AFFERO 50 - A Meeting Full of Longing
•
•
•
Dyezra tidak bisa berbohong saat rasa rindu itu mencuat begitu melihat sosok yang selama ini dirindukannya berdiri di dekat gerbang sembari bersedekap. Kali ini Dyezra yakin dan tidak akan salah mengenali. Pemuda yang kini tengah menyugar rambutnya ke belakang itu adalah Fero.
Afferonya.
Tapi, kenapa dia ada di sini? Apakah Faro tahu soal hal ini?
Ingin sekali rasanya Dyezra berlari ke dalam pelukan pemuda itu. Betapa ia sangat merindukan Fero setelah tahu kalau selama ini Faro menggantikan posisi pemuda itu menjadi kekasihnya. Ia tidak tahu sejak kapan Faro mulai menyamar menjadi Fero. Ingin bertanya langsung, tapi ia masih kesal dan terlanjur kecewa dengan mereka berdua.
"Apakah mungkin tujuan Fero ke sini karena ingin menjelaskan semuanya padaku?" gumam Dyezra ragu. Gadis itu menggigit bibirnya, berperang antara akal pikiran dan hati yang tidak sinkron.
Namun akal pikiran sepertinya telah mengambil alih semua rasa sayang dan rindu dalam hati. Karena Dyezra justru lebih memilih cepat-cepat melewati gerbang dengan membaurkan diri diantara siswa-siswi yang lain. Ia tidak siap bertemu dengan pemuda itu. Tidak sekarang saat hatinya terlalu rapuh untuk mendengar kenyataan dan penjelasan dari Fero yang mungkin akan semakin menyakiti perasaannya.
"DYEZRA!"
Ck! Sial!
Dyezra mempercepat langkah kakinya hingga setengah berlari. Ia harus menghindari Fero bagaimana pun caranya. Ia benar-benar tidak siap untuk bertemu dengan pemuda itu. Tanpa sadar, kedua netra kecoklatan tersebut telah berkaca-kaca. Dyezra menahan rasa sesak dalam dada dengan kedua kaki yang terus melangkah.
"RA! TUNGGU!"
"GUE BISA JELASIN SEMUANYA SAMA LO!"
Dyezra menggeleng kuat-kuat. Ia tidak berani menoleh ke belakang meskipun suara Fero terasa semakin dekat dengan posisinya. Ia bahkan tidak peduli dengan orang-orang yang mulai memerhatikan drama kecil mereka.
Dyezra terus saja mempercepat langkah kakinya, tapi gadis itu juga ceroboh. Karena fokusnya yang terbagi dua, Dyezra jadi tersandung saat ada lubang agak besar di tengah trotoar yang mengakibatkan gadis itu jatuh tersungkur.
Brug!
"Aw!" pekiknya kaget. "Sakit ..." Dyezra mengerucutkan bibir. Antara malu dan kesal karena terjatuh di saat yang tidak tepat. Air mata yang sedari tadi ditahan, akhirnya meluncur bebas dari kedua kelopak mata tersebut. "Huaaa, sakiiitt."
"Kan. Jatuh, kan. Mampus lo. Makanya jangan lari-lari. Siapa yang suruh lo lari-lari?"
Lirikan tajam langsung Dyezra berikan pada sosok pemuda yang sedari tadi ingin dihindarinya, Afferozan Galarzo. Fero berjongkok di depan Dyezra dan mengangkat tubuh gadis itu dengan mudahnya. Mendudukkan Dyezra di tepi trotoar dengan kedua kaki yang diluruskan.
Dyezra meringis. Ia baru sadar kalau ia terluka di bagian lutut. Wajar saja, ia jatuh tersungkur, dan sekarang lututnya yang menjadi korban.
"Sini gue lihat lukanya."
Entah kenapa, Dyezra justru hanya bisa terdiam saat Fero mulai mengeluarkan plester dari balik saku hoodie yang dipakainya.
"Gue tadi pagi nggak sengaja mecahin gelas, yang berakhir jari tengah gue yang jadi korbannya." Fero menunjukkan jari tengah di tangan kanannya yang diplester. "Untung nih plester masih gue simpen di saku hoodie," lanjutnya sembari menempelkan plester tersebut pada lutut Dyezra yang terluka.
Diam-diam, Fero menahan diri untuk tidak memeluk gadis yang sangat dirindukannya ini. Kalau ia melakukannya, Dyezra mungkin akan semakin marah padanya dan hubungan mereka benar-benar akan berakhir.
"Makasih."
Meskipun pelan, tapi Fero bisa mendengarnya dengan sangat jelas. "Sama-sama. Jadi, bisa gue jelasin sekarang?"
Dyezra tak mampu lagi berkata saat netra kelam milik Fero menatapnya penuh permohonan. Tanpa sadar, ia mengangguk. Mengizinkan pemuda itu untuk menjelaskan kesalahpahaman di antara mereka.
Fero tersenyum, dan lantas ikut mendudukkan dirinya di tepi trotoar, tepat di samping Dyezra. Lalu-lalang kendaraan tak membuat kedua sejoli itu beranjak dan mencari tempat yang nyaman untuk berbicara. Bagi Fero, tidak peduli ada di mana mereka sekarang, tapi yang jelas ... ia harus segera menjelaskan semuanya pada Dyezra.
"Maafin gue, Ra. Gue terlalu takut buat jauh dari lo, sampai-sampai gue nyuruh Faro buat nyamar jadi gue dan jagain lo selama gue nggak ada."
Kening Dyezra mengernyit dalam. Ia penasaran dengan maksud perkataan Fero, tapi ia tidak berani menyela. Ia ingin tahu sebab yang menjadi alasan kenapa Fero dan Faro melakukan rencana untuk menipu semua orang itu.
"Papa minta gue ke London buat ngurus perusahaan cabang keluarga yang ada di sana dalam waktu yang cukup lama."
Netra Dyezra melebar terkejut. Gadis itu spontan menoleh ke arah Fero yang ternyata juga tengah menatap ke arahnya dengan tatapan lelah dan sendu pemuda tersebut.
"Sebagai salah satu pewaris perusahaan besar milik keluarga, gue udah harus terjun ke dunia bisnis di usia muda, Ra." Fero tersenyum kecil kala mengingat hari-hari di mana ia mulai dikenalkan pada seluk-beluk dunia bisnis oleh sang papa. "Tapi kali ini, permintaan Papa agak berat buat gue karena harus pergi dalam jangka waktu lama. Itulah kenapa gue minta Faro buat nyamar jadi gue selama gue pergi. Gue cuma nggak mau lo ngerasa kesepian. Karena gue juga belum tahu ... kapan gue bisa pulang ke Indonesia seperti sekarang ini."
Fero mengakhiri penjelasannya dengan satu tarikan napas panjang. Fero menatap gadis di sampingnya, menunggu Dyezra memberikan respon. Ia berharap kalau tanggapan Dyezra akan sesuai dengan ekspektasinya. Ia berharap kalau gadis itu bisa mengerti akan posisi sulitnya sekarang.
"Tapi lo salah, Fer. Lo udah bohongin semua orang, dan gue nggak suka sama cara lo itu."
"Maaf, tapi gue nggak bisa lanjutin hubungan ini."
Dengan susah payah, Dyezra mencoba berdiri meski lututnya terasa begitu nyeri. Mengabaikan Fero yang masih terpaku di tempat seolah tidak percaya dengan kalimat terakhir yang gadis itu katakan.
"Penyesalan emang selalu datang di akhir. Gue harap, setelah ini lo bisa introspeksi diri."
"Ujian kelulusan semakin dekat, Fer. Lebih baik, kita fokus sama diri kita masing-masing. Masa depan yang cerah harus bisa digapai. Dengan atau tanpa adanya hubungan khusus di antara kita."
Dyezra tersenyum tipis. Senyum yang menyiratkan banyak makna juga kekecewaan mendalam. Fero bisa melihatnya dengan jelas, dan Dyezra memang benar.
Ia menyesal.
•
•
•
Hayolohhh! Dyezranya udah kecewa banget itu, Fer😭🙌🏻
Lagian lo ngapain sih pake bohong segala waktu itu? Nyesel kan lo sekarang?😭
Btw cerita ini aku tamatin sampe sini, ya. Buat kalian yang penasaran dengan kelanjutannya, tunggu aja series ketiganya. Oke?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro