Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AFFERO 39 - Restlessness of the Heart



"Lo mau ngomong apa? Buruan, waktu gue nggak banyak."

Faro tersenyum kecut. Sebegitu tidak inginnya kah Dyezra berbicara dengannya? Ohh, bukankah itu sudah jelas? Gadis itu jelas sangat kecewa akan sikapnya tempo waktu.

"Gue bisa jelasin soal-"

"Nggak perlu. Gue nggak butuh penjelasan lo." Dyezra menyela dengan cepat. Ia sedang berusaha melupakan kejadian itu, tapi kenapa pemuda di depannya ini malah kembali mengungkit masalah itu, sih?

"Ra-"

"Gue bilang nggak perlu. Lo belum ngerti juga, ya?"

Faro menghela napas. Kenapa berbicara dengan Dyezra terasa sulit sekali? "Oke, terserah lo. Gue cuma mau jelasin masalah Aretta kemarin. Terserah lo mau dengerin gue atau enggak, tapi yang jelas ... lo salah paham." Faro langsung melenggang pergi meninggalkan Dyezra yang masih berdiri mematung di tengah koridor sepi tempat mereka berbicara seperkian detik yang lalu.

"Gue? Salah paham?" Dyezra tertawa kecil sebelum mengubah raut wajahnya menjadi datar kembali. "Gue emang salah paham karena dengan jelas-jelas gue ngelihat sendiri kalo pacar gue malah belain cewek lain di depan gue. Cih!" Dyezra menendang udara kosong dengan kesal sebelum beranjak pergi meninggalkan koridor dan menuju kelasnya, XII MIPA-3. Viona pasti sudah menunggunya di sana.

Rasanya percuma juga mereka berbicara, tapi tak kunjung menemukan solusi dan jalan keluar. Toh, ia sendiri juga masih kesal dengan pemuda itu.

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

XII MIPA-3.

Sudah hampir satu tahun kelas ini menjadi tempat Dyezra menuntut ilmu, bersama Viona selaku sahabat sekaligus teman sebangkunya. Mengukir kenangan bersama. Suka duka bersama. Yang dulunya bertiga, kini hanya tinggal berdua.

Terkadang, ia begitu merindukan Devina. Sahabatnya yang paling pendiam dan memiliki sifat keibuan itu adalah tempatnya berkeluh kesah setelah sang ibunda, Abella Wilona.

Namun sejak pengkhianatan itu, ia sudah tidak lagi mendengar kabar tentang sahabatnya tersebut. Sudah beberapa kali ia mencoba bertanya pada sang papa, tapi tak pernah digubris. Bahkan papanya cenderung menutup-nutupi soal keberadaan Devina darinya. Bertanya pada sang adik pun juga percuma. Diorza pasti juga tidak tahu di mana keberadaan Devina.

"Apa gue tanya sama Bang Ega aja, ya?"

"Tanya soal apa?"

Dyezra tersentak dan spontan menoleh ke arah Viona yang tengah menatapnya dengan penasaran. "Sejak kapan lo ada di situ?" Jelas saja ia terkejut. Tadi perasaan Viona izin pergi ke toilet, kenapa cepat sekali kembalinya?

"Barusan, sih. Terus gue lihat lo lagi ngelamun dan nyebut soal Bang Ega. Lagi mikirin apaan emang?"

Dyezra menggeleng. "Enggak, kok. Gue cuma keinget sama Devina aja. Kangen gue sama dia."

Mendengar nama Devina disebut, Viona jadi menghela napas. "Jujur, gue juga kangen kok sama dia. Tapi ya mau gimana lagi. Kita aja nggak tau keberadaan dia ada di mana sekarang." Tatapan Viona mengarah ke depan, ke arah seorang guru yang baru saja memasuki kelas mereka sembari memberi salam. "Untuk saat ini, kita cuma bisa ikutin alur yang udah ditentuin sama para orang tua kita, Ra. Om Bima nggak mau ngasih tau kita soal keberadaan Devina pasti ada alasannya."

"Lo emang bener, Vio. Nanya sama Bang Ega pun rasanya percuma. Dia pasti juga udah disuruh tutup mulut sama Papa gue soal keberadaan Devina sekarang."

Viona mengangguk, menyetujui kalimat yang baru saja Dyezra katakan. "Itu lo tau. Jadi untuk sekarang, kita jalani aja semuanya kayak biasa. Apalagi kita bakal sibuk-sibuknya sama ujian kelulusan habis ini. Lo jadi daftar sekolah modelling setelah lulus, 'kan?"

Dyezra tersenyum lebar sembari menunjukkan kelima jarinya. "Jadi, dong! Tadi Diorza juga udah ngasih info ke gue. Katanya Bunda nyuruh gue ke agensi dia nanti sepulang sekolah buat bahas soal modelling. Kan yang punya agensi itu temen Bunda gue. Nah, katanya dia mau bantu gue buat persiapan masuk sekolah modelling di London nanti."

Netra Viona berbinar cerah. "London?! Lo mau daftar ke sana?! Gila, sih! Auto jadi model terkenal lo kalo sekolah modelling di sana, Ra!" pekik Viona dengan hebohnya.

"DYEZRA! VIONA! KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG JUGA!"

Dyezra meringis, sementara Viona hanya menunjukkan cengiran lebarnya.

"Ups! Lupa kalo ada guru, hehe."

"Ck! Dasar Vio. Jadi kena juga kan gue," sungut Dyezra sebelum mengikuti langkah Viona menuju luar kelas. Padahal baru saja jam pelajaran dimulai, sudah disuruh keluar saja mereka.

Ya sudahlah.

Toh, ia juga sedang tidak mood belajar hari ini.

"Mending kita ke tribun lapangan basket aja yok, Ra! Pasti di sana ada yang lagi olahraga. Lumayan buat cuci mata!"

Ajakan Viona membuat Dyezra mau tak mau jadi menuruti keinginan sahabatnya itu. Lumayan, siang-siang gini nonton anak kelas lain yang lagi olahraga. Daripada jadi patung hidup di depan kelas, kan?

"Ayok, dah! Mampir ke kantin dulu buat beli minuman dingin tapi, ya!"

"Siap kalo itu, mah!"

Kedua sahabat itu pun pergi dari area koridor kelas mereka dengan cepat. Jika biasanya para siswa akan merasa menyesal karena dihukum sampai dikeluarkan dari kelas, maka berbeda dengan Dyezra dan Viona yang justru menikmati waktu hukuman mereka.

Kedua gadis itu memang tidak ada kapok-kapoknya berbuat ulah, tapi jangan ditiru ya, guys!

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

"Jadi gimana, Bro? Lo udah minta maaf sama Dyezra?"

Faro yang ditanya demikian hanya menghela napas. Fikri dan Deon jadi dibuat bingung akan sikap teman mereka yang satu ini. Tadinya mereka berdua berniat mengembalikan tumpukan buku paket Kimia ke perpustakaan, tapi mereka malah melihat Fero aka Faro tengah duduk termenung di gazebo dekat perpus.

Yang jadi pertanyaan, apakah pemuda itu tengah membolos?

"Gue udah nyoba, tapi dia nggak mau dengerin penjelasan gue."

Itu kan salah lo sendiri!

Ingin sekali rasanya Deon mengatakan kalimat itu secara langsung pada pemuda yang kini tampak menunduk dengan raut wajah frustasi itu. Akan tetapi, ia masih ingat janjinya dengan Dyezra agar tidak mengungkit masalah itu lagi.

"Yang sabar. Coba lagi aja kalo gitu. Dyezra orangnya tuh nggak bisa marah lama-lama, kok." Fikri memberikan saran sembari menepuk-nepuk bahu Faro.

"Thank's, ya."

"Santai aja. Teman kan emang seharusnya saling menolong."

Faro tersenyum tipis. Betapa beruntungnya Fero karena memiliki orang-orang yang sangat peduli pada saudara kembarnya itu.



Si Fero emang beruntung, tapi kamu juga beruntung karena bisa ngerasain jadi Fero walaupun sebentar, Faro.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro