Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Jangan main-main

Cara Angkasa menghentikan langkah Jenan persis seperti mengajak orang gelud. Tangannya begitu santai menarik belakang snelli juniornya itu.

Jenan mendengus, menelan kembali rasa kesalnya saat mendapati Angkasa di depan  departemen konservasi gigi yang barusan dilewati—oknum yang nyaris kena bogem mentah darinya

"Lagi sibuk, Jen?" tanya Angkasa kalem seolah tak ada kejadian.

Lelaki yang lebih muda setahun darinya itu menggeleng singkat.

"Bagus. Ada yang mau gue bahas,", lanjut Angkasa. "Soal pertunangan kalian."

"Di sini?"

"Ya enggaklah dodol. Halangi jalan masuk kalau ngobrol di sini!" sunggut Angkasa sebelum berakhir misuh-misuh karena sariawan di bagian bibir dalamnya memberi respon nyeri.

Terkadang memang Jenan bego juga seperti Bintang. Satu-satunya sisi milik dua manusia itu yang menurut Angkasa memiliki kesamaan, diantara tumpukan perbedaan sifat keduanya begitu mencolok.

Kedua most wanted resident itu bergerak menuju tongkrongan langganan mereka di belakang fakultas. Biasa jam segini masih sepi, makanya Angkasa begitu yakin memboyong Jenan untuk bicara empat mata di sana.

Beberapa mahasiswa yang mereka lewati menunduk sopan sembari menyapa ramah dan berakhir mencicit akibat terpapar pesona Jenan dan Angkasa. Tipikal residen dingin yang selalu pasang tampang stay cool ketika menanggapi sapaan.

"To the point aja, apa motif lo setuju tunangan sama Bintang?" cecar Angkasa setelah mereka memesan kopi.

"Banyak, dan gue janji gak akan merugikan dia. Lagian ini cuma  setahun."

Mata tajam Angkasa berpindah menatap Jenan serius.

"Lo jadikan dia tunangan cuma selama setahun?!"

"Dia gak keberatan soal itu."

Angkasa menghela napas panjang. "Kasarnya aja nih, ya. Dia bego! Mudah kena tipu," tutur Angkasa menggantikan kata polos dalam menyebut sisi lemah seorang Bintang. "Jelasin sejelas-jelasnya, sebelum ini asbak mendarat ke muka lo."

Sudut bibir Jenan terangkat sebelah. Nyatanya meski Angkasa kerap bersikap menyebalkan, seniornya itu sangat protektif terhadap saudari perempuannya. Jenan menjelaskan semua, alasan mengapa menerima perjodohan konyol yang terpaksa dilakukannya.

Angkasa marah? Tentu, dari segi mana pun keuntungan Bintang hanyalah satu, yaitu mendapatkan fasilitasnya kembali.

"Yang terpenuhi di sini cuma goals dari pihak lo!"

"Terus gue harus kasih benefit apalagi? Bukannya dengan hidup mewah, dia udah senang? Ini cuma status, selebihnya nothing. Gak minat punya bini kayak dia."

"Mulut lo sekata-kata. Gue sumpahin jadi suaminya beneran baru tau rasa!"

"Pait-pait-pait, tiga puluh tiga kali."

Kepalan mentah Angkasa sudah bersiap menonjok Jenan, jika saja ia memang berniat baku hantam saat itu. Tapi sadar diri, badannya masih kalah gagah dari sohibnya.

Jadilah hanya telunjuknya yang teracung serius di depan wajah tampan Jenan. "Jangan sekali-kali lo hina dia! Karena cuma gue yang boleh lakuin itu!"

Kepala Jenan menggeleng-geleng.

Gak abang, gak adiknya. Angkasa dan Bintang sama-sama aneh, tapi sialnya ia masuk di antara mereka.

Insting Angkasa sudah mengira memang ada yang tak beres. Walau Bintang memiliki paras segar dipandang mata, tapi gadis petakilan nan bar-bar itu jauh dari tipe idaman Jenan. Begitu pula sebaliknya, alasan Bintang bisa kecantol dengan fakboi sejenis Chandra juga karena adiknya menyukai tipikal lelaki humoris yang banyak tingakah, bukan pendiam dan super jutek seperti sosok Jenan.

Suatu ide brilian terus berputar dalam isi kepala Angkasa. Ada banyak sisi positif yang bisa ia manfaatkan melalui Jenan untuk merubah kepribadian Bintang agar menjadi lebih baik.

Menyadari senyuman aneh Angkasa, bulu kuduk Jenan entah mengapa tiba-tiba berdiri.

Alis tebal residen prosto itu berkerut sebelum bertanya, "apa?"

"Gue restuin ide sinting lo," ucap Angkasa. "Tapi dengan banyak syarat!"

Wajah tegang itu seketika berubah masam. Benar saja dugaannya kalau Angkasa akan mengajukan syarat-syarat aneh.

"Pertama, jauhin adek gue dari fakboi mana pun terutama Chandra," ucap Angkasa.

Jujurly, ia bosan dimarahi Tariksa yang tiap saat berceramah karena tak bisa membuat Bintang insaf. Bukannya belajar, setiap malam walau cuma sebentar, adiknya itu selalu kelayapan dan diantar pulang dengan laki-laki berbeda.

Hukum alam klise. Kesalahan adik, tapi abanganlah yang yang menanggung omelan dari sang nyonya besar.

"Kedua. Tolong kontrol jiwa hedonisme adek gue. Dia senang, tapi ortu gue meringis lihat tagihan kredit."

Bintang hobi belanja, terkhusus bagi barang-barang aneh yang menurutnya lucu tapi berakhir tak dipakai dan hanya menjadi pajangan dikamar. Entah itu pakaian branded kurang bahan, aksesoris bermerk yang minim kegunaan, mainan anak-anak, slime warna-warni, sampai patung miniatur ala wibu yang tak Angkasa mengerti. Bentuknya tak terlalu besar, tapi jangan tanya harga barang luar tersebut. Cukup untuk jajan cilok selama bertahun-tahun.

"Kalau lo setuju, gue bakal dukung. Tapi kalau nolak—"

Jenan diam menunggu kelanjutan.

"Gue cepuin ke bokap lo kalau lo pernah buat tekdung anak gadis orang."

"Bang...."

"Makanya jangan main-main sama gue!"

🪥🪥🪥

"Di mana?"

"Di hatimu."

"Gak lucu. Katanya udah pindah ke ortho, gue di depan nih. Keluar lo, mau ambil kunci mobil."

"Lo-gue?"

Bintang menghela napas jengah mendengar jawaban Chandra yang sengaja mengulur waktu.

"Buruan! Gue mau pulang, kelasnya udah kelar."

"Lo-gue?" ulang Chandra di sebrang sana.

"Chan, please. Kita udah end, yakali pakai aku-kamu."

"Ya... aku juga gak mau aku-kamu, tapi sayang-sayangan kayak dulu."

"Mimpi! Buruan keluar!"

"No sayang, No kunci mobil," keras Chandra.

Bintang menahan diri agar tidak kelepasan memaki koas songong tersebut detik itu juga. Chandra memang tau bagaimana cara menguji kesabaran seseorang.

"Say it, baby."

Bintang hanya diam sembari mengatur napasnya. Ia bisa saja masuk ke dalam departemen orthodonti dan mendatangi Chandra. Tapi gadis itu mengurungkan niat begitu sadar bisa saja interaksi mereka akan menjadi hot gosip di kalangan bibir lambe turah para senior di dalam sana.

"Baby?"

"Chan!"

"Just say it, sayang... 'keluar dong. Aku udah di depan, nih. Kangen kamu.'"

Perut Bintang mendadak mual mendengar suara sok imut mantannya yang memberikan contoh kalimat tersebut.

"Mimpi lo, anj!n6," respon Bintang tanpa sadar.

Tapi buru-buru tutup mulut ketika tak lama seorang dosen lewat di depannya. Bola mata itu berkedip cepat setelah membungkuk hormat, harap-harap cemas mendoakan semoga saja omongan kasarnya barusan tak sampai terdengar ke telinga tajam beliau.

Gelak tawa dari sambungan sebrang sana pun memenuhi pendengaran. Chandra tak bisa menahan rasa geli di perutnya ketika mendengar suara ramah Bintang yang menyapa sopan dosen mereka, padahal gadis itu baru saja melontarkan kata makian.

"Buruan, Chandra! Gue kelaparan mau pulang!"

"Oh kode minta diajak lunch, kuylah."

Sabar-sabar Bintang menghadapi tingkah menyebalkan lelaki satu ini. Sudah bisa menebak jika Chandra akan begini.

Bintang menghirup napas dalam lalu berucap serius, "lo jangan main-main sama gue."

Hanya kekehan yang menjadi jawaban dari peringatan Bintang, setelahnya Chandra diam menunggu kata berikutnya.

"Temani makan siang dan gue gak akan ganggu lo lagi, deal?"

"Gak deal. Gue masuk!"

🪥🪥🪥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro