenung lalu lanjut menangis. Sampai akhirnya ia merasa haus dan mencari-cari minuman sisa di mobil Jenan. Namun, ketika hampir menenggak air jernih di dalam botol plastik dari jok belakang. Bintang mempertajam penciumannya yang kala itu tengah tersumbat akibat terlalu lama menangis.

"Anjrit! Ini liquid akrilik kenapa bisa di sini, woi! Hampir gak sengaja bunuh diri gue namanya!" makinya melempar kesal botol tersebut ke sembarang arah.

Ambyar sudah galaunya karena kehausan.

Aplikasi map menjadi pilihan Bintang demi menemukan jalan pulang. Ia mengantuk dan sudah lelah karena menangisi Chandra terus-terusan.

Sekitar pukul satu dini hari, kendaraan mewah itu berhenti di indoapril 24 jam. Di saat tangannya bergerak hendak mengambil minuman ringan, ekor matanya melirik bir kalengan yang tersedia di sana. Ia belum pernah meminum alkohol sedikit pun meski tak jarang menyambangi klub malam. Paling banter cuma minum jus jeruk, itupun tiga gelas saja bikin dia pusing gak jelas.

Tangan gadis itu terarah hendak meraih beberapa kaleng bir sampai sebuah teguran mengagetkannya.

"Lo mau mabuk?"

Sosok berkacamata di sampingnya itu tampak berbeda dari yang biasa dapati.

"Pakai itu?"

Pandangan Bintang ikut menuju pada tangannya sendiri tanpa menjawab apapun.

"Ternyata lo beneran bego ya? Mau coba-coba tapi sok tau," celoteh gadis kacamata itu lagi.

"Maksud lo apa ya? Suka gue lah mau beli yang mana. Bayarnya juga bukan pakai uang lo!" nyolot Bintang tak mau kalah dan segera memasukan beberapa kaleng sekaligus ke dalam keranjang.

Tapi batal karena si kacamata yang tak lain adalah Regi, teman sekelasnya yang terkenal paling suka bersikap sinis pada Bintang and the gang. Bintang biasa memanggilnya dengan sebutan 'ragi instans' karena jago mengembang kempiskan dada Bintang akibat menahan emosi setiap mereka berinteraksi. Bagi Bintanh, Regi itu sejenis netijul alias netijen julid!

Mencibir, perang argumen, mendecih tanpa sebab, menyorot dengan pandangan tak senang sudah biasa Regi lemparkan untuk Bintang saat di mana pun mereka bertemu.

"Lo—!"

"Dibilangin jangan keras kepala. Ini lebih enak, walau harganya lebih mahal, sih. Halah beda goceng doang, duit lo kan banyak. Tapi asli enakan ini, gue jamin! Kalau gak percaya tes aja, beli noh dua-dua." Regi memasukan merk lain ke dalam keranjang sebelum angkat kaki menuju kasir lebih dulu.

Malas mengambil pusing, akhirnya Bintang mengambil dua merk sekaligus. Ia butuh kebenaran dari sudut pandang Regi.

"Awas aja kalau itu anak bohong. Gue lempar kepalanya pakai mikromotor!" omel Bintang sadis, sampai mas kasir pun jadi bingung melihatnya ketika menerima KTP milik gadis itu.

Ya tentu saja, membeli sesuatu seperti alkohol butuh legalitas usia dan harus Bintang buktikan lewat tanda pengenal. Sebab penjaga kasirnya terus mencurigai kalau Bintang anak SMA karena terlihat begitu muda.

Lagi, gadis itu hanya berkeliling komplek perumahan sembari berpikir harus ke mana. Isi kepalanya buntu dan terus dipenuhi kilas balik gambaran Chandra yang mencumbu Zora.

"Sial! Kenapa lo keluarin air lagi sih!" geramnya menghapus kasar air mata yang jatuh. "Jangan nangis, bego. Senin nanti kita tendang tytyd si brengsek itu. Hiks!"

Bintang mengulum bibir menahan getar tangisan. "Kayak lo sanggup aja," lirihnya menyadari betapa lemah hatinya pada seorang Chandra.

Melihat bensin Jenan yang sudah hampir sekarat, ia berakhir ke rumah sendiri. Tak ada tanda-tanda kehidupan di lantai satu, hanya gema tawa para bapak-bapak di atas sana yang menemani kesunyian Bintang yang duduk di pantry.

Gadis itu membuka bir kalengnya. Wajahnya berkerut tak jelas menikmati campuran rasa aneh ketika cairan itu masuk ke dalam mulut.

"Iya, enakan rekomendasi si Ragi, eh Regi." Kedua bahunya terangkat cuek kembali menjejelali tengorokan dengan isi kaleng.

Jika pun ia mabuk, dirinya sudah di rumah dan dalam pengawasan Angkasa. Kalau pun nanti dimarahi, ujungnya Bintang akan bercerita alasan dibalik itu. Hatinya patah melihat pangeran yang dibucini selama dua tahun terakhir malah mengkhianatinya.

"Asal lo tau ya, Chan. Cowok-cowok lain di luar sana banyak yang mau sama gue. Hiks!"

Satu kaleng baru terbuka lagi. Kepala Bintang semakin terasa mengambang, tapi sama sekali tak berniat berhenti minum.

"Gue juga balas chat mereka seribu bulan sekali! Itupun cuma Y, G, atau thx buat yang bantuin nugas!"

Bintang menenggak sisa birnya. Dalam keadaan setengah sadar gadis itu melangkah gontai menuju lantai dua. Tawa bercampur obrolan berisik itu semakin jelas terdengar ketika langkahnya melewati kamar Angkasa sebelum masuk ke kamar sendiri. Mungkin jika dalam keadaan sadar, Bintang akan lebih memilih tidur di mobil ketimbang kamarnya.

Merasa gerah, satu persatu pakaian yang semula melekat pada tubuh Bintang pun terlepas. Menyisakan tank top dan underware sepotong ketika gadis itu merangsek naik ke atas kasur.

Pikiran Bintang sudah melayang-layang tak tentu arah. Pandangannya mengabur, kepalanya terasa ringan dan ia sangat mengantuk. Sayup-sayup kelopak mata indah itu mulai terpejam menghantarkan Bintang menuju alam mimpi. Hingga seseorang mengusik ketenangan Bintang yang kembali membuka mata. Ada sesuatu yang berat menimpa menindihnya.

Menggunakan sisa tenaganya, gadis itu mencoba meloloskan diri dari rengkuhan tersebut. Bintang melenguh, berusaha mendorong tapi tak cukup kuat. Ia memilih menyerah.

Terpaan napas hangat terasa nyaman di atas permukaan kulit Bintang. Tanpa sadar tangan mungil itu terangkat mengelusnya lembut dan berakhir memeluk sesuatu dalam dekap dada.

"Sleep well."

🪥🪥🪥

Mikromotor

Ini tuh berat, lho. Bayangin Regi beneran di lempar Bintang pake ini. Wkwkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro