Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16. Dia

"Gue perhatiin itu mulut gak ada beda sama congor bebek. Manyun mulu!"

"Gue perhatiin juga mulut lo gak ada beda sama congor bebek. Nyerocos mulu ngurusin hidup orang!"

Tasya dan Lara sama-sama terbahak mendengar balasan Bintang untuk Regi barusan. Kedua gadis itu bak anjing dan anjing ketika bertemu dalam keadaan apapun. Entah nanti Regi yang mulai melontarkan perkataan sinisnya atau Bintang yang menyeplos tanpa filter dan berujung menyulut ronde peradu bacotan mereka.

Lara menarik kursi kosong disebelahnya pada Regi. "Udah deh, kalian berdua tuh. Berantem mulu."

"Tau. Tiba gak ketemu malah saling cari," timpal Tasya.

"Dih. Siapa tuh? Dia kali yang cariin gue, iya sih gue emang ngangenin."

Tasya dan Lara kembali geleng-geleng mendengar ocehan Regina. Sementara Bintang langsung memasang ekspresi jijik sembari menatap malas gadis yang justru duduk di hadapannya.

Mulutnya sudah gatal hendak menyahut, kalau saja perhatiannya tak teralihkan pada sosok yang baru menepuk bahunya.

Selebgram FKG bernama Eveline itu tersenyum. "Bisa sekarang aja gak, Bin?"

"Oh, mau sekarang?"

"Iya. Kalau nanti takut keburu dosen masuk."

Kepala Bintang mengangguk singkat demi mengenyahkan Eve dari sana. Kontan saja interaksi itu menimbulkan beragam tanda tanya pada raut penasaran Tasya, Lara dan tentu saja Regi yang paling antipati dengan Eve and the gang.

"Kalian temanan lagi?" Bintang sudah menerka lidah judes Regi akan langsung menodongnya. "Lo bego apa bego sih?!"

"Gue pikir lo udah kapok ngumpul sama mereka, Bin," Tasya ikut bersuara.

Lara menghela napas panjang. "Jangan sampai dimanfaatin lagi, Bin. Ketakar banget baik-baikin lo kalau udah mau dekat ujian gini."

Bintang tak niat menanggapi. Memang tak ada yang salah dari komentar teman-temannya itu. Hanya saja Bintang juga tak enak jika menolak permohonan Eve yang minta diajari materi belajar mereka.

"Santuy. Cuma ngajarin klasifikasi Kennedy doang."

Kemarin satu kelompok Eve yang berisi Eve, Zora dan anak-anak yang lain habis kena damprat mulut kejam Jenan karena terbalik membedakan klasifikasi.

Gadis itu bangkit berdiri setelah pamit. Namun tiba berbalik, tubuhnya terjengkang ketika tak sengaja menubruk seseorang di belakangnya.
Tasya dan yang lain sudah heboh mau menangkap, sementara Bintang pasrah memejamkan matanya menunggu tubuh langsingnya limbung mendarat ke lantai.

Hanya saja, sudah lewat beberapa detik. Bintang sama sekali tak merasakan apa pun. Pelan-pelan gadis itu membuka mata dan berubah melotot ketika mendapati cengiran Chandra dengan jarak sangat dekat dengan wajahnya.

"Enak ya aku peluk, sampai kamu tutup mata gitu," kekeh lelaki berkulit tan tersebut.

Buru-buru Bintang menarik diri. Rupanya Chandra-lah yang ia tubruk dan lelaki itu sigap menahan pinggang mantannya dalam sebuah rengkuhan agar tak sungguhan terjerembab ke lantai.

"Ck! Minggir!"

Ia tak berniat berterima kasih atau apapun selain menerobos Chandra. Tapi, bukan Pandu Archandra bila melepaskan Bintang-nya begitu saja.

Sebuah cekalan pada pergelangan tangan gadis itu berhasil membekukan langkah Bintang.

"Apaan sih, Chan?!"

Chandra memasang senyum terbaiknya lalu mengecup singkat punggung tangan Bintang. "Sama-sama cantik."

Jangan tanya seberapa heboh warga kantin yang menyaksikan hal tersebut. Bahkan Angkasa yang baru minum jusnya saja sampai tersedak melihat kelakuan norak mantan adiknya itu.

Residen konservasi gigi itu menggeram marah menatap Chandra. "Kalau gak ingat lagi di kantin, udah gue tonjok mukanya! Berani banget cium-cium tangan adek gue!"

Jenan tak beraksi apapun, ia kembali melanjutkan makan dengan pandangan tak lepas dari punggung Bintang yang telah menjauh.

"Lo kenapa diam aja sih, anjir!" Satu tendangan kecil di tulang keringnya menyadarkan lamunan Jenan.

"Kenapa?"

"Melamun mulu si bolot! Tunangan lo itu dipegang cowok lain."

"Yaudah biarin. Lagian si bresngsek itukan udah ditabok juga sama adek lo, Bang," jawab Jenan cuek.

Memang benar, kenyataannya tanpa dibantu pun Bintang bisa memberi Chandra pelajaran. Makanya Jenan memilih santai menghabiskan makan siangnya daripada mengomel seperti Angkasa tadi.

Aslinya ia ingin diam saja dan segera kembali ke departermen. Namun, Angkasa terus berkicau membicarakan banyak hal dan semua berkaitan dengan Bintang.

"Bang," panggil Jenan. "Kuping gue bisa teleran kalau lo ngoceh terus."

Tisu bekas dalam genggaman Angkasa melayang bebas mengenai wajah Jenan. "Aneh lo."

"Lo lebih aneh. Pantas dia ngambek sama lo. Berisik!"

"Dia marah sama gue karena kontrak itu!"

"Yaudah. Intinya lo berisik, terlalu ngatur hidup dia," ceplos Jenan. "Itu anak bisa jaga dirinya sendiri."

Bukannya lelaki itu tak mengingatkan Angkasa sebelumnya perihal amukan Bintang, jika tau mendiskusikan peraturan kontrak tanpa keterlibatan gadis itu. Namun, namanya Angkasa, lelaki itu memiliki sifat kepala batu. Alhasil, tunggu adiknya mengamuk sungguhan barulah Angkasa ketar-ketir.

"Waw. Sepertinya Jenan Alpinia Galanga mulai paham dengan pola tingkah adik saya," goda Angkasa sembari menaik turunkan alisnya.

Bola mata Jenan memutar malas. Tentu saja ia mengenal bagaimana sifat Bintang. Selain berteman sejak lama dengan manusia di depannya itu, ia pun diam-diam mengamati Bintang meski mereka amat sangat jarang mengobrol.

"Eh, btw. Cewek lo gimana?"

Jenan mendengus sebal. Baru saja pikirannya teralih dari sosok itu. Senior kampretnya justru kembali mengingatkan.

"Udah gak usah dijelasin. Gue yakin Kyla langsung balik ke LA karena terlanjur senewen sama lo," tawa Angkasa. "Mau dikasih jatah malah ngegap cowoknya sama cewek lain."

Kejadian di mana Jenan tiba-tiba datang ke rumahnya dalam keadaan lebam adalah malam sial sohibnya itu. Niat berbuat yang 'iya-iya' di hotel justru mempertemukan Jenan dengan sosok di masa lalu. Lelaki itu meminta Kyla masuk ke kamar lebih dulu, sebab Jenan hendak mengejar cinta lamanya. Ada banyak hal yang ingin lelaki itu bicarakan. Namun, baru sepatah dua kata, satu bogem mentah melayang pada sudut bibirnya begitu saja.

Jenan tak sempat bertanya apa pun, karena Kyla datang dan juga menamparnya. Wanita itu mendengar semua pembicaraan kekasihnya dengan perempuan lain. Mereka bertengkar dan setelahnya Jenan justru tak mengatakan apapun sampai detik ini.

Tipikal cowok brengsek yang pantas ditendang.

"Jadi kalian gimana? Dia tau lo udah tunangan?" Angkasa kembali mengintrogasi.

Bahaya juga kalau sampai Kyla melabrak Bintang, yang ada wanita itu babak belur dibuat adik bar-barnya.

"Belum tau dan dia gak perlu tau."

"Terus lo udah baikan sama dia?"

"Belum."

"Kenapa belum? Keburu dia kabur sama cowok lain baru aja lo sadar.

Bahu Jenan terangkat tak peduli. Putus dari Kyla pun ia tak akan merasa sedih.

Angkasa menghela napas panjang melihat kelakuan buruk Jenan. Sementang punya wajah rupawan, lelaki itu memang seenaknya dalam berhubungan. Walau Angkasa tau, Jenan melakukan itu semata-mata demi mengubur luka lama akibat ditinggalkan seseorang.

"Jen, stop being a jerk! Lo tau kenapa gue setuju aja kalian tunangan?"

Sebelah alis Jenan terangkat ingin tahu.

"Sama-sama jadi buaya buat mengalihkan luka."

Jenan mendengus mengejek. Jujur saja ia pun mengakui sisi buruknya yang satu itu.

"Yah, gue harap sesama buaya bisa saling interaksi. Kali aja bisa saling nyembuhin sebelum masa kontraknya habis."

Tawa kecil Jenan lolos. Mata tajamnya menatap serius pada Angkasa. Ia tau Angkasa hanya menitipkan Bintang sementara, karena gadis itu takut padanya. Cuma sebatas itu dan tak lebih.

Jenan menegakkan duduknya. "Kalau gue sembuh. Lo harusnya khawatir, Bang."

"Maksudnya?"

"Karena begitu gue sembuh. Bintang gak akan pernah punya jalan keluar buat mutusin pertunangan ini."

🪥🪥🪥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro